Debby@Home

“I asked God for strength that I might achieve; I was made weak that I might humbly learn to obey. I asked for help that I might do greater things; I was given infirmity that I might do better things. I asked for all things that I might enjoy life; I was given life that I might enjoy all things. I got nothing that I asked for, but everything I hope for; almost despite myself, my unspoken prayers were answered. I among all men am truly blessed”

My Photo
Name:
Location: Depok, West Java, Indonesia

I am an ordinary woman with extraordinary interest in everything

Monday, April 30, 2007

*Bad mood mode on*

Sedang in a bad mood, karena aku tadi secara tidak sengaja menabrakkan Timmy ke engsel pagar rumah. Tabrakan yang cukup keras. Stupid...stupid...stupid!!! Sejak pagar itu dimodifikasi sedemikian rupa sehingga bisa tetap nutup kalau si Timmy yang berbadan bongsor itu masuk, aku belum terlalu terbiasa dengan ancang-ancang masuk ke carportnya.

Hah! This is still Monday and I have already made a blunder. Kulit spatbor sebelah kanan si Timmy terkelupas very bad, masih untung lampunya tidak pecah. Dasar orang Indonesia, udah mengalami kerugian masih merasa untung saja. Tapi aku masih kepikiran, kenapa musti kejadian hal-hal yang gak perlu gitu sih. What was I thinking? Jadi gak bisa ngerjain apa2 nih. Hwaaaaaaaa......... maafkan aku Tim, maafkan aku An....Hiks! I hate that fence!!

Nonton "Heroes" aja aaahhhh….Aku jadi addicted sama film seri ini, sama Mohinder Suresh yang pintar dan seksi tapi menurut bapaknya fragile (oh how I love smart people), Peter Petrelli the angel yang sedang kebingungan sama identitas dirinya, dan Sylar yang cakep tapi real devil (setiap kali Sylar ini muncul dan beraksi, aku selalu memalingkan muka....bodoh! itu kan cuman peleeeemmmm).

Nonton "Heroes" my bad mood is gone, abis nonton, datang lagi. Hhhhhhhh......what should I do?

Monday, April 23, 2007

Forgetful Debby

Untuk yang kesekian kalinya aku membawa notebook without it's battery charger. Hehehehe... bisa dibayangkan how bad mood I am in seharian ini. Kalau ini terjadi sekali2 sih no problem, tapi this has become a habit! Gimana caranya supaya notebook itu sepaket dengan chargernya? Tolong ya, para pencipta notebook, mulai dipikirkan cara bagaimana agar battery charger sudah plugged in di notebooknya untuk memudahkan orang-orang yang kekurangan memory seperti aku.

Akibat kelupaan ini, ada beberapa hal yang tertunda:
1. Updating bukunya Pak Fuad. OMG, hari ini aku mendengar kabar kurang baik tentang beliau, sepulang dari Singapura kemarin kesehatannya memburuk! Aduuuhhhh...buku ini kudu kelar cepat (not that I expect a very bad thing happen to him lho...but he happened to urge us finishing this book as soon as possible - while Pak Satryo is still the General Director of Higher Education), dan bagaimana mo ngelarin kalo waktu yang sudah aku alokasikan hari ini selama 2 jam untuk meng-updatenya jadi terbuang sia-sia gara2 that damn charger. Biasanya aku membuat copy update file-nya di PC, tapi kok pada update terakhir aku lupa bikin copynya ya?

2. Looking-looking filenya Anto. Si Anto ini sudah hampir jadi mahasiswa abadi di kampusnya, gara-gara tesisnya tertunda2 terus. Beberapa waktu yang lalu dia sempat semangat lagi ngerjain tesisnya, tapi karena satu dan lain hal belakangan ini dia set-back lagi. Hari ini tiba-tiba dia muncul lagi dengan permohonan yang sama: bantuin analisis data. Sayangnya, semua file2 si Anto ada di notebookku, jadi I can do nothing to the new data he just sent. Mudah-mudahan tidak membuat semangatnya turun lagi.

3. Updating my research proposal untuk SYLFF regional forum. Sebetulnya ini bukan update, tapi bikin baru...wong aku belum juga ngerjain padahal deadlinenya hari Sabtu yang lalu. Tapi meskipun baru akan ngerjain, entah kenapa aku sudah tidak bisa bekerja on my PC untuk urusan-urusan yang menguras otak. Mungkin karena PC-ku ini sudah tidak bisa ngeluarin suara-suara lagi yang membuat aku tidak bisa dengerin musik while working on my stuffs.
Dengerin musik sambil bekerja is a must for me, and this PC gak bisa memenuhi kebutuhan itu. Jadi PC ini hanya berfungsi sebagai tempat checking emails on ui account (karena outlook-nya cuman bisa jalan di sini) dan download file dari eMule. Kasihaaan deh...

Karena alasan-alasan itu, hari ini aku baca-baca aja deh. Too bad semua komik yang dipinjemin temen dah abis dibaca, jadi baca artikel aja deh, sembari chatting. Ah...should I hate Monday? This is great...hehehe

Friday, April 20, 2007

Kekerasan yang melahirkan kekerasan?

Kemarin aku membaca berita di koran tentang seorang pemuda mengamuk dan menembaki mahasiswa Virginia Tech University secara membabi-buta. Cho Seung-Hui, orang Korea Selatan yang sudah punya permanent residence USA, menembaki 32 orang sebelum menembak dirinya sendiri. Di antara korban-korbannya, ada seorang mahasiswa Indonesia yang "nyelip" jadi salah satu korbannya (dan sialnya sempat diberitakan oleh media USA sebagai mahasiswa dari India).

Tanpa mengurangi rasa belasungkawa kepada para korban (terutama korban dari Indonesia karena bagaimana pun juga, he's one of us, he's our family, he gets hurt then I get hurt also), sebagai seorang yang berkecimpung di dunia psikologi, aku berusaha memahami tindakan si Cho ini. Mungkin para so called pisikoloh (hehehe...) pun tak kalah sibuknya memahami dia. Menurut paham psikologi, tidak ada sebab tunggal untuk satu akibat. Setiap situasi dan peristiwa memberikan andil dalam porsinya masing-masing terhadap tindakan seseorang. Oleh sebab itu, mari kita lihat beberapa fakta mengenai Cho yang mungkin hanya bisa kita "raba" dari pemberitaan dan opini yang berkembang di media.

Salah satu fakta adalah Cho berasal dari keluarga miskin yang hidup di pinggiran kota Seoul dan pindah ke USA untuk mengubah nasibnya ketika Cho masih kecil. Setelah beberapa tahun di USA kehidupan keluarga Cho membaik, sampai akhirnya Cho dapat melanjutkan kuliahnya di Virginia Tech Uni. Akan tetapi, Cho kecil bukanlah seorang siswa yang happy. Kebayang 'kan being a freak among your friends at school.

Menjadi remaja yang freak di Indonesia saja rasanya sudah sangat menyiksa, apalagi di USA. USA termasuk negara yang sangat kejam terhadap anak-anak dan remaja yang tergolong "lemah", baik dari segi kepribadian maupun intelektualitas. Coba perhatikan film-film remaja buatan USA yang "sangat tidak ramah" pada anak-anak aneh dan tidak populer. Menjadi anak yang populer merupakan tujuan sebagian besar anak Amerika. Menjadi "prom queen/king" atau "homecoming queen" adalah impian siswa SMA, dan kalau kau seorang freak, jangan pernah memberanikan diri ikut acara-acara sekolah kalau tidak ingin dipermalukan. Kalau tidak bisa menjadi prom king, jadi penembak sadis pun bolehlah. Yang penting populer...keinginannya itu sekarang sudah terkabul dalam hitungan hari. Siapa tak kenal Cho Seung-Hui?

Cho kecil yang sempat dicap sebagai anak autis ini tergolong anak yang pendiam di kelasnya. Jika ia sudah bersuara, hampir dapat dipastikan anak-anak lain akan mengolok-oloknya, karena suara yang dikeluarkan terdengar aneh. Bayangkan, sudah pendiam, masih diolok-olok pula kalau bicara. Makin pendiamlah dia. Tapi apakah dia "menelan" begitu saja olok-olok temannya? Apakah dia dengan serta-merta memaafkan teman-temannya dan selalu berdoa minta Tuhan mengampuni mereka karena "mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat"? Mungkin tidak....Energi "kemarahan" itu dia pupuk hingga ia cukup dewasa untuk menumpahkannya. Dalam bentuk apa? Menghabisi nyawa sebanyak mungkin orang.

Budaya kekerasan di Amerika yang sudah muncul sejak jaman koboi masih berkuasa di negerinya Uncle Sam ini menjadi salah satu faktor lain yang menumbuhkan perilaku "di luar dugaan" si Cho. Lihat saja si koboi modern, Uncle Bush. Dengan mudahnya ia menghakimi orang lain di belahan bumi lain yang sama sekali tidak dikenalnya sebagai musuhnya. Perilaku Pak Bush yang tidak proporsional ini, suka tidak suka, sengaja tidak sengaja, langsung maupun tidak langsung, berpengaruh pada perilaku rakyatnya. Orang yang masih punya conscience akan mengutuk Bush, tetapi orang yang sudah kehilangan hati nurani akan menganggap Bush sebagai pahlawan sejati untuk menumpas "ketidakadilan".

Cho yang besar pada keluarga menengah ke bawah di USA "merasakan" ketidakadilan tersebut. Ia mengatribusikan kekerasan fisik dan mental yang diterimanya sebagai akibat dari kemiskinannya. "Kemarahannya" pada orang-orang kaya menjadi alasan untuknya melakukan perbuatan kejam itu. Kemarahan itu pula yang membuatnya mengagung-agungkan kekerasan, dan ia sangat yakin bahwa kekerasan dapat menumpas ketidakadilan. Ketidakadilan seperti apa? Yaaa....menurut dia orang kaya pun musti merasakan "kekerasan" yang dirasakan oleh kaum marginal. Sayangnya, tindakan membabi buta yang dilakukannya justru tidak "melukai" orang kaya!

Aku tidak menemukan fakta-fakta seputar keluarga si Cho dari berita yang beredar. Bagaimana Cho dibesarkan, keadaan lingkungan di sekitar rumahnya, dan lain-lain. Seorang rekan kerjaku (yang juga psikolog anak) yang aku ajak bergosip waktu makan siang tadi mengatakan perilaku kekerasan Cho berasal dari bapaknya yang juga penggemar kekerasan. Aku rada kurang paham juga "kekerasan" yang dimaksud di sini "melakukan tindakan kekerasan" atau "senang melihat kekerasan". Tapi yang jelas, si Cho sendiri adalah seorang pemuda yang senang nonton film tentang kekerasan (hati-hati Anda yang senang nonton film bergenre horor dan kekerasan), dan menganggap siswa pelaku penembakan yang pernah terjadi sebelumnya di USA sebagai pahlawannya.

Entah bagaimana sebetulnya hubungan antara "hobi menyaksikan kekerasan" dengan "tingkahlaku aktual kekerasan", tapi pemaparan dan kondisioning peristiwa-peristiwa kekerasan dapat memperkaya perbendaharaan kognisi seseorang dan mungkin saja menimbulkan cognitive dissonance pada dirinya. Dan kalau hal itu dilakukan terus-menerus, ia akan mencari pembenaran sehingga tidak terjadi lagi cognitive dissonance pada dirinya, dan lebih parah lagi unconsciously ia akan menerima tingkah laku tersebut. Barangkali begitulah yang terjadi pada Cho.

Tindakan Cho sebelumnya sudah memperlihatkan tanda-tanda keanehan (seperti membuat paper dengan topik yang penuh dengan kemarahan dan kekerasan) dan seharusnya sudah mendapatkan perhatian khusus dari pihak yang berwenang. Sayangnya, karena kekerasan sudah merupakan hal yang biasa di sana, Cho ini tidak sempat mendapatkan pertolongan pertama. Ketika semuanya sudah terjadi, maka sibuklah orang-orang, dan makin ketat pulalah pengamanan di negeri itu. Sama seperti setelah kejadian WTC beberapa tahun silam, orang-orang Asia yang menjadi korban. Ah, kenapa sih orang Asia yang selalu menjadi korban?

Demikian analisis awamku mengenai peristiwa ini. Lho kok awam? Ya iyalaaaahhhh...secara gue itu bukan pakar psikologi klinis maupun sosial. Selama ini gue kan hanya berkutat di bidang psikologi industri dan organisasi, dan hanya mengamati kasus-kasus di organisasi yang meskipun tidak jauh beda dengan psikologi sosial tapi lingkungannya sudah sangat terfokus dan punya aturan-aturan yang jelas gitu lho...

Last but not least, turut berdukacita atas meninggalnya 32 orang yang menjadi korban atas penembakan ini. Semoga mereka diterima di sisiNya, dan kepada keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan. Semoga Mora, mahasiswa Indonesia yang menjadi salah satu korban, dapat dipulangkan secepatnya ke Indonesia. Amiiiinnn...

Monday, April 16, 2007

Meet the oldies…

Akhir minggu ini adalah hari yang melelahkan sekaligus menyenangkan buatku, karena aku bisa bertemu dengan teman-teman lamaku. Sabtu sore sepulang dari kampus aku dan Aan mengunjungi rumah Ade di Ciputat. Ade ini mantan tetanggaku waktu kami masih di Riau. Tante Tien, mamanya Ade, baru saja sembuh dari stroke yang menyerangnya beberapa bulan yang lalu. Kasihan Tante Tien, sekarang sudah tidak bisa banyak bergerak. Beberapa syaraf di matanya pun terganggu karena stroke yang menyerangnya. Ternyata waktu itu, tekanan darah Tante Tien sampai mencapai 280/135. Amazing sekali Tante Tien masih bisa bertahan dengan tekanan darah setinggi itu. Sayangnya kami gak terpikir untuk bernarsis ria alias berfoto-foto hari itu.

Hari Minggunya, aku, Grace, Rini dan Reni berkunjung ke rumah Febta (we used to call her “Tweety”) untuk melihat Fikri yang baru lahir. Tweety adalah mantan tetangga kamarku di kos Cempakasari sebelum menikah, yang pernah mangkel sama aku karena dicuekin sama ibu kos-nya yang baru (Tweety sempat ngekos sama suaminya di Jalan Kober setelah menikah). Nggak tau kenapa, itu ibu kos lebih suka ngobrol sama aku ketimbang sama Tweety, dan sempat mengagumi aku. Saking sebelnya, Tweety sampai nyeletuk "iya bu, Mba Debby memang cantik, tapi saya yang laku". Hahaha... pastinya Tweety lebih cantiklah, secara ada cowok yang mau kawin sama dia gitu lho...sedangkan aku? Hiks!

Sebetulnya Fikri sudah tidak lagi tergolong "anak baru lahir", dia sudah berusia 4 bulan. Tetapi karena satu dan lain hal (antara lain kesibukan...ceile...), baru hari ini kami sempat melihatnya. Pasalnya, rumah Tweety jauh banget!

Fikri bukan termasuk anak yang sulit, dia senang sekali tersenyum. Di bawah ini adalah foto Fikri, mama Fikri dan tante-tantenya yang keren abizzz...(dari kiri ke kanan: Gracheq, Rini, Tweety & Fikri, gue, dan Reni - sayang sekali abinya Fikri sedang sibuk di luar rumah). Fikri belum sempat tersenyum sih waktu itu, karena dia sibuk mengagumi jari-jari Tante Debby yang lucu dan gendut2 kali ya...

Friday, April 13, 2007

Human rights and creative leadership!


Seharian ini kutelah mengerahkan mind, body and soul untuk menyelesaikan (at least) abstrak sebuah oral presentation dengan tema di atas. Demi jalan-jalan ke negerinya Ritajyoti bulan November mendatang, aku harus bersaing dengan beberapa graduated fellow yang juga bernafsu pergi ke sana. Sainganku berat-berat euy.

Sekedar menumpahkan sedikit uneg-uneg, sejak kemarin aku telah berganti judul sebanyak 3 kali, sampai akhirnya nemu satu judul yang mudah-mudahan ada hubungannya dengan tema di atas. Dengan bekal neuron-neuron di kepala yang tidak seberapa itu, aku berusaha menghubungkan keywords human resource, human capital, transformational leaders, creative thinking, dan human rights. Meskipun sampai sekarang masih rada samar-samar, rasanya sih semuanya bisa dihubung-hubungin (mudah-mudahan!). Tapi nggak tau juga kalo sudah ditulis, apakah aku masih sanggup melakukannya. Ah, demi India apapun kulakukan deh.

Harap-harap cemas, aku menanti hasil download-an file-file e-mule milik Bang Hamdi. Nggak nyangka kapasitas external HD-ku ternyata 120GB. Tadinya aku pikir cuman 60GB. Aku terlalu underestimate resources-ku selama ini. Jadilah file-file hasil download dari komputer para hacker seluruh dunia yang jumlahnya lebih dari 90GB pindah ke harddisk-ku dari HD bang Hamdi.

Dari pagi sampai sore kerjaanku hanya browsing file-file tersebut dan mencari file yang berhubungan dengan 5 hal di atas. Unfortunately, semua file yang kubutuhkan sudah kumiliki. Yaelaaaahhhh....cape dehhhhh...

Di sela-sela kekecewaan karena ternyata file yang berhubungan dengan 5 hal di atas hanya sedikit (beneran deh, ini artikel musti jadi cikal bakal proposalku supaya tidak sia-sia segala pengorbanan ini, secara aku sudah mencurahkan semua resources-ku gitu lho...), aku menemukan cukup banyak file kamasutra dalam berbagai bahasa. Busyet, bang Hamdi masih perlu belajar posisi-posisi ya? Aku pikir semua orang yang sudah menikah pasti punya "sex agility" a.k.a. instink untuk memuaskan pasangannya sehingga tidak perlu belajar dari orang lain. Bukan begitu? Atau aku bahas kamasutra aja kali ya? India sekali....siapa tau para juri justru tertarik sama topik ini dan right away langsung menominasikan aku. Hehehe...

Sehubungan dengan India ini, aku rada heran juga kenapa banyak fellow yang ingin ke sana. Padahal kan keadaan negeri dan iklimnya sama saja sama Indonesia. Bahkan mungkin lebih sederhana. Aku ingat ketika regional forum di UI tahun 2005 yang lalu, Ritaj mengatakan jamuan panitia sangat mewah, makan di tempat2 mewah, hotelnya pun mewah. Masa sih? Padahal waktu itu kita makan dengan alokasi dana tidak lebih dari Rp25.000 per orang, dan hotelnya pun hotel UI yang cuman bintang 3 kalo gak salah. Menurut Ritaj itu sudah mewah? Lha ntar di Jadavpur Uni peserta akan diberikan akomodasi seperti apa ya? Hihihihi...Tapi itu tidak menyurutkan keinginanku berkunjung ke India. Mungkin juga teman2 lain, ato jangan2 mereka ingin belajar kamasutra?

Sunday, April 08, 2007

De' Athu and my past

Kemarin aku akhirnya bisa ketemu De' Athu, my ex-neighbour ketika masih di Sungai Pakning. De' Athu yang masih aku panggil dengan sebutan "Dede" ini meskipun dia sudah punya satu adik lagi dan sekarang sudah berusia 20 tahun betul-betul mengingatkan aku pada masa kecilku yang menyenangkan.

Unlike any other school children yang dipanggil kakaknya untuk menghadap, De' Athu datang dengan oleh-oleh Kartika Sari! Hehehe...Dede...Dede...dia datang aja kami sudah sangat senang. Sekarang Dede sudah besar, langsing (waktu kecil Dede gendut dan menggemaskan dengan pipinya yang tembam) dan ganteng. Pastilah punya banyak penggemar. Kebetulan tante Ida telepon, dan meminta aku marahin Dede yang tidak serius belajarnya, maen terus. Ah, Dede sudah besar, sudah tau apa yang baik dan yang buruk. Tapi ya tidak dapat menahan diri juga untuk act like a sister, aku nasihatin dia for his sake only.

Keluarga Dede dan keluargaku ketika di Sungai Pakning sangat dekat. Rumah kami yang berdampingan sangat menguntungkan bagi kedua keluarga karena masing-masing bisa saling menjaga jika salah satunya keluar kota. Jadi Dede, Kak Dhika dan De' Uchi sering dititipkan ke mama kalau mama papa mereka dinas keluar kota. I was their sister for years and I can't forget how I acted like a sister for them everyday. Ketiganya memiliki sifat yang berbeda: Kak Dhika yang ekstrovert, nakal dan unpredictable, De' Athu yang pendiam dan tidak neko-neko tapi kalau sudah marah lebih baik nyingkir dulu, dan De' Uchi yang manja dan rada selfish.

Sekarang mereka sudah besar, dan it means I'm getting old, karena ketika mereka masih kecil aku dikategorikan "sudah besar". Dede dan Kak Dhika sekarang sudah kuliah, dan De' Uchi SMP. Tiba-tiba saja aku punya keinginan yang besar untuk punya anak, hiks. Terlebih ketika Oom Budi dan Tante Ida telepon dan nanya,"Kapan...??" dan aku jawab dengan lagu Koes Plus "Kapan kapaaannn..." dan sebuah kalimat klise "Oom dan Tante doain ya..." Hehehe...