Debby@Home

“I asked God for strength that I might achieve; I was made weak that I might humbly learn to obey. I asked for help that I might do greater things; I was given infirmity that I might do better things. I asked for all things that I might enjoy life; I was given life that I might enjoy all things. I got nothing that I asked for, but everything I hope for; almost despite myself, my unspoken prayers were answered. I among all men am truly blessed”

My Photo
Name:
Location: Depok, West Java, Indonesia

I am an ordinary woman with extraordinary interest in everything

Wednesday, February 27, 2008

I'm back!

Dear friends,

I'm back now to reality, and everyone didn't tell me that this morning I had to do the presentation for my research proposal. Gosh! What did they think? I really thought that the panel presentation was done already on Monday, so I didn't care much about that. This morning I was called at 9 am to get hurry to campus and take over the responsibility ( I'm not the main researcher here, but I wrote the proposal hehehe). So I got hurry to campus and straight to PSJ. Phewww...The reviewers were so tight, needed more details. How could I write detail proposal, I was forced to write in 1 day! Even Cuong's proposal was much more broader than mine!

Btw, I didn't shop much in Goa, because we only had 2 hours shopping. So guys I'm so sorry that I didn't buy you souvenirs. I bought Indian chocolate, but it's not really Indian chocolate! It was made in Turkey for God's sake!

Thursday, February 14, 2008

Nightmare before leaving Jakarta

Tomorrow is the D-day, and still worried about what I am leaving here. The improvement of our research proposal is already uploaded, so not so worry about it. The presentation is on Feb 25, which is I will not be here but bang hamdi will take care of it (oh God, please remind bang hamdi not to leave Depok at the presentation day. He's not yet a professor, but his behavior is already professorlike, if you know what I mean :P)

Then the research on children with extraordinary IQ at preeminent high schools. Phewww...this is a very difficult one. But we will do our best. Ringking is doing the rest. Hehehehe. This is not a nightmare though, since we can work on only small amount of samples to produce small amount of report. Hopefully everything's under control until I comeback to work it out, since I'm in charge of the report (aaaarrrrrggghhhhhhh.....).

Syllabus!!! Well...this is going to be constant nightmare since I have to read stacks of books and piles of case studies. In action April to May, everyday Monday to Thursday, 9 am to 3 pm. Can you figure out what kind of a person I will be after 2 months teaching since there are only 2 of us teaching the subject? I'm just sooooo grateful that my part at other classes will not that heavy.

And last but not least, KC and Aten. Well, I'm doing my best as their mediator (and third author kekekekeke). Aten has promised me to send his writing in Indonesian, and I will translate that in English and send it to KC. KC is waiting unpatiently (and sometimes it's annoying in my part) and Aten is working with his usual pace (slowly but sure - or slowly not so sure? only God knows). And I'm going out of country for nearly 2 weeks, while KC is waiting the article to be sent (Aten promised him to send the article early February!!!) Because of this, I lost my passion to write my own proposal. Oh God....

Finally, not a nightmare though, Ringking and I were treated lunch by Pak Enoch today at Bloc Cafe (hmmm yummy....). After lunch, the adults were looking for books at the bookstore, while Ringking and I were looking at "buy 1 get 1 free" t-shirt. There's a difference between intellectual and unintellectual ones. The intellectual will surely look for books when they find a bookstore, and the opposite one look for other than books! Or maybe in other way: adults will look for books, and adolescence will look for t-shirts. Hehehehe....very late adolescence though...

Anyway...we found 2 cool t-shirts - 100% imperialist produced by propagangster - : a yellow one with "Kill Bill: Let Linux Rules the World!" writing in the front, and a red one with "Stop Bush" writing. We bought the same t-shirts, and that means we already have 3 twin t-shirts. Alamaaaakkk....

Saturday, February 09, 2008

Yang tertinggal dari Thailand

Sebetulnya aku harus menulis satu entry lagi mengenai budaya di Thailand, dan cross culture comparison-nya dengan Indonesia. Bukan bermaksud menjelek-jelekkan Indonesia dengan memuji2 Thailand. ingin Indonesia gets better and better everyday.

Beberapa hal yang patut ditiru dari Thailand adalah sebagai berikut:
1. Budaya ngantri. Ngantri is a must buat orang-orang yang merasa datangnya belakangan. Ngantri masuk bis, rapid boat, BTS, maupun ketika mereka berbondong-bondong melakukan penghormatan pada raja dengan duduk tertib di sepanjang jalan Grand Palace. Tapi ternyata budaya ngantri ini cuman sampai Suvarnabhumi Airport saja. Ketika akan memasuki pesawat, ada orang-orang (terutama ibu-ibu) yang mendesak orang di depannya untuk bisa masuk pesawat paling duluan. Mungkin dia ketakutan tidak kebagian tempat duduk. But wait....itu bukan orang Thailand! Itu orang Indonesia asli. My God...gw belum take-off dari Bangkok tapi merasa seperti sudah berada di Indonesia.

2. Moda transportasi yang nyaman dan reliable. Transportasi di Thailand itu banyak pilihannya, tetapi semua pilihan itu tidak mengecewakan. Ada bis yang rutenya panjang-panjang tapi harga tiket cuman 15 baht (sekitar Rp 4500). Lalu ada rapid boat dengan harga tiket 18 baht, pick up dengan harga tiket 6 baht, BTS (Bangkok Skytrain) dan MRT (Mass Rapid Transit) yang harga tiketnya beragam tergantung jarak tapi paling mahal kalau tidak salah 60 baht. Pengalaman pertama menggunakan BTS cukup membingungkan (dan norak tentu saja - soalnya belum ada sih sistem bayaran transportasi seperti ini di Indonesia), kali kedua dan seterusnya kami sudah sangat mahir seperti orang Bangkok saja. Heheheh. Semuanya nyaman, dan tentu saja tidak perlu berjibaku dengan penumpang lain karena budaya ngantrinya itu. Bayangkan berdesak-desakan waktu naik rapid boat! Jatuh ke sungai mungkin biasa aja, tapi tengsin bo....Yang paling nyaman adalah taksi, dengan jarak sangat jauh hanya rata-rata berbiaya 150 baht (sekitar Rp 45 ribu). Tapi sediakan bekal bahasa Thai atau peta berbahasa Thai karena banyak sopir taksi yang tidak bisa bahasa Inggris, even English for dummy!

3. Jembatan penyeberangan yang fungsional. Jembatan penyeberangan di Bangkok semuanya berfungsi dengan baik. Tidak ada orang Thailand yang menyeberang sembarangan seperti di Indonesia. Meskipun jembatan penyeberangan letaknya sangat jauh, dan ada godaan untuk menyeberangi jalanan karena batas jalan yang tidak permanen, tidak satu pun orang terlihat menyeberangi jalanan! Sepulang dari Kanchanaburi, kami mendapatkan informasi dari pemilik guesthouse di Rama IX harus menyeberangi jalanan. Karena takut ditangkap sama polisi, terpaksa kami tertatih-tatih mendekati jembatan penyeberangan yang seperti fatamorgana itu. Jembatan penyeberangan terpanjang berada di bundaran Victory Monument, pusat kota Bangkok.
Jembatan ini panjangnya setengah bundaran Victory Monument. Dari halte bis, kalau ingin naik BTS kami harus naik jembatan penyeberangan ini dan menyusuri setengah bundaran monumen untuk sampai ke stasiun BTS. Di beberapa exit jembatan langsung masuk ke mal. Enak banget gak tuh....ngadem di mal setelah pulang kerja.

4. Thailand bebas dari sampah. Tidak benar-benar bebas sampah ya...terlalu ekstrim saya ini. Mana ada manusia hidup tidak nyampah? Di Thailand, sampah punya rumahnya sendiri, dan itu bukan di jalanan, atau di angkutan umum, di mal, atau di sungai. Saking bebas sampah, kita yang biasa nyampah bungkus permen di bis (nah ya ketauaaaannn) akhirnya menahan diri dan mengantongi kembali bungkus permen di dalam tas atau kantong baju. Alhasil, setiap kali pulang ke guesthouse kegiatan pertama adalah membersihkan tas dan kantong baju dari sampah-sampah.

5. Harga tidak nggetok orang baru (apalagi yang gak bisa bahasa Thai). Harga makanan untuk kami yang berwajah Thai tapi cuman bisa bahasa Inggris sama dengan other Thais yang bisa bahasa Thai. Baek banget kan? Kalau di Indonesia. jangankan di Jakarta, di Yogyakarta aja sering terjadi tindakan penipuan terhadap orang yang gak bisa bahasa Jawa. Tipsnya: bawa orang Jawa kalau mau makan lesehan di Malioboro. Kalau soal makanan, sebetulnya makanan Indonesia dengan Thai tidak jauh berbeda, kaya rempah2. Tapi taste asam dan pedas adalah taste yang umum di Thai. Jadi buat anda yang punya maag akut, bersiap-siap bawa Magasin atau Promag yang banyak karena tak ada makanan yang tidak pedas dan asam.

Di Thailand juga ada gado-gado dengan ingredients kol, kacang panjang, toge, timun, dll. Yang gak ada di Indonesia adalah daun putri malu!!! Siapa sangka pohon putri malu yang suka jadi mainan anak-anak di Indonesia, ternyata di makan di negeri orang? Makanan lain yang serupa dengan Indonesia adalah gulai dan kari yang juga dikenal di sana. Cuman ya itu tadi, pedas dan asam adalah rasa yang harus ada. Yang agak berbeda adalah rupa-rupa makanan gorengan yang ditusuk seperti sate. Rasanya uenaaak banget. Gorengan itu banyak rasanya: rasa ayam, rasa beef, rasa seafood, dll. Yang paling enak buat aku adalah rasa seafood. Lho kok jadi ngomongin makanan? Sah-sah aja dong...namanya juga cross culture comparison.

Begitulah hal-hal yang sama dan hal-hal yang berbeda antara Indonesia dan Thailand. Yang samanya sih gak banyak. Tapi aku percaya suatu hari nanti, kita akan jadi satu bangsa yang besar (maksudnya bukan secara populasi), bangsa yang disegani dan dielu-elukan oleh negara lain. Tidak seperti saat ini, tidak ada pihak luar yang menyebut Indonesia sebagai negara yang sedang bergerak ke arah yang lebih baik di antara bangsa-bangsa Asia yang sedang bertumbuh dengan positif. Kasihaaaan deh. Ayo kita buktikan, bahwa kita bisanya bukan cuman perang mulut dengan Malaysia. Kalau sekedar perang kata-kata mah, gue yakin Indonesia number one. Komentatornya bejibun dari tingkat RT sampai pemerintah pusat. Mari mulai bergerak.

Friday, February 08, 2008

Kening berkerut di Goa? Please deeehhh.....

Sampai hari ini sudah 6 artikel yang harus aku baca sebelum pertemuan BABA di Goa pada hari Sabtu mendatang. Prof Rajaretnam (academic committee, penanggungjawab, dan direktur dari International Centre Goa) tidak bosan-bosannya mengirimkan 2-4 artikel dalam sehari dimulai dari kemarin. Sepertinya email itu tidak akan berhenti sampai hari Kamis, hari dimana sebagian dari peserta sudah mulai beranjak dari negeri masing-masing. Jadwal berangkatku hari Jum'at, jadi masih ada satu malam untuk bernafas lega. Apakah semua artikel ini akan terbaca? Mudah-mudahaaannn...only God knows. Hehehe....

Melihat final draft dari acara BABA ini, aku agak kecewa karena idolaku Arundhati Roy tidak jadi diundang sebagai resource person. Padahal tadinya saking semangatnya, buku The God of Small Things yang sudah kubaca beberapa tahun silam, kubaca ulang! Tapi tak apalah...mudah-mudahan bertemu Sharukh Khan (horeeee....aku sudah benar spelling his name).

Hari ini sudah 2 artikel berat kulahap habis, yang topiknya adalah human security. Perdebatan konsep human security ini cukup seru, dan tampaknya setelah aku katam 2 artikel tersebut, perdebatannya tidak juga selesai. Jadi sampai sekarang, konsep yang mumpuni itu apa? Apakah East dan West masih akan tetap bersikukuh dengan konsep masing-masing? (East memandang human security as the freedom from want, sedangkan West memandang human security as the freedom from fear).

Kalo dipikir-pikir, dua-duanya bener aja menurut saya...bagaimana Easteners yang notabene people of developing to underdeveloped countries bisa memikirkan freedom from fear kalau kebutuhan dasarnya pun belum terpenuhi? Ilmuwan kadang-kadang suka mendramatisir masalah. Operasionalisasi konsep itu kan tergantung pada situasi tho? Belajar postmodernisme dong dari Pak Achyar biar tahu filsafatnya...Meski demikian, marilah kita hargai usaha orang yang sudah memberikan kita bacaan berat nan panjang ini.

Hari ini ada bacaan lain dari Pak Mahathir Mohammad (masih idup juga bapak ini?) yang [berani-beraninya] bicara tentang globalization with common development. Belum dibaca sih...karena ada bacaan lain yang lebih menarik yang juga dikirimkan raja, yaitu tentang
How Asians and Africans tend to view globalization favorably dan Towards an Asian Centred Form of Development. Lho kenapa lebih menarik? Bukankah Pak Mahathir juga orang Asia yang sedang berusaha berbicara tentang globalisasi? Iya juga sih...tapi dua artikel lain dikarang oleh orang lain. Hehehehee....no point at all....

Sudah ah...sebelum aku tertekan dan nafsu makan drop, kusudahi dulu tulisan ini sampai di sini. Aku belum makan malam soalnya.