Debby@Home

“I asked God for strength that I might achieve; I was made weak that I might humbly learn to obey. I asked for help that I might do greater things; I was given infirmity that I might do better things. I asked for all things that I might enjoy life; I was given life that I might enjoy all things. I got nothing that I asked for, but everything I hope for; almost despite myself, my unspoken prayers were answered. I among all men am truly blessed”

My Photo
Name:
Location: Depok, West Java, Indonesia

I am an ordinary woman with extraordinary interest in everything

Wednesday, July 25, 2007

50 x 2 = cepe deeeeehhhh....

Dua minggu ini aku merasa "physically and cognitively tired." Istirahat 9 jam sehari tidak cukup membuat aku fit keesokan harinya, karena setiap hari aku dikejar-kejar oleh berbagai pihak. Coba aku daftar dulu deh apa yang sudah membuat aku capek banget:

1. Anak-anak magister sains yang kehilangan induk. Aku mereview tesis 3 anak sains dalam tiga kali seminar tesis, dan menemukan dua diantaranya tidak layak disebut tesis. Sejak jadi reviewer, setiap hari aku dikejar-kejar oleh keduanya untuk supervisi perbaikan tesis tersebut, padahal aku bukan pembimbing mereka. Man....harusnya dunia akademik memberlakukan yang namanya "dosa pembimbing" supaya para pembimbing tidak sembarangan lagi.
2. Menguji tiga tugas akhir mahasiswa. Meski cuman tiga, tugas menguji lebih berat daripada membimbing, karena untuk menguji kita harus membaca tesis/tugas akhir dari a sampai z, sementara pembimbing tidak perlu lagi membaca karena sudah tahu dari awal kan isi tugas akhir mahasiswa?
3. Bikin proposal penelitian untuk diajukan ke Diknas. Kalau proposalnya adalah tentang bidangku, tidak perlu terlalu bersusah payah bikinnya. Lha ini, tentang representasi sosial multikulturalisme, etnonasionalisme, dsb. Alamaaaakkk....baca bahan2nya aja aku udah mau pingsan karena pake bahasa planet (ini istilahnya si Stany untuk menggambarkan istilah berbahasa Inggris yang dipakai di jurnal-jurnal ilmiah, yang katanya pake OXFORD SUPER FANTASTIC MEGA ADVANCED DICTIONARY juga berjam-jam baru ketemu istilah itu).
4. Bikin lingkup kompetensi apalah itu untuk tiap program di Pascasarjana. Hwaaaaaaaaaa.......
5. Ngajar....ngajar....ngajar...dimana aku tidak pernah sempat mempersiapkan diri karena sampai detik terakhir sebelum kuliah, adaaaa aja pekerjaan lain yang mengganggu.
6. Bikin tulisan untuk Komunitas Kapando yang deadline-nya Senin, 30 Juli besok. I mean...deadline for first draft. Rencananya bulan Oktober bukunya akan terbit. Dan waktu ditanya pada rapat terakhir, aku cuman bilang mo bikin tulisan tentang "creative leadership" , padahal apaan tuh creative leader, gak mudheng juga aku. Hehehe...
7. Kerjaan kecil-kecil, macam jadi juri di sebuah kompetisi, ato bantuin teman mahasiswa yang punya proyek di perusahaan, dll yang ternyata bisa menyita banyak waktu, kalau waktu kita memang sudah tidak banyak dari sononya.
8. Kawinan di sana sini. Kenapa sih banyak orang kawin akhir-akhir ini? Kenapa sih mereka tidak kawin pada saat semesteran sudah dimulai saja? Kenapa sih...gue gak kawin2? Lho pertanyaan ini kok nyasar?

Speaking of marriage, ada kejadian yang bikin aku semakin tersadar, what a small world we live in. Dimulai dari pernikahan Tristi, anaknya Bu Lieke hari Sabtu yang lalu. Bu Lieke ini mantan dosenku yang sekarang jadi rekan kerja, yang punya anak perempuan satu-satunya dan sering dijadiin supir dadakan oleh Bu Lieke kalo supirnya sedang tidak ada. Tristi menikah dengan seorang lelaki (ya iyalaaaahhh) yang aku tidak kenal tapi yang pasti si Tristi kenal (hehehe....).

Waktu menghadiri resepsinya di pinggir kolam renang sebuah kafe, ekspektasiku adalah akan bertemu rekan-rekannya Bu Lieke dari komunitasnya Bu Lieke dan "Pak Lieke" (tau sendiri kan range usianya...secara Bu Lieke itu sudah berusia di atas 60 tahun kira-kiranya).
Selebihnya adalah teman2nya Tristi dan suaminya. Aku tidak menyangka akan bertemu Kak Deni di resepsi ini. Ternyata si Heri Sadono suaminya Tristi, adalah rekan Pulsarian-nya Kak Deni, dan rekan di klub Suzukinya Kak Haris. Kak Deni sebetulnya sudah posting email di milis kami untuk Kak Haris, apakah Kak Haris akan menghadiri resepsinya Heri Sadono. Tapi karena aku gak ngeh sama namanya calon suami Tristi, aku pikir orang lain kali yeee...Kak Haris bilang, ada pernikahan rekan kantornya di Halim, jadi tidak bisa ikut.

Aku curiga rekan kantornya Kak Haris jangan-jangan Marino Baroek, temannya Alison adikku. Maka keesokan harinya, aku posting di milis tentang reuni-an dadakan dengan Kak Deni di pinggir kolam renang daerah Ciputat, sembari bilang "what a small world" kalau benar yang dihadiri oleh Kak Haris adalah resepsinya Marino.

And guess what! Kata Kak Haris benar itu resepsinya Marino! Hahahaha....Karena Marino ini juga asalnya dari Riau, dikira Kak Haris kita tetanggaan di Riau. Ya sih, sama2 di Riau, bedanya dia di CPI, sementara aku di Pertamina. Gak nyambung amat ya? Yang benar adalah, Marino itu teman kuliahnya adikku, dan sempat jadi komunitas tak tetap Ciumbuleuit.

Well, kejutan-kejutan menyenangkan seperti ini membuat hidup jadi tidak membosankan. Hehehe...tapi setelah balik lagi ke kampus, ketemu muka-muka memelas yang harap-harap cemas karena semester ini adalah semester terakhirnya...aku jadi lemes lagi. O God...agaaaiiiinnn????!!! Sabar...sabar...bulan Agustus semuanya akan selesai, dan aku bisa bernafas legaaaaa banget.

Wednesday, July 18, 2007

Musibah
Hari Senin sore sepulang dari Bandung aku menerima kabar mengagetkan tentang Andy yang mengalami kecelakaan di Cikarang. Andy baru pulang touring dari Semarang bareng teman-temannya, perjalanan yang panjaaaaang dan disponsori oleh "Bajaj hitam warnanya". Wah, berani juga si Andy!

Kabar buruk lainnya datang dari sms forward-an Aryo, yang isi sms-nya bikin aku takut. Tapi what I should do next is contact Eka, Andy's wife. Sebetulnya hari itu suasana hatiku lagi buruk, masih shocked karena tadi di jalan tol sempet hampir menubruk truk yang gak salah apa-apa. Sampai di rumah malah nangis sehabis ditelepon adikku, yang katanya juga kena marah padahal dia gak salah apa2. Lha piye, aku yang salah kok banyak orang yang kena getahnya. Dapat sms Andy kecelakaan, nangis lagi. Ah sebel! Kadang-kadang sifat sensitifku ini sangat mengganggu karena jadi gak bisa berpikir jernih. Adikku sampai bilang aku gampang sekali tersinggung. Mungkin bukan gampang tersinggung, tapi terlalu sensitif. Hehehe...

Untuk menenangkan diri, aku berlama-lama di kamar mandi. Semua kejadian yang aku alami sejak hari Sabtu sampai Senin flashed back di kepalaku, mulai dari kejadian hari Sabtu lalu waktu aku ngantuk di jalan tol dan hampir mengalami kecelakaan di sekitar km 29-30 (itu juga di Cikarang!!!), lalu kemudian aku mengalah dan minggir di tempat peristirahatan km40 ketika tahu aku tak bisa melawan kantuk jadi lebih baik tidur dulu di parkiran mobil. Lalu hari Senin ketika aku pulang dari Bandung, hampir menabrak truk karena gundah mendapat sms marah-marah (pelajaran kedua: jangan baca sms di tengah jalan apalagi ketika jalanan lagi rame). Lalu mendapat sms Andy kecelakaan motor di Cikarang. Oh my God! Tiba-tiba semuanya menjadi tidak penting lagi.

Sehabis mandi lebih dari sejam (padahal luluran pun tidak, jadi ngapain aja?) aku langsung telepon Eka, istrinya Andy. Suara Eka masih terdengar lemah, dan menceritakan kejadian detail waktu kecelakaan tersebut. Andy mengalami patah tulang di paha kiri dan kanan, tapi syukurlah hanya itu. Dia tidak mengalami luka dalam. Rencananya Selasa operasi. Aku berjanji ke Eka akan datang besok ke rumah sakit.

Hari Selasa aku berencana ke rumah sakit agak siangan, karena mau ke dokter gigi dulu. Setelah dari dokter gigi, aku akan bezoek Andy yang berada di rumah sakit yang sama, lantai 5. Tapi renancanya buyar kabeh, sampai jam 5 sore kerjaan bertubi-tubi menghantam. Ada mahasiswa yang minta dibantuin bikin proposal proyek, dan mahasiswa lain yang tesisnya masih berantakan karena pembimbingnya terlalu sibuk. Lalu hasil ujian seleksi mahasiswa juga sudah datang dari rektorat (dan begonya mereka hanya memberikan hardcopy-nya saja, gimana tidak jengkel? Emang siapa yang kurang kerjaan mau ngetik ulang semua itu?) Sampai-sampai meeting dengan MEM soal proposal hibah bersaing tidak sempat dilakukan. Tapi karena sudah lebih dari jam 5, aku ngabur dari TKP.

Tidak sempat beli oleh-oleh di supermarket, aku turun ke Alfamart dan beli oleh-oleh seadanya saja. Eh pelayan Alfamartnya lelet banget! Iya sih, dia masih baru. Tapi kok kenapa ketika aku sedang buru-buru, aku tidak mendapat bantuan dari manapun untuk membuat semuanya lebih simpel? Akhirnya sampai di rumah sakit sudah jam 6. Dokter gigiku sudah tidak menerima pasien, ya sudahlah besok-besok aja giginya dibenerin. Sampai di lantai 5, aku nanya Satpam Ruang Dahlia dimana. Satpam nanya mau mengunjungi siapa, aku baca whiteboard dan nunjukin namanya Andy, tercantum begini: Bpk. Andi. Sedikit protes ke satpam, aku bilang, Bpk. Andi itu temenku, tapi namanya Andi pake 'y'. Hehehe....

Teman-temanku (Okti, Aya, Pippi dan Bekti) sudah di sana, bersama Eka dan Andy. Andy masuk ruang operasi jam 11, dan baru keluar sekitar jam 15.30. Jadi dia baru saja selesai operasi, pantas masih bisa tersenyum. Wong obat biusnya masih bekerja. Aku gak bisa ngomong yang serius-serius, jadi untuk meredakan keteganganku sendiri, aku ajak Andy bercanda. Andy cuman bisa tersenyum. Teman-temanku yang lain juga mantan pelawak semua, jadi suasana bisa lebih santai. Andy sudah bisa menggerakkan kedua kakinya, syukurlah. Tapi yaaa...mana boleh menyentuh kaki yang habis operasi. Bisa dibunuh gue sama Andy.

Intinya, Andy is okay now. Kata dokter, dia hanya perlu di rumah sakit selama 5 hari, selebihnya pemulihan di rumah saja. Mungkin dalam beberapa ini aku bezoek Andy lagi kalau lagi sadar mengunjungi dokter gigi yang pasti sudah merindukan gigiku. Selebihnya ya, bezoek di rumahnya saja, selain lebih santai dan boleh berlama-lama, bisa duduk bebas juga.
Ini Andy sesudah menjalani operasi selama lebih kurang 4,5 jam. Sampai jam 6 masih mampu bangun dan menyalami tamu-tamu yang bezoek, tapi hampir jam 7 ketika kami baru akan pulang sudah tidur nyenyak setelah nenggak obatnya. Selang transfusi darahnya masih jalan, sudah habis 5 kantung darah, mudah-mudahan tidak ada darah vampir.

Ini Andy yang lagi bobo, Eka yang sudah dua hari tidak masuk kerja, dan Aya yang kayak ibu-ibu pengajian sedang kunjungan. Hehehe...peace Ay....btw, aku rada minder ketemu sama teman-teman lamaku yang sudah jadi "kepala" semua...ada yang sudah jadi Bu Melling karena menggantikan Pak Melling jadi IRC Head (tadinya gue pikir dia kawin sama Pak Melling!), dan Aya yang akan menggantikan EJB. Hiii ngeriiiii....tapi aku ikut bangga karena prestasi teman-temanku.

Pulang dari rumah sakit, kami sepakat untuk bertemu sekali lagi dalam suasana happy, untuk "memutus rantai" ngumpul karena ada musibah saja. Aku setuju-setuju aja, tapi aku suka gak setuju sama tempat ngumpul mereka yang rata-rata di kawasan segitiga emas. Bukan apa-apa, three in one-nya itu bikin keder. Katanya ngumpul di Senayan City saja, bisa lewat Universitas Moestopo. Where the hell is Universitas Moestopo??!!

Friday, July 06, 2007

Remote si Timmy

Senin kemarin aku pulang ke Jakarta mengendarai si Timmy tanpa menyadari remote-nya ketinggalan di Bandung. Remote itu memang sudah terpisah dari gantungan kunci si Timmy sejak dia pulang dari Bali, thanks to Aan. Waktu itu sudah ada firasat buruk, someday....remote itu akan ketinggalan entah dimana, dan bikin repot saja.

Benar saja, kemarin si Timmy kehilangan remote untuk yang pertama kalinya. Ini pun, thanks to Aan (again?) yang sok-sokan manasin Timmy pagi-pagi padahal berangkatnya masih lebih dari setengah jam lagi. Setelah nyalain mesin, remote yang biasanya ditinggalkan di mobil dibawa masuk lagi ke dalam rumah. Ya siapa yang tau kalau remote imut tapi jelek itu sudah tidak berada di tempat yang seharusnya?

Aku baru menyadari kehilangan remote itu waktu sudah nyampe rumah. Lama amat ya nyadarnya, sampe 3 jam kemudian. Pake gak yakin dulu, siapa yang harus disalahkan atas kehilangan itu. Setelah yakin bukan salahku, mulailah aku menghubungi adik-adikku, dan dengan malu-malu Aan mengakui dia ninggalin remote itu di Bandung. Hwaaaaa...kalau aku yang ninggalin, pasti aku dituduh tidak becus. Lalu aku telepon ke Bandung, benar saja...kata Miftah ada di whiteboard dekat telepon.

Aan dan Alison menasihati untuk mencoba cara manual membuka mobil itu. Masalahnya, dulu aku pernah mencoba membuka mobil itu manually. Apa yang terjadi? Alarm-nya yang memekakkan telinga menjerit-jerit dan aku panik setengah mati. Untung ada remote yang bisa mematikan alarm. Lha kalo gak ada remote, aku musti matiin alarm pake apaaa? Kata Aan copotin kabel aki. Kabel yang mana tuh? Tiba-tiba aku tak tertarik mencoba membuka mobil secara manual.

Dasar memang lagi mumet, gak kepikiran minta tolong Miftah kirim remote pake Tiki. Untung ada Mbak Ami yang berpikir lebih jernih, dan menyarankan aku telepon lagi ke Bandung dan minta remote itu dikirim. Bener juga. Maka aku telepon lagi ke Bandung, dan minta tolong Miftah kirim lewat Tiki ONS (over night service). Sialnya, si Miftah tidak ngerti kirim2 barang lewat Tiki. Halah...di jaman kemerdekaan ini masih ada yang gak ngerti kirim paket? That's what I don't understand about Miftah. He's surrounded by many intelligent people and he doesn't take any advantage on that. Ckckckckck....

Maka aku suruh dia minta tolong Hendro ngirimin itu remote. Untung masih ada Hendro di rumah. Selasa dikirim, Rabu sore nyampe. Rada terlambat, tapi masih tergolong over night juga sih, hehehe. Akhirnya aku baru berani buka si Timmy, dan memanaskan mesinnya. Hampir tidak bisa distarter *berlebihanmodeon*. Timmy...Timmy...saking pinternya, suka mengambil keputusan sendiri. Tiba-tiba suka ngunci sendiri. Tiba-tiba alarm bunyi sendiri. Tiba-tiba jalan sendiri (bo'ong kalo ini).

Kamis pagi aku bawa Timmy ke kampus, guess what...mas-mas yang nyerahin kartu IMK (ijin masuk kampus) bilang stiker IMK sudah ada yang baru. Iya sih, di stiker yang lama waktu berlakunya Januari s/d Juni doang. Sekarang udah Juli. Sialnya, stiker belum nyampe ke fakultas. That means, mulai besok kudu bayar deh. Huh...salah siapa nih kalo Manajer Fasum kurang tanggap?

Keterangan gambar: di atas adalah remote si Timmy yang udah jelek tapi masih tetap berjasa. Buktinya kemarin waktu ketinggalan, dia bikin panik aku. Semoga besok-besok tidak bikin masalah lagi.

Wednesday, July 04, 2007

"No man is an island"

Frase di atas diciptakan oleh John Donne (1572-1631), seorang penyair jenius dari Inggris (btw kenapa banyak jenius berasal dari Inggris ya?) yang pada usia 11 tahun udah masuk Oxford Uni (phewww...he's a real genious!).

Anyway, I'm not gonna tell a story about Donne, since he's so famous everyone could tell even his personal life. His famous work, "No man is an island" was a very astonishing work I've ever heard since a friend of mine introduced this phrase long long time ago.

Back in the year 1998, there was a competition held by AT&T, AT&T Virtual Classroom Contest. Waktu itu aku masih bekerja di Tirta Marta School. Secara nekat, aku mencemplungkan siswa-siswaku mengikuti kontes ini dengan aku sebagai pembimbingnya. Waktu itu, kontes itu adalah tentang membuat sebuah website, harus dikerjakan sendiri oleh para siswa, pembimbing tidak boleh ikut campur. Membuat website pada waktu itu masih merupakan "hobi" yang sulit, karena harus menghafal bahasa HTML. Tapi mungkin akan fine-fine aja kalau dibikin oleh tim yang secara geografis dekat.

Karena tema-nya yang virtual classroom, maka kontes ini dibuat lebih sulit dan kompleks dengan persyaratan tim terdiri dari tiga sekolah, salah satunya harus berasal dari negara lain. Kita bisa picked our own team from the repository. Karena itu tugasnya pembimbing, maka aku harus mencari dua sekolah lain, at least one of them dari negeri lain. Sayangnya, sekolah Indonesia yang ikutan kontes internasional itu pada saat itu hanyalah sekolahku dan SMAK1. Padahal aku punya dua tim, satu di SMP dan satunya lagi di SMA (kemaruk banget deh, baru ikutan pertama kali sudah punya 2 tim hehehe).

Untuk tim SMA, aku berkenalan dengan seorang guru dari Estonia dan dari St. Julie Billiart School (USA). Kami bersama secara virtual menandatangani kesepakatan kerjasama dalam membuat website, baik lewat email, chatting maupun video conference. Ohya, kami dapat webcam dari AT&T for free, tapi aku harus berjuang keras untuk mengambil kamera itu di kantor pos besar tanpa pajak yang gila-gilaan karena dikira barang mewah, padahal si pengirim sudah menyertakan disclaimer gede-gede di paket "FOR EDUCATIONAL USE."

Itu kali pertama aku berhubungan dengan birokrasi dan tingkahlaku korupsi. Aku sampai harus berkonsultasi dengan YLKI untuk itu. Didukung siiihhhh...bahwa untuk keperluan pendidikan bebas pajak, tapi teteeeeepppp...musti mbayar orang kantor pos untuk ngeluarin barang itu. Dengan kesel aku berdebat, bahwa software kamera itu sudah nyampe duluan ke alamat (untung AT&T mengirimkan softwarenya pada paket yang berbeda), dan kalaupun kamera itu ditahan di kantor pos, won't be any use without the software.

Aku berhasil negosiasi booo...tadinya kudu bayar Rp 2 juta something, bisa turun jadi Rp 200 ribu aja, tidak pakai kwitansi. Kayak tawar-menawar di pasar aja. Padahal kata pihak AT&T, harga kamera itu kalau dikonversi ke rupiah cuman Rp500ribu. Hehehehe. Itung-itung amal lah sama birokrat kantor pos yang sudah makmur itu (kelihatan dari gede perutnya :)). Pantesan aja banyak tumpukan barang kiriman dari luar negeri yang tidak diambil oleh pemiliknya, karena untuk ngeluarinnya musti "bayar pajak" sih. Sedih bener ya negeri ini...Tapiiiiii, itu kan tahun 1998, nearly 10 year ago, I hope everything's changed now.

Back to the contest, setelah mendapatkan partner schools, kami pun sibuk mencari tema website. Semuanya menawarkan alternatif. The motherly teacher from St. Julie Billiart School menawarkan tema "No man is an island", dan aku sangat tertarik dengan tema tersebut. Maka jadilah "No man is an island" the soul of the future website. That was the first time I heard of John Donne, and I fell in love with this man....eheheehe...don't blame me, I'm easily fall in love with smart people.

Dengan susah payah kami membangun website. Gimana tidak susah payah? Bahasa memang tidak jadi masalah, karena my students were great in English. Tapi perbedaan waktu kami sangat tajam, dengan Estonia kalo tidak salah 7 jam, dengan USA 12 jam. Gimana caranya melakukan real time meeting using the webcam? Akhirnya untuk tim SMA, webcam jadi tidak berguna. Instead my students used emails a lot. Untuk tim SMP, yang kerjasama dengan sekolah dari Jepang dan Australia, waktu relatif tidak menjadi hambatan karena bedanya tidak banyak. Mereka bisa melakukan web conference all the time (in fact they did it...almost everyday) using the webcam. Tidak sia-sia pengorbananku bernegosiasi sama people from the post office.

Well, setelah kontes itu selesai, meskipun kami tidak keluar sebagai pemenang, everybody's satisfied. Ini bukan kerja individual, ini kerja tim. Kami sudah membuktikan, bahwa kerja sama-sama hasilnya lebih baik daripada kerja sendiri. Kami tidak bisa hidup sendiri, self sufficient like a hermaphrodite. We are all interconnected, no matter how far we reside from each other. Bahkan, kami bisa mengatakan "what a small world we live in", atau menggulingkan kembali teorinya Galileo dengan mengatakan "the world is flat." Nah lho...

Students learned a lot from this experience. Berita tentang keikutsertaan kami bahkan masuk ke Jakarta Post. Ikut doang aja masuk berita, gimana kalau menang?
No man is an island, entire of itself; every man is a piece of the continent, a part of the main; if a clod be washed away by the sea, Europe is the less...any man's death diminishes me, because I am involved in mankind.
I miss my students...and their incredible intelligences. As I said before, I love smart people, be it man from the past, present or future, be it children, adolescence or late adult, I don't care...

Sunday, July 01, 2007

Traditional way in a modern site

Kemarin aku menemani tante dan sepupuku belanja di sebuah hipermarket di Bandung. Si tante yang asalnya dari Pakning ini punya misi mengantarkan sepupuku sekolah di Bandung. Dia cuman punya 2 anak, Mike dan Margaretha, yang dua-duanya sekarang berada di Bandung. Mike sudah terlebih dulu ada di Bandung, dan saat ini akan melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi.

Karena Etha (panggilan kecil Margaretha) pun akan melanjutkan SMA-nya di Bandung, maka untuk menghemat biaya hidup kedua anak tersebut, yang berdampak pada penghematan kiriman uang buat mereka (hehehe) maka si ibu punya rencana membelikan sebuah magic com untuk menanak nasi. Lauknya beli di luar. Cara begitu bisa bikin hemat katanya.

Kembali ke hipermarket, kami pun melihat-lihat magic com yang ada di sana. Si tante ingin membelikan magic com yang kecil saja. Kutunjukin yang paling kecil, cukup untuk makan berdua. Eeee...si tante gak mau. Katanya kekecilan. Lha yang setingkat lebih besar dari itu, menurut skala aku sudah terlalu gede untuk makan berdua. Trus si tante bilang, jaga-jaga untuk makan berempat, kalau nanti orangtuanya datang bertandang ke Bandung. Halah...tadi nyari yang cukup untuk makan berdua, sekarang yang cukup untuk makan berempat. Piyeeee....Ya sudah, akhirnya dia tertarik pada sebuah magic com yang menurutnya harganya sudah murah, dan didiskon pula. Beruntung sekali si tante.

Tanteku ini punya bakat otak dagang. Dia bilang, di Pakning dia ngasih kredit ke orang-orang, untuk sebuah magic com dihargai 350ribu rupiah. Sedangkan harga magic com di hipermarket itu kurang dari 200ribu. Bisa untung banyak kalau dibawa ke Pakning. Lalu aku sambung saja khayalan dia, kukatakan dia musti sewa kontainer untuk membawa magic com-magic com itu, dan dengan demikian dia tidak perlu naik pesawat ke Pekanbaru. Numpang di kontainer itu saja. Si tante memang tidak suka naik pesawat terbang. Setiap kali terbang kepalanya sering dihantui pikiran-pikiran buruk pesawat jatuh, hilang atau terbakar di atas.

Gimana caranya ya melakukan disensitisasi untuk orang-orang fobia terbang? Sudah kucoba menjelaskan bahwa menurut hasil penelitian transportasi, menggunakan pesawat terbang relatif lebih aman daripada moda transportasi lain seperti perjalanan darat atau kapal laut. Lagipula dari segi waktu, pesawat terbang lebih hemat. Dari segi biaya, tentu saja naik pesawat sekarang ini lebih murah dibandingkan naik transportasi lainnya. Itu semua tidak mempan buat si tante. Akhirnya, dengan putus asa tapi rada kejam, kukatakan kalaupun terjadi kecelakaan pesawat terbang, matinya lebih cepat daripada naik transportasi lain. Jawabannya apa? Kalau kecelakaan pesawat, kuburannya tidak diketahui. Tidak sempat ngasih pesan-pesan terakhir kepada keluarga tercinta. Kalau naik darat, mati lebih lambat...masih sempet ngasih pesan-pesan terakhir. Hehehe...

Balik lagi ke hipermarket, setelah memilih dan mengetes satu magic com, kuambil satu trolley dan meletakkan magic com itu ke dalam trolley. Kata tante mau beli beras seperti beras yang ada di rumah Ison. Waktu aku mencatat nama dan alamat pada kertas yang diajukan pramuniaga magic com, si tante mengeluarkan dompetnya. Sekilas aku lihat dia menghitung sejumlah uang dan menyerahkannya ke Etha. Aku lega, kupikir mau diberikan ke pramuniaga. Lalu setelah selesai menulis dan mengembalikan kertas tersebut ke pramuniaga, aku mengajak mereka untuk melanjutkan pencarian. Etha tiba-tiba menyodorkan uang tersebut ke pramuniaga. Gubraaaakkkk...Kontan aku dan sang pramuniaga ketawa terbahak-bahak (si pramuniaga mah baru ketawa setelah aku ketawa....takut menyinggung kali). Lalu kudorong Etha sambil bilang,"keep the money until we finish shopping."

Pak Tukul Arwana kalau lihat kejadian itu pasti teriak,"katro...ndesoo..." Tapi aku maklum sajalah...si tante memang belum pernah belanja di sebuah hipermarket yang tiap item-nya ada penjaganya. Dipikir metodenya tidak beda sama pasar tradisional. Padahal si tante sering jalan-jalan ke Pekanbaru dan Medan. Jadi selama ini dia tidak pernah berbelanja di supermarket!! Pantesan kaya....