Debby@Home

“I asked God for strength that I might achieve; I was made weak that I might humbly learn to obey. I asked for help that I might do greater things; I was given infirmity that I might do better things. I asked for all things that I might enjoy life; I was given life that I might enjoy all things. I got nothing that I asked for, but everything I hope for; almost despite myself, my unspoken prayers were answered. I among all men am truly blessed”

My Photo
Name:
Location: Depok, West Java, Indonesia

I am an ordinary woman with extraordinary interest in everything

Saturday, April 22, 2006

Today’s activity

Hari ini ada meeting untuk konferensi pertama Asian Psychological Association (disingkat APsyA) yang akan diselenggarakan di Bali bulan Agustus besok. Meeting kali ini dilangsungkan di Taman Rasuna, apartemennya Dien, salah seorang mahasiswa Insos.

Janjian sama Ringking jam 10 di Gedung B, it turned out that I had to do homeworks first. Kelar urusan pekerjaan, tiba-tiba aku sakit perut. Waaaa…kok perut ini gak bisa kompromi? Ringking bilang nunggu di Gedung A, akan berangkat bareng Pak Ito. I said I was in toilet, and the news spreaded all of a sudden. Buru-buru aku berangkat ke gedung A, di sana sudah nunggu Alfin dan Pak Ito, yang sudah terinform dengan baik, thanks to Ringking!

Jalanan macet di mana-mana, kami memilih unusual roads. Ohya, Ringking was the driver, and she’s driving very well in Pak Ito’s matic Hyundai Trajet. Kata Alfin, Ringking magangnya di bis kuning selama 5 tahun. Sepanjang perjalanan kami mendengar rekaman The Professor’s Band dengan tembang lawasnya. Suara Pak Paulus Wirotama was good, Pak Usman juga, then yang lain-lain (terutama suaranya Winda mantan finalis Indonesian Idol, she’s very ok…I was wondering kenapa dia tidak menang di Indonesian Idol). Waktu tiba giliran Pak Ito menyanyi bersama Astrid, rasanya suara Pak Ito kedengaran malu-malu, behind Astrid’s voice. Ketika aku komentari, Alfin ketawa terbahak, dan berkata,”kata ‘malu’ dan ‘mas Ito’ kayaknya tidak cocok deh” Well…masa aku harus bilang, malu-maluin? Hehehe…

Pak Ito bilang proses mixing dan mastering rekaman tersebut dilakukan di Singapura. Di Indonesia belum ada yang jago membuat master rekaman dengan baik. Katanya lagi, kalau suara rada-rada fals, bisa dikoreksi. Hebat juga ya teknologi, tapi kan suaranya jadi tidak asli lagi…

Sampai di apartemennya Dien sudah jam 12 siang. Di sana sudah menunggu tim dari Untar, wakil dari XO (event organizer acara kita) dan Pak Luluk, serta Dien tentu saja. Pak Ito langsung memulai meeting tanpa pembukaan terlebih dahulu, betul-betul tidak menghabiskan banyak waktu.

The meeting lasted in 1 and a half hour, then we had lunch (Kentucky Fried Chicken! Urrrgghhh). Karena Pak Ito ada meeting lain di Depok, maka kita harus cepat-cepat pulang ke Depok. Jam 2-an sore kita pulang. Jalanan macet, orang-orang mau pergi entah kemana. Kayaknya mobil-mobil dari semua rumah tumpah-ruah di jalanan. Kami sampai di Depok sudah cukup sore, tapi masih sempat untuk meeting lagi kayaknya, karena Pak Ito harus pergi lagi ke Cempaka Putih jam 4 sore karena ada janji jam 5.30.

Sunday, April 02, 2006

Bertemu Mbak Ami

Libur panjang dari tanggal 30 Maret sampai dengan 1 April kemarin aku isi dengan kegiatan mengunjungi Mbak Ami di Cirebon. Sebetulnya ide mengunjungi Mbak Ami ini sudah lama muncul, waktu aku dan Rini sowan ke rumah Mbak Esthi yang baru di Persada Depok bulan Januari yang lalu.

Tapi begitulah, kalau direncanakan jauh-jauh hari, ada saja halangan untuk bisa pergi bareng. Sampai akhirnya, aku dan Vivi berencana pergi bareng berdua saja. Rencananya kurang dari seminggu sebelum berangkat, hanya via email. Diawali dengan obrolan ngalor-ngidul soal keadaan Mbak Ami sekarang, sampai omelan Vivi yang panjang lebar karena kelupaan diajak ke rumah baru Mbak Esthi. Lalu akhirnya tercetus ide, ngapain nungguin semuanya bisa, kalau kita berdua saja bisa pergi ke Cirebon, why not?

Akhirnya kamipun merencanakan pergi ke Cirebon selama 2 hari, dari hari Kamis sampai Jumat, menjenguk Mbak Ami di Plumbon dulu, lalu cari hotel di Cirebon.

Kami menggunakan kereta Cirebon Express. Sampai di Gambir, kereta pukul 9.40 sudah penuh, no seats available. Kereta pukul 10.45 masih ada seat, tapi gerbong eksekutif sudah penuh. Terpaksa membeli tiket bisnis. Sudah kebayang panas di dalam kereta. Untung Vivi bawa majalah Cosmo 2 edisi, jadi agak sejuk rasanya di dalam kereta yang panas (meskipun akhirnya majalah itu tidak kunjung dibaca karena ketiduran).

Sampai di Cirebon jam 14.00, kami mengikuti petunjuk Rumani, adik laki-laki Mbak Ami. Naik becak dari stasiun, 4 ribu perak untuk mencapai angkot GP. Tukang becak menawari mengantar kami sampai Plered 20 ribu rupiah, tapi aku kasihan sama dia. Rasanya Plered – Cirebon cukup jauh untuk ditempuh dengan menggunakan becak, apalagi tujuan kami bukan Plered, tapi Plumbon.

Mencapai rumah Mbak Ami cukup mudah, karena jalan ke Plumbon lurus-lurus saja. Apalagi sesampai di depan rumah, Mbak Ami sudah menunggu di tepi jalan. Waaaaa…kangen sekali!!! Ternyata mbak Ami belum sembuh betul. Jalannya masih pincang, karena katanya kaki sebelah kanan lebih pendek daripada kaki sebelah kiri. Bingung aku, sakit apa sih yang sedang diderita Mbak Ami?

Akhirnya aku bisa juga sampai di rumah Mbak Ami, yang terletak di belakang gudang kayu, di sebelah industri rotan. Tidak jauh dari rumah Mbak Ami ada sanggar yang katanya hari itu akan dikunjungi oleh wisatawan bule yang ingin melihat orang-orang sanggar berlatih menari. Mbak Ami mengajak kami jalan-jalan, mulai dari warung saudaranya yang menyediakan gado-gado, sampai ke bekas rumah Dewi Yul di kompleks PTP. Penjelasan tiap-tiap rumah yang kami lewati sepanjang perjalanan cukup lengkap, sampai ke rumah teman masa kecilnya yang sekarang sedang sakit jiwa karena masa lalunya yang kelam. Begitulah Mbak Ami, kalau bercerita sangat lengkap sehingga kami seperti sudah lama berada di Plumbon.

Mbak Ami melarang kami menginap di hotel, dia memaksa kami untuk menginap di rumahnya saja. Tidak enak menolak, kamipun menginap di rumah Mbak Ami. Aku tidur di kamar Mbak Ami, sedangkan Mbak Ami dan Vivi tidur di kasur di depan televisi.

Cirebon di malam hari ternyata puanaaaasss buanget! Aku nggak bisa tidur. Di kamar Mbak Ami gak ada kipas angin. Aku terpaksa mengambil air minum dari kulkas dan mengisinya di botol aqua. Untuk diminum? Oh tidak, untuk ditempelin di leher supaya tidak gerah lagi. Hehehe…entah dari mana ide itu muncul, tapi itu betul-betul membantu. Aku pun bisa tidur dengan botol aqua nempel di leher.

Keesokan harinya, mbak Ami membangunkan aku dan Vivi karena ingin menunjukkan tukang jualan nasi jambal yang keliling dari rumah ke rumah. Vivi hari itu sedang puasa Paskah, jadi tidak bisa makan. Aku mencoba nasi jambal tersebut. Cukup enak. Tapi aku kurang tahu apakah makanan itu juga menyumbang ketidakberesan pencernaanku keesokan harinya, yang membuat aku sampai demam dan mencret-mencret.

Setelah mandi dan siap-siap untuk pulang, Mbak Ami mengajak jalan lagi, kali ini melihat kali tempat Mbak Ami waktu kecil suka bermain. Kami jalan-jalan sambil seperti biasa mendapat penjelasan detail mengenai siapa yang tinggal di mana, sampai ke rumah Mbak Mumun, saudara Mbak Ami yang sempat aku kenal karena sering datang ke Depok waktu masih bekerja di Tangerang.

Mbak Mumun sekarang sudah menikah dan punya satu anak. Menurut Mbak Ami suaminya punya affair dengan tetangga di depan rumahnya yang juga sudah berkeluarga. Walah….affair kok sama tetangga? Istri tetangga yang sekarang sedang hamil itu diperkirakan hamil oleh suami Mbak Mumun. Uniknya lagi, suami tetangga itu masih saudara Mbak Mumun, yang berarti masih saudara Mbak Ami. Lha suaminya Mbak Mumun itu kok ya kurang ajar, istri saudara istrinya sendiri diembat juga?

Puas jalan-jalan, kami pun pamit untuk pulang. Jam 12 siang kami berangkat menuju stasiun, ternyata kereta Cirebon Express yang harusnya berangkat dari Cirebon jam 12.45 belum juga sampai di Cirebon. Baru ada lagi jam 14.00, kereta Cirebon Express Utama yang semua gerbongnya eksekutif. Kalau kereta Bandung, CEU itu kayak Argo Gede, dan CE itu Parahiyangan. Begitulah kira-kira.

Bakal bete nungguin kereta 2 jam di stasiun. Aku ajak Vivi jalan-jalan sambil beli oleh-oleh, tapi Vivi ogah. Dia lebih suka menunggu di stasiun. Ya sudah, aku jalan-jalan sendiri saja. Keliling Cirebon dengan tujuan beli oleh-oleh, aku naik becak. Perjalanan pertama adalah ke Grage Mall. Ternyata di sana tidak ada oleh-oleh khas Cirebon. Maka aku pergi ke Pasar pagi, dan beli oleh-oleh di sana. Sampai di stasiun waktu menunjukkan pukul 13.30. Baru saja mendarat, sudah ada pengumuman kereta CEU sedang masuk stasiun Cirebon. Wah, kebetulan sekali!!

Aku pikir Vivi sudah berada di dalam, maka aku langsung beli tiket. Sesampai di peron, aku telepon Vivi, ternyata dia masih menunggu di tempat reservasi, yang terpisah dari stasiun. Waduh, tahu begitu, kan tadi aku ke reservasi dulu. Aku sudah dapat tempat duduk di gerbong 4, ternyata dia dia dapat di gerbong 3. Maka kami pun sampai di Jakarta terpisah gerbong.

Well…kalo sekali lagi ke tempat Mbak Ami, aku bisa sendirian. Atau aku bisa jadi tour guide. Rasanya kalau menggunakan mobil juga aku percaya diri, wong rumahnya gak jauh dari jalan tol luar kota.