Debby@Home

“I asked God for strength that I might achieve; I was made weak that I might humbly learn to obey. I asked for help that I might do greater things; I was given infirmity that I might do better things. I asked for all things that I might enjoy life; I was given life that I might enjoy all things. I got nothing that I asked for, but everything I hope for; almost despite myself, my unspoken prayers were answered. I among all men am truly blessed”

My Photo
Name:
Location: Depok, West Java, Indonesia

I am an ordinary woman with extraordinary interest in everything

Friday, April 30, 2004

Good Morning, Indonesia!


Pagi ini aku bangun tidur dengan perasaan tidak enak. Beberapa hari belakangan ini memang aku merasa not feeling well, my body's not delicious, and so on and so on. Demam, ngantuk, demotivasi (hah! ini sih Adri banget!!!) sudah jadi sarapan pagiku dalam 3 hari ini. Apakah gerangan yang menyebabkannya? Gak tau!
Foto disamping ini memang tidak menggambarkan aku hari ini, karena senyumnya terlalu manis (uwek!). Coba si Adri mau jepret aku sekarang, akan terlihat Debby dalam dimensi yang lain. Sebentar aku akan minta Adri foto aku dengan handsetnya yang sudah lebih canggih dari punyaku, lalu bandingkan deh cakepan mana foto minggu lalu sama minggu ini (berhubung usiaku sudah lebih tua seminggu). Huehuehuehuehue.

Hari ini gak sempet minta difoto sama Adri, gak disangka walaupun demam, malas, ngantuk dan demotivasi, kerja jalan terus! Hehehehe...workaholics-kah? Tidak juga! cuman kejar setoran eh janji deadline aja. Padahal hari ini rencananya mau pulang cepat. Hhhhhuhhhhhh...capeeeekkkkk......

Saturday, April 24, 2004

Diskusi Internal Asosiasi SYLFF

Hari ini mulai jam 9 pagi tadi Asosiasi SYLFF bentukan fellows dari Tokyo Foundation mengadakan diskusi internal setengah-harian di Fakultas Hukum UI. Ketua asosiasi ini (Yeni Barlinti) sudah mati-matian ngurusin Asosiasi ini sejak beberapa bulan yang lalu. Sejak Yeni pulang dari Chiang Mai mengikuti Regional Forum SYLFF se Asia Pacific, dia sangat rajin melakukan rapat2 untuk mengadakan Internal Discussion ini. And she's been a single fighter!. Aku sebenarnya kasihan dan salut sama usahanya yang berat itu, tapi yaa....aku juga sulit membantunya karena kerjaanku cukup banyaaakkkk....:):) (eng ing eng...excuse...excuse...) Maka dari setiap 5 rapat yang diselenggarakan Yeni, aku cuman hadir 1 kali :)

Karena aku sangat sering bolos, hari ini aku dihukum oleh Yeni untuk jadi MC. Oalaaaa...aku ingat2 lagi kapan ya terakhir kali aku jadi MC? ya ampuuuunnn...waktu masih kelas 6 SD!!! Tapi yo wislah...ra opo2...buat nyenengin yeni aku mengiyakan saja. Jam 9 lewat dikit aku dan Adri dah sampe di tempat rapat di FH, yang hadir baru dikit!! Lha kalo gini sih siapa yang butuh MC? Satu moderator aja dah cukup lah...akhirnya Yeni nyerah...Pak Mundi yang jobdesk-nya moderator akhirnya mau merangkap jadi MC juga (honornya dobel...)

Tema diskusi ini cukup relevan dengan topik sekarang, yaitu: Pemilu dan pemberdayaan politik rakyat: mencari sosok pemimpin yang ideal. Meskipun aku suka malas ngebahas soal pemilu, mau tidak mau aku harus tune in juga di sini, ngebahas pemimpin ideal buat bangsa Indonesia bo!!

Ada tiga panelis yang tampill: Dr. Iberamsjah dari Jurusan Politik FISIP UI yang membahas soal kinerja KPU, tapiiii....gak usah dengar bapak ini bicara aku juga dah dapat banyak info mengenai kinerja KPU di luar sana. Makasih deh kalo kudu denger lagi. Panelis berikutnya adalah Ibu Siti Fatimah, kandidat doktor dari Jurusan Sejarah yang membicarakan mengenai kuota 30% perempuan di parlemen. Gak penting juga menurut aku, kalo 30% itu tercapai tapi hak2 perempuan masih terinjak2 juga, sama aja boong...lagipula kenapa musti perempuan yang membela hak2 perempuan? Kemudian, panelis terakhir adalah panelis yang paling aku dengar pidatonya. Namanya Dr. Zulkifli Mansyah. Beliau ini rekannya Pak Rhenald Kasali di Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi. Dia juga caleg (katanya sih udah jadi aleg) PKS dari Tangerang, dan ternyata pernah jadi ketua senat mahasiswa feui tahun 1994. Angkatan 90, tapi anaknya dah 4!!!! Dia berbicara mengenai program2 PKS dan kriteria Presiden mendatang dari PKS. Terhadap sosok ini, pertanyaanku cuman satu: Apa agenda PKS terhadap orang muda (i.e. keluarga muda) agar mereka dapat berkarya secara optimal tanpa melakukan korupsi? Pertanyaanku ini muncul karena dari beberapa kriteria presiden yang dijabarkan oleh Pak Zul, tidak satupun disinggung mengenai program pemerintah untuk orang muda (keluarga muda).

Jawaban Pak Zul tidak memuaskan aku...jelaslah dia tidak punya gambaran sama sekali mengenai keluarga muda ini, karena dari hasil pembicaraannya tampaknya dia "hanya" menginginkan sesosok pemimpin yang karismatik (atau transformasional?) yang dapat meng-encourage seluruh bangsa ini agar keluar dari kemiskinannya sendiri. Walah...bayangkan saja, 32 tahun lamanya bangsa ini mengalami pembodohan massal, tentu memerlukan usaha yang besar dan lamaaaaa sekali untuk membuat mereka aware bahwa mereka sedang kelelep dan mereka harus belajar berenang. Kenapa tidak dibalik saja? Pemimpinnya saja yang belajar dulu, supaya bisa menarik bangsanya agar tidak kelelep lebih dalam? Aku mengeluarkan istilah sakti "Personal Legend"-nya Paulo Coelho (karena tampaknya dia juga menyukai sastrawan yang satu ini). Bahwa setiap orang punya personal legend-nya sendiri, dan bagi sebagian besar orang personal legend nya lama kelamaan akan hilang karena sesuatu dan lain hal...(untuk kasus keluarga muda misalnya, seorang ayah yang tadinya idealis dan keukeuh tidak melakukan korupsi akhirnya menyerah juga, karena kalau tidak korupsi anaknya tidak bisa mendapat pendidikan yang baik, atau mereka tidak bisa beli rumah yang layak karena harga rumah gila-gilaan...)

Sayang sekali jam 12 diskusi musti berakhir...sebenarnya waktu sangat kurang untuk mengakomodasi bahkan satu pertanyaan dari aku. Yah, setidaknya Pak Zul ini sudah mendengar mengenai "agenda keluarga muda", mudah-mudahan sepulang dari diskusi ini bapak yang cukup brilian ini bisa berpikir ulang mengenai pertanyaanku tadi untuk dijadikan salah satu agendanya PKS. Mudah-mudahaannnnn.....

Untuk mengobati kekecewaanku, aku diajak sama Yeni dan Pak Mundi makan bareng di Ayam Bakar Wong Solo. Kebetulan aku belum pernah merasakan makanan dari pemilik yang kontroversial ini, maka kamipun meluncur untuk makan siang di sana...nyam-nyam...cukup enaaaaakkk...katanya sih yang ngurusin di cabang margondaraya sini istrinya yang nomor 4 yang jago masak. Tampaknya benar, karena rasa-rasanya istrinya yang nomor 4 orang Medan. Kangkungnya berasal dari Gunung Sibayak Medan, dan salah satu beverages-nya terong belanda khas Medan. Yah...yang bikin nikmat sebenarnya gratisnya itu.....:))))

Friday, April 23, 2004

Suatu Hari di Gedung B

Pagi tadi sekitar jam 10 aku tiba2 kelaperan, rupanya 2 bakwan dan secangkir kopi sarapanku pagi tadi sebelum berangkat kerja cuman bisa bertahan kira-kira 2 jam. Maka aku berlari ke 'kantin' bu Roko yang letaknya di depan kamarku, cuman perlu 7 langkah besar-besar untuk datang ke sana dan memesan makanan. Hmmmm....terbayang makanan bu Roko yang pasti cukup lengkap, soalnya hari ini Jumat...hari panjang buat pasca yang kuliahnya berakhir jam 9 malam nanti.

Sesampai di 'kantin' bu Roko, aku liat bu Utami...lho kok ada bu Utami pagi2 gini....biasanya beliau kuliah mulai jam 4 sore nanti...Ternyata bu Utami ambil cuti hari ini. Bu Utami ini mantan dosenku waktu S1 dulu, kesibukannya luar biasa. Hobinya nyari2 kerjaan, rupanya waktu 24 jam sehari masih cukup untuk bekerja di Price Waterhouse Cooper plus dosen plus kuliah lagi (kalo aku sih pasti sudah tepar!). Sambil nemenin bu Utami yang sedang nyari-nyari halaman 4 tugas studi kasusnya, kita ngobrol ngalor ngidul dari mulai nostalgia kuliah di jipui sampai ke soal knowledge management yang sudah jadi program studi di program pascasarjana fakultas psikologi. Kesimpulannya sih...tanyain bu Utami deh. hehehe. Yang jelas aku jadi lupa kalo aku laper.

Di sela-sela obrolan kita, Pak Budi datang...dengan kuliah-kuliah informalnya. Boy, I like him, he's so smart! :P. Beliau mulai dengan kuliah tentang 'agan diri', life positioning, ego state, dll yang semuanya istilah baru buat aku (dan buat bu Utami juga kayaknya sih). Sama seperti kuliah-kuliah informalnya kemarin dimana aku cuman jadi pendengar setia, aku banyak dapat ilmu dari beliau setiap kali bertatap muka. Rasanya ingin dia setiap kali mampir dan bicara soal apa saja, untuk mengup-grade pengetahuanku. Pak Budi juga tau sistem klasifikasi Dewey dan dari pengalamannya dia mengatakan bahwa sistem klasifikasi itu sangat subyektif sifatnya. Wah, tidak sabar aku menunggu semester depan untuk jadi asdos-nya pak Budi. Hidup pak Budi! :P

Setelah ngobrol panjang lebar dan bu Utami harus kembali ke jurusan, baru aku rasain lagi lapar yang tadi melanda. Kemana larinya rasa lapar itu ketika sesi ngobrol2 tadi berlangsung ya? Kuhampiri bu Roko penuh rasa rindu...pada risoles-nya....nyam nyam....

Sambil menunggu rekanku yang sedang menyelesaikan tugasnya bikin proposal, aku selesaikan pembuatan silabus dan buku pedomanku. Wah kayaknya musti harus kudu cukup lengkap nih, biar tidak malu2in dibawa ke rapat rutin hari Senin besok. Rencananya selain mengajukan buku pedoman dan kesulitan2 yang aku hadapi, aku juga mau ngajuin disain perpustakaan berikut kebutuhan2nya. Ohya, bulan depan Pascasarjana pindah ke gedung baru. Pastilah asyik banget dapat gedung baru, semuanya baru. Terutama perpustakaannya yang banyak dikomplen mahasiswa karena petugasnya terlalu nyentrik dan bossy. hehehehe. Baru tiga hari yang lalu Pak Enoch menyerahkan perpustakaan beserta staf-nya di bawah pengawasanku. Aku rada keder juga, gaya kepemimpinan macam apa yang harus aku terapkan ke dia? Rasanya Adri bisa lebih tegas jadi supervisor, sedangkan aku...aku lebih suka gaya human relation. Mungkin karena aku seorang eksistensialis sejati yang ingin beralih ke aliran postmodernisme.

Jam 6.30 dan Adri blom kelar juga, padahal dia janji mau bantuin bikin disain perpustakaan. Kayaknya sih hari ini pulang telat lagi, soalnya Adri mau jam makannya jam 7 sekalian nonton Indonesian Idol. Kebetulan tivi-nya cuman ada di ruangan staf yang disulap jadi tempat makan para dosen setiap hari jumat dan sabtu.

Wednesday, April 21, 2004

Selamat Hari Kartini!

Sudah lama tidak merayakan Hari Kartini...pagi ini di kantor para perempuannya mengenakan pakaian kebaya atau sejenis kebaya. Baru aku ngeh kalo hari ini Hari Kartini. Di kantor yang cukup religius ini bahkan diadakan misa khusus untuk mengenang jasa-jasa Kartini. Wahhhh...aku malu. Supaya tidak malu2 amat, aku mau posting sebuah tulisan dari seorang rekan, seorang ibu yang concern pada nasib anak-anak bangsa yang semakin terpuruk karena para ibu Indonesia sudah terlalu jauh kebablasan dalam menerjemahkan semangat emansipasi yang dihembuskan oleh RA Kartini.

Debby
-------------------------------------

Sudahkah Para Caleg Perempuan Membaca Surat-Surat Kartini?
WANITA JEPANG TETAP KONSISTEN MENJADI IBU, PENDIDIK MANUSIA YANG PERTAMA-TAMA.

Oleh: ANNI IWASAKI
Ibu Ketua Anni Iwasaki Foundation.

Okikunatara okasan ni naritai”- kalau besar ingin menjadi ibu- jawaban anak-anak Jepang seperti itu, rasanya tidak dimiliki oleh anak-anak perempuan di Indonesia. Apabila datang pertanyaan, “Kalau sudah besar nanti ingin menjadi apa?” Coba kita simak isi surat Kartini.

Kami di sini meminta, ya memohonkan, meminta dengan sangatnya supaya diusahakan pengajaran dan pendidikan anak-anak perempuan, bukanlah sekali-kali karena kami hendak menjadikan anak-anak perempuan itu saingan orang laki-laki dalam perjuangan hidup ini, melainkan karena kami, oleh sebab sangat yakin akan besar pengaruh yang mungkin datang dari kaum perempuan-hendak menjadikan perempuan itu lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan oleh Alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu-pendidik manusia yang pertama-tama.(4 Oktober 1902 Kepada Tn Anton dan Nyonya. Habis Gelap Terbitlah Terang
terjemahan Armijn Pane. PN Balai Pustaka 1985)

Rilis Kementerian Kesehatan-Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Jepang tanggal 17 Maret lalu mengungkap 61% ibu muda Jepang keluar dari pekerjaannya menjelang kelahiran anak pertamanya untuk membesarkan buah hatinya.

Survey diatas melibatkan 21.879 ibu muda yang melahirkan antara bulan Januari 10-17 tahun 2001, dibagi dalam 4 periode. Setahun sebelum melahirkan, saat melahirkan, enam bulan setelah melahirkan dan 18 bulan setelah melahirkan. Didapatkan 73% dari jumlah responden mempunyai pekerjaan diluar rumah sebelum melahirkan anak pertama. 53% keluar dari tempatnya bekerja sesaat sebelum melahirkan dan tidak kembali bekerja lagi. Ditambah dengan yang keluar dari pekerjaannya setelah melahirkan, jumlah seluruhnya menunjukkan 61% ibu muda Jepang meninggalkan pekerjaannya diluar rumah setelah melahirkan anak pertama.

Dari masa ke masa grafik pekerja wanita-usia menikah 27 tahun- Jepang yang keluar dari lapangan kerja terus meningkat. Kemudian di usia 40 tahun keatas grafik wanita memasuki lapangan kerja mulai meninggi lagi. Hal ini dikaitkan dengan adanya kelahiran dan masa membesarkan anak -anak oleh ibu-ibu Jepang. Tahun fiskal 2003 mencatat jumlah seluruh angkatan kerja wanita di Jepang sebanyak 25.5 juta yang 41. 4 %(9.3 juta) adalah pekerja wanita paruh waktu, bekerja kurang dari 35 jam dalam seminggu. Dan dari seluruh total lapangan kerja paruh waktu, 77.4 persen diduduki oleh tenaga kerja wanita-(dalam “Japan A Pocket Guide 2004”, Foreign Press Centre Japan-.

Sejak berakhirnya PD II sekaligus yang meruntuhkan pemerintahan feodal kekaisaran Jepang, pendidikan rakyat Jepang untuk pria dan wanita dalam sain publik dan sain domestik terus melaju dan berimbang. Tahun 2002, 97.5% wanita Jepang tamat pendidikan smu. Dibanding pria, wanita Jepang setelah lulus smu lebih banyak melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi (kolese junior dan perguruan tinggi, 48.8%)

Kebebasan memilih bagi wanita Jepang adalah, profesionalisme. Peran ganda sebagai ibu, terutama ibu anak balita sekaligus wanita pekerja dianggap sebagai chuto hanpa- (peran tanggung), tidak populer di Jepang. Menjadi ibu manusia Jepang atau tidak sama sekali. Hak dan kewajiban masing-masing dilindungi oleh undang-undang. Sarana dan prasarana yang diberikan oleh pemerintah sama-sama besar dan mendukung kesuksesan masing-masing karir yang diemban.

Bagi wanita pekerja Jepang-wanita tidak menikah/menikah tdk melahirkan anak -, bisa mencapai jabatan yang setinggi-tingginya apabila dia sanggup dan mampu. Astronout wanita Asia pertama, bahkan mungkin yang pertama pula di dunia, terbang dua kali dengan NASA, space-shuttle Columbia-Juli 1994 dan Discovery-Nov 98, adalah wanita Jepang, Dr. Chiaki Mukai. Menlu sekaligus Deputi Perdana Menteri dari negara super economic power sekaligus bangsa tersejahtera didunia serta memiliki harapan hidup terlama, dan sedang berjuang meningkatkan peranan Jepang di Dewan Keamanan PBB, adalah seorang wanita, Yoriko Kawaguchi.

Bagi wanita Jepang yang memilih melahirkan anak. Secara ilmiah maupun dalam tradisi Jepang, mitsu no tamashi -masa-masa emas meletakkan pendidikan dasar dalam usia tiga tahun pertama masa perkembangan pesat otak seorang anak-, adalah penyebab utama ibu muda Jepang berpendidikan meninggalkan lapangan kerja melaksanakan ikuji-meletakkan dasar pendidikan berperilaku sejak dini kepada anak-anaknya-.

Agar para ibu muda Jepang tidak perlu membantu mencari tambahan nafkah keluarga, pemerintah Jepang menyediakan permukiman sewa layak untuk para keluarga muda, sejak dari jaman masih dinding terbuat dari papan hingga kini beton bertingkat tahan gempa dengan fasum&fasos yang semakin maju seperti tehnologi informasi. Tanpa didorong-dorong namun dengan daya tarik berupa sistim keamanan sosial, sarana& prasarana serta pengetahuan yang semakin baik. Secara alamiah nilai keibuan yang dimiliki sebagian besar wanita Jepang bisa berkembangan menumbuh-kembangkan anak-anak beserta lingkungan. Tak heran jika anak-anak di Jepang , pria dan wanita, sangat sayang dan mengagumi ibu-ibunya. Sebagai jelmaan Dewi Amaterasu yang dipuja oleh bangsa Jepang.

Pentingnya pendidikan sejak dini itupun telah disinggung dalam surat Kartini, …dalam haribaan si ibu itulah anak belajar merasa, berpikir, berkata-kata.(Awal tahun 1900 kepada Nyonya Ovink Soer). Namun yang terjadi, anak Indonesia dari golongan ibu berpendidikan malah berada dalam haribaan para pembantu rumah tangga dan baby sitter.

Diplomasi Jepang di luar Jepang tentang peranan wanita Jepang sebagai senggyo syuhu –ibu rumah tangga profesional- dan kyoiku mama-ibu pendidikan, memang nyaris tidak terdengar. Namun dalam aplikasinya di kehidupan sehari-hari sangat gencar dan berkelanjutan.

Tentang wanita (baca; ibu) yang bekerja di luar rumah telah menjadi agenda utama pemutus kebijakan wanita Indonesia sejak berdirinya Meneg Urusan Peranan Wanita. Namun hak-hak para ibu Indonesia untuk dapat melaksanakan kewajibanya melaksanakan fitrah keibuannya sebagai ibu manusia Indonesia belum pernah digaungkan.

Dalam upaya bangkit dari keterpurukan saat ini, dengan melihat keberhasilan pembangunan manusia Jepang oleh para ibu Jepang. Ternyata, sangat relevan mewujudkan segera cita-cita Pahlawan Nasional Ibu Kartini. Yang sejalan juga dengan UU Pernikahan RI 1974, UU Perlindungan Anak Thn 2002 bahkan seirama dengan hati nurani kaum ibu Indonesia.

Alangkah lebih baik jika para caleg wanita terpilih yang masih tebal naluri keibuannya. Segera menengok pendidikan anak sejak dini oleh ibu pendidikan Jepang dari dalam kawasan huni sewa tempat tinggal mereka.
Tanpa mewujudkan cita-cita Kartini, cita-cita seluruh ibu Indonesia, berapapun anggaran pendidikan akan dinaikkan oleh pemerintahan yang akan datang. Dalam sekejap akan segera diketahui hasilnya, adalah kegagalan dan kegagalan lagi disegala bidang.# Anni Iwasaki Koresponden Media Indonesia di Tokyo Jepang. Tokyo 17 April 2004.



Wednesday, April 07, 2004

Pemilu oh Pemilu....

Pesta rakyat pertama yang diadakan Senin, 5 April yang lalu akhirnya dapat berjalan relatif lancar. Agak nyesel juga tidak ikut Pemilu tahun ini. Menurut sebagian teman yang ikutan nyoblos, seru juga sih karena susah bener mau nyoblos caleg, dpd, dll. Kagak kenal sih dengan orang2 itu. Informasi yang ada hanya nama, gak ada fotonya. Padahal kan kalo ada fotonya bisa lebih pasti mau nyoblos siapa...paling tidak wajah cakep jadi salah satu alasan utama untuk dicoblos, soalnya kan kita gak kenal sama sekali sih sama calon2 wakil rakyat itu...Bahkan ada nenek2 yang pengen nyoblos ngomel2 karena tidak menemukan partai 'nanas' yang dijanjikan di iklan2 layanan masyarakat tentang cara pencoblosan yang benar (btw di bandung terjemahan 'nyoblos' adalah 'nyolok' lho...hehehe). Cerita lainnya adalah panitia di kpps (bener gak sih istilahnya kpps? kepanjangannya apa ya?) yang gak mau kerja kalo belum dibayar. Waaaahhhh serunya...kenapa aku tidak ikut ya?? Sebenarnya aku sudah terdaftar di RT-ku di Depok, tapi karena aku sudah berada di Bandung sejak tiga hari sebelumnya, aku memutuskan untuk tidak 'nyolok' deh. Sayang sebenarnya suara ini tak terpakai, tapi nantilah kalo pemilihan presiden akan aku pakai. Masalahnya nanti aku harus pilih siapa ya?

Golkar dan PDIP masih berada di atas pada penghitungan suara sementara sampai dengan hari ini. How come?. Pembelajaran bangsa Indonesia ternyata berjalan sangat lambat! Memilih pun masih berdasarkan emosi, bukan rasionalitas. Sebenarnya bagaimana sih cara menentukan pilihan yang baik itu? Apakah seluruh bangsa Indonesia, setidaknya mereka yang mengaku punya intelektualitas yang tinggi, mengerti bagaimana cara memilih partai dan pemimpin yang baik? Apakah mereka 'ngeh sama visi dan misi dari tiap partai dan calon pemimpinnya? I don't think so...