Debby@Home

“I asked God for strength that I might achieve; I was made weak that I might humbly learn to obey. I asked for help that I might do greater things; I was given infirmity that I might do better things. I asked for all things that I might enjoy life; I was given life that I might enjoy all things. I got nothing that I asked for, but everything I hope for; almost despite myself, my unspoken prayers were answered. I among all men am truly blessed”

My Photo
Name:
Location: Depok, West Java, Indonesia

I am an ordinary woman with extraordinary interest in everything

Thursday, May 12, 2005

Excursion for SYLFF Regional Forum

Pertengahan bulan Juni nanti akan ada acara SYLFF (Sasakawa Young Leaders Fellowship Fund) Asia Pacific Regional Forum on Sustainable Development. Karena UI jadi host acara tersebut untuk tahun ini, maka kami para fellows dari Tokyo Foundation dipercaya untuk menjadi bagian dari panitia. International Office Director UI menetapkan aku sebagai Program Coordinator, yang tanggung jawab utamanya adalah menyukseskan acara pada hari “H”nya.

Salah satu mata acara pada regional forum tersebut adalah ekskursi. Sesuai dengan temanya (Sustainable Development), kami harus mencari tempat yang baik untuk ekskursi nanti. Mencari tempat yang baik untuk ekskursi Sustainable Development sebetulnya bukan tugas sulit di Jakarta ini, kalau contoh buruk diperbolehkan jadi kriterianya. Tetapi, karena kita tidak diperbolehkan meng”oleh-olehi” peserta dengan kesan buruk terhadap Indonesia, maka contoh buruk harus dihapus dari list. Maka aku, Yeni dan Citra sibuk mencari alternatif tempat yang baik untuk jadi contoh sustainable development. Kriteria utamanya adalah harus dekat dengan UI, karena para peserta nantinya akan menginap di Wisma Makara UI.

Citra yang punya pengalaman banyak di bidang lingkungan hidup mengusulkan Banjarsari di Fatmawati dan Kali Pesanggrahan di Cinere. Untuk mendapatkan gambaran mengenai tempat tersebut, maka pada suatu hari kami bertiga pergi ke kedua tempat itu untuk melakukan tinjauan awal.

Tempat pertama yang menjadi tujuan kami adalah Banjarsari, sebuah kompleks perumahan di Fatmawati yang sekilas terlihat biasa-biasa saja, seperti kompleks perumahan lain, tapi yang ini terlihat asri dan bersih. Rumah-rumah berjejer rapi, hijau dan tidak terlihat satu pun sampah. Jalannya ada yang bisa dimasuki mobil, ada yang hanya berupa gang. Bukan kompleks real estate. Yang menarik, di luar pagar rumah seorang warga tertanam pohon cabe yang sedang berbuah, dan tidak ada yang berani memetik. Tour guide kami bercerita, yang memelihara pohon cabe tersebut adalah tukang sayur yang setiap hari lewat di perumahan tersebut.

Tujuan pertama kami adalah Ibu Bambang, composting pioneer di daerah itu. Rumah Ibu Bambang sangat sederhana. Ibu ini (bersama alm. Pak Bambang yang ketika kami datang baru 2 minggu meninggal dunia) ternyata sudah terkenal sampai manca negara, karena usahanya yang bersifat community-based pernah mendapatkan bantuan dari UNESCO. Kompleks Banjarsari telah sering menerima tamu orang asing, dan sering pula mendapatkan tamu dari sekolah-sekolah.

Ibu Bambang bercerita, sebentar lagi ia akan kedatangan tamu dari kantor walikota Ciamis yang ingin berguru cara membuat kompos dan mengelola sampah. Wah, hebat sekali, sampai2 walikota pun mau berguru padanya! Dan itu pun terjadi setelah peristiwa konyol dan memalukan beberapa waktu sebelumnya yang beritanya sempat jadi headline Kompas, di mana beberapa warga tewas tertimpa longsor timbunan sampah!

Dari tempat Bu Bambang, kami keliling perumahan, dan di kejauhan ada sebuah rumah bertingkat yang dilingkupi pepohonan. I was wondering, banyak nyamuk kali ya di rumahnya? Thanks to our tour guide, akhirnya kami bisa berkenalan dengan pemilik rumah tersebut. Namanya Ibu Nina, seorang ibu ramah yang bersedia membawa kami jalan2 di dalam rumahnya, sampai ke lantai yang paling atas. Ternyata sama sekali tidak ada nyamuk di tempat itu! Kata Bu Nina yang telah ditinggal mati suaminya 7 tahun yang lalu, itu berkat pohon2 anti nyamuk yang nama kerennya zodia ditempatkan di antara pohon2 lain. Selain itu, beliau juga rajin membersihkan rumahnya sehingga tidak ada genangan air, meskipun di setiap ruangan pasti ada tanaman pot yang butuh air.

Dari rumah Bu Nina, kami berencana pergi ke Kali Pesanggrahan. Dan untuk itu ternyata kami harus ekstra hati2 mengajak sopir pinjaman dari Rektorat, yang sudah diwanti2 sama orang IO bahwa orangnya tidak easy going. Benar saja, sesampai di mobil kami diberitahu ban mobilnya bocor, tiga ban sekaligus! How come? Dengan alasan itu dia bilang sebaiknya pulang ke UI saja. Wah, padahal hari ini rencananya kami akan pergi ke Banjarsari + Kali Pesanggrahan. Maka dengan keras kepala kami menuntut untuk dibawa ke Kali Pesanggrahan, tetapi sebelumnya ganti ban mobil saja dulu di bengkel. Ternyata orang bengkel bilang bannya tidak apa2, hanya kurang angin saja karena mobil jarang dipakai. Wuih, hampir dibohongin sopir! Karena tidak berkutik lagi, akhirnya sopir tersebut bersedia membawa kami ke Kali Pesanggrahan. Sebelum berangkat ke Kali Pesanggrahan, kami makan siang dulu di Cwie Mie Malang.

Agenda kami di Kali Pesanggrahan adalah mencari Pak Chaerudin, pelopor gerakan bersih-bersih kali. Sebelum bertemu dengannya, kami sempat melihat sendiri keadaan kali yang berada di belakang sebuah kompleks real estate. Kalinya bersih, tetapi untuk sampai di sana jalannya cukup terjal. Lumayan juga buat ngerjain peserta asing.

Dari sana kami mencari rumah Pak Chaerudin, dan gagal! Petunjuk yang diberikan oleh rekan milis Citra tidak terlalu jelas. Jadi kami telpon saja si bapak, yang ternyata bersedia menjemput dan menggiring kami dari perumahan Vila Delima. Kami diterima di rumahnya yang sederhana. Penampilan Pak Chaerudin khas orang Betawi asli. Dan ngobrolnya pun blak2an, mulanya aku agak serem ngobrol sama dia, tetapi ternyata orangnya ramah dan doyan ngobrol. Maka mulailah ia bercerita tentang filosofi hidupnya, dan tujuan mengapa ia menjadi pelopor gerakan pembersihan kali Pesanggrahan.

Pak Chaerudin bersama paguyubannya juga sering mendapatkan tamu untuk program-program petualangan. Asyik juga kalau bisa berpetualang di kali, naik getek atau memancing. Kayaknya lebih asyik dibanding jalan2 di kampung Situ Babakan di Jagakarsa, yang merupakan cagar budaya Betawi.

Beberapa hari kemudian kami bertemu dengan Direktur IO. Bergantian menceritakan pengalaman kami, dengan harapan kedua tempat tersebut dapat menjadi pilihan ekskursi bulan Juni besok. Untunglah disetujui. Dan yang lebih membahagiakan, Bu Evi minta supaya Welcoming Dinner untuk menyambut para peserta diadakan di rumah F. Widianto di Tanah Baru, yang terkenal dengan Rumah Keramiknya. Setuju banget!!!