Debby@Home

“I asked God for strength that I might achieve; I was made weak that I might humbly learn to obey. I asked for help that I might do greater things; I was given infirmity that I might do better things. I asked for all things that I might enjoy life; I was given life that I might enjoy all things. I got nothing that I asked for, but everything I hope for; almost despite myself, my unspoken prayers were answered. I among all men am truly blessed”

My Photo
Name:
Location: Depok, West Java, Indonesia

I am an ordinary woman with extraordinary interest in everything

Wednesday, November 21, 2007

Jogging

Setelah sempat vakum selama lebih dari 3 tahun (ini sih bukan "sempat" lagi), pagi ini aku memenuhi "keinginan" lama yang tidak kunjung terwujud: JOGGING. Terakhir kali jogging adalah sebelum one of my best friends Rini menikah, dan sekarang Rini sudah punya si kembar Affan dan Rara yang ngomongnya sudah seperti orang dewasa saja. Selama itukah? Lebih lama dari itu!

Dulu Rini adalah jam wekerku. Dengan teganya dia membangunkanku setiap jam 5 pagi di hari Minggu dengan menggedor2 pintu kamar (beda pisan sama Mba Ami yang lembuuut sekali mengetuk2 pintu kamar padahal efeknya sama) dan menyeretku keluar untuk jogging. Dulu masih ada hidden motivation yang membuat kita rajin jogging. Apa itu? Batagor!!!

Beberapa tahun yang lalu jogging di kampus UI sangat menyenangkan. Jogging cuman setengah lingkaran UI saja rasanya sudah sehat sekali, karena ada pasar kaget yang menggiurkan di depan fakultas teknik. Sebetulnya kita tidak terlalu peduli sama barang-barang di pasar kaget itu, karena tujuan utamanya hanyalah BATAGOR dan teh botol sosro. Ahhhh....setelah penat lari setengah lingkaran UI, tidak ada yang lebih nikmat dibanding sepiring batagor dan sebotol teh botol.

Sayang sekali sejak terjadinya insiden tabung gas meledak di pasar kaget itu, UI melarang pasar kaget diadakan di kawasan UI. Maka berpindahlah para pedagang kagetan itu keluar pagar UI, yang jalannya sempit dan tidak asyik lagi. Sejak saat itu kegiatan jogging kami agak tersendat-sendat. Begitulah kalau jogging motivasinya nyari makan. Kalau makanannya gak ada lagi, kegiatan joggingnya terancam. Stimulus - respons banget yak?

Sekarang aku punya weker lagi, namanya Puput. Sebetulnya sudah sejak lama kita merencanakan jogging, tapi karena perencanaan biasanya butuh waktu lama, baru bisa terwujud sekarang. Itupun sudah pakai debat dulu. Setelah akhirnya aku merasakan ada kebutuhan untuk jogging (nafasku sekarang sudah pendek-pendek karena berat badan yang tak terkontrol lagi), aku janji mau dibangunin jam 5 pagi.

Jogging pertama setelah sekian lama ternyata sangat berat buatku. Aku cuman sanggup lari beberapa ratus meter pertama, jalaaaaan (artinya jalannya lebih lama daripada lari), lari, jalaaaaaaan, lari, dan jalaaaaaaan lagi. Puput yang jago sekali jogging berulangkali meninggalkanku di depan. Sampai stadion (kami mulai dari arah FISIP) kakiku sudah mulai tidak sinkron dengan otak. Artinya, aku harus berhenti memaksakan diri berlari. Di depan FIK kami berbelok menuju....DETOS!! Di sana beli makanan kecil dan pulang naik angkot. Huahahahaha....

Sampai di rumah melepas sepatu, hwaaaaa....kelingking kananku bengkak. Ini kaki yang makin lebar ato sepatunya sudah sempat sakit hati karena tidak pernah dipakai lagi ya? Meskipun lelah sekali (dan ngantuk juga), aku merasa agak segar (kok bisa ngantuk tapi seger?) setelah jogging-joggingan itu. Maka aku dan Puput pun meng-arrange waktu lain untuk jogging. Semoga aku betah, karena tidak ingin mati muda. Belum kawin juga...halah...sempet-sempetnya mikirin kawin.

PS. Akhir minggu ini si Banco my cousin yang usianya 7 tahun lebih muda dari aku akan melangsungkan pernikahannya. Aku ditinggal lagi sama sepupu-sepupu (dan seorang adikku) dan aku cuman bisa mengelus dada karena mendadak banyak sekali yang ngaku-ngaku disuruh bapakku buat nelepon nanyain kabar dan statusku. Aku cuman bisa bilang,"doain saja" yang secara implisit berarti "sori...aku ndak minat sama anda". Aduuuhhh...nyak babe...dosa banget ya kalo belum kawin-kawin juga, sampe ditawarin orang-orang yang sama sekali belum aku kenal? Aku sebetulnya kasihan sekali sama orangtuaku, dan itu bahaya sekali buatku karena aku bisa saja nekat demi membahagiakan mereka. Oh Tian....(bukan Christian Sugiono ya...)

Tuesday, November 20, 2007

Tes Potensi Akademik

Akhir-akhir ini aku agak gusar karena permintaan aneh-aneh atas nama persyaratan untuk masuk perangkap sistem. Sebetulnya, kalo mau jujur, I'd rather be an outsider, or a watchdog, pengawas eksternal or whatever you name it, asalkan aku sejahtera. Tapi ternyata perjalanan nasib memberikanku pilihan lain, yang sepertinya bukan sebuah pilihan. Aku tidak bisa terus menerus menjadi outsider pada sebuah sistem.

Oleh karena itu, aku memutuskan untuk masuk ke sistem ini, dengan aturan game yang baru. Okie dokie...no problemo. Perjalanan itu dimulai dengan sebuah tes yang bernama tes potensi akademik, diikuti oleh sebuah FGD (focused group discussion
).

Pemberitahuan untuk mengikuti TPA diberikan dua hari sebelum pelaksanaan tes. Aku sama sekali tidak punya bekal berupa contoh2 soalnya. Dulu, 7 tahun yang lalu, waktu masuk sekolah di sini, aku memang menempuh TPA. Tapi hasil tes itu tentunya sudah tidak berlaku lagi.

TPA terdiri atas tiga bagian: verbal, matematika dan logika. Tujuh tahun yang lalu, dari ketiga bagian ini, aku "hanya" lemah pada matematika (bisa ditebaklah...aku ini sosial banget gitu lho. Jurusan di SMA boleh Fisika, guru BP boleh bilang aku berpotensi di bidang ilmu pengetahuan alam, tapi alam juga yang menentukan aku potensinya di sosial. Terbukti alam lebih pintar daripada manusia).

Secara keseluruhan, nilai TPA-ku termasuk fantastis, dibanding dengan rekan-rekan yang se-angkatan aku termasuk yang tertinggi. Aku tidak tahu jin mana yang menolongku pada waktu itu. Yang jelas, aku sama sekali tidak mempersiapkan diri dengan belajar dari buku-buku tentang TPA yang banyak dijual di toko buku. Persiapanku hanyalah tidur yang cukup dan perut kenyang karena sarapan yang bergizi. Persiapan lain adalah persiapan mental karena aku tahu posisi dudukku tidak terlalu menguntungkan. Kalau anda mantan anak UI, fobia ketinggian dan pernah duduk di bangku atas balairung, anda pasti tahu perasaan saya ketika ujian. Sambil ngerjain soal-soal, setiap kali melirik ke bawah seperti ada perasaan ingin terjun. Hiiiiiiiii....

Potensi akademik seseorang barangkali semakin menurun seiring dengan pertambahan usia. Dan pada satu titik tertentu, TPA sudah bukan alat ukur yang baik untuk menilai apakah seseorang punya potensi atau tidak, karena semua potensinya sudah tergali. Iya nggak sih? Iya aja deh...ini bisa jadi bahan penelitian lho.

Kembali ke sistem pada paragraf2 awal, TPA yang tadinya harus diselenggarakan dalam waktu singkat membuatku pasrah karena tidak bisa mempersiapkan diri bahkan secara minimal. Tapi aku sudah siap dipermalukan. Nyatanya, sehari sebelum hari H, aku mendapat telepon TPA diundur sampai 5 hari yang akan datang. Hah...kebetulan sekali! Aku langsung telepon GR minta dibawain bahan2 TPA yang pernah dimiliki olehnya. Sayangnya, bahan-bahan itu baru bisa diberikan 3 hari lagi. Ya sudah, kutelepon lagi WD minta bahan2 TPA, dan WD telepon JR untuk bantuin aku. Jadi, by Monday (sehari sebelum pelaksanaan TPA) aku sudah mendapatkan lebih dari 5 bahan TPA untuk dipelajari. Muntah-muntah deh sama TPA.

Masalahnya, on Monday...banyak sekali pekerjaan yang musti diselesaikan, membuat aku tertahan di fakultas sampai jam 9 malam! Bahan-bahan itu tersentuh praktis hanya selama kurang lebih sejam kalau ditotal-total, selebihnya perhatianku tercurah pada kerjaanku dan hal-hal gak penting lainnya (biasa kalau lagi meeting, maen2nya lebih banyak daripada kerjanya). Tapi lumayanlah...daripada tidak tersentuh sama sekali. Sambil ngelirik bahan2 itu (cuman sempet ngelirik sebentar-sebentar), aku diledek sama teman2 lain. Biarin aja, yang penting besok aku tidak bego-bego amat.

Pagi2 aku sudah merasa (sedikit) siap untuk menjalani TPA. Tapi ya ampyuuuuunnnn...sejarah terulang kembali! Masa diundur lagiiii???!!! Ini tukang tes-nya, takut sama kita atau tidak percaya kita bisa menembus angka 700 ya? Ato mereka merasa musti merubah soal2nya menjadi seperti GMAT untuk masuk Harvard Uni karena yang mau dites jenius semua (berdasarkan hasil FGD sebelumnya - btw untung aja FGD juga tidak ikut2an diundur). Ckckckckck...mereka itu musti dikasih pelatihan "how to be a professional" dalam bidang tes-mengetes potensi orang. Dia tidak tahu kali ya, secara naluriah setiap orang berpotensi sebagai pembunuh. Tidak bisa jadi pembunuh beneran, jadi pembunuh karakter juga boleh.

Jadi sekarang, aku sudah tidak bernafsu lagi untuk TPA. Mo TPA kek, TPU kek...hayo ajalah. Toh aku gak punya waktu buat belajar lagi. Monggo...mo meeting lagi....

Saturday, November 10, 2007

Personal Statement

Beberapa hari yang lalu Yeni sms aku tentang kesempatan retreat ke Goa, India. Retreat yang dijuduli BABA (Building A Better Asia - isn't it great and noble enough? I wish I could be in the league..:)). Kukatakan aku tertarik, dan minta dia kirim informasinya.

Belum sempat melihat informasi yang dikirimkan Yeni, tiba-tiba aku harus pindahan lagi. Akhir-akhir ini rasanya aku hobi sekali pindah-pindah. Dalam waktu 2 minggu aku harus pindah meja sebanyak 3 kali. Cape deeehhh...Bukan apa-apa, kalau pindah-pindahan itu yang bikin repot adalah mencari kabel network supaya komputerku bisa tersambung ke internet.

Karena terlalu sering pindahan, untuk kepindahan ketigaku aku tidak terlibat lagi. Biar saja yang berwenang yang mengaturnya, aku tinggal menempati saja. Bukan apa-apa (lagi). Aku kan harus ngajar juga. Lalu ada meeting-meeting yang melelahkan. Jadi selama beberapa hari aku cuman berbekal laptopku yang punya fasilitas WiFi, yang sayangnya rada-rada tidak berfungsi di tempat baruku karena signal strength-nya rendah. Wah, harus panggil ahli network nih supaya komputer di mejaku bisa berfungsi.

Semua kejadian-kejadian itu sudah menyita waktuku, ditambah lagi dengan kinerja yahoo yang menjengkelkan. Entah kenapa selama beberapa hari yahoo tidak bisa dibuka dimanapun di UI. Aku coba laptop, dari signal strength low sampai excellent tidak bisa buka yahoo. Aku pinjem komputer orang lain yang pakai kabel, sarua kene. Aku hampir nangis karena gak bisa buka email, dan nyesel juga tidak minta Yeni mengirimkan juga informasi itu ke account ui-ku yang jarang dibuka itu. Sampai kemudian aku lupa sama BABA karena sibuk mikirin gimana caranya bicara ke mahasiswa soal keluhan mereka tentang jam kuliah yang tidak sesuai dengan janji di jadwal kuliah. Lha ini bukan kerjaanku..kenapa aku yang sibuk? Itulah aku...

Sampai dua hari yang lalu si Budi alumni BABA Beijing meneleponku, marah-marah karena dia mengira aku tidak ikut dalam kompetisi BABA. Aku bilang baru aja dengar dari Yeni. Budi bilang dia sudah posting sebulan yang lalu di milis Sasakawa. Aku membela diri, bilang tidak pernah lihat milis lagi. Dia bilang mana mungkin tidak lihat, pasti dikirimkan ke email. Aku bilang mode-ku untuk milis sasakawa adalah no-mail. Mungkin dalam hati Budi bilang,
salah sendiri lu...Akhirnya aku berjanji untuk melihat email Yeni.

Baru hari Kamis malam aku bisa download informasi yang dikirimkan Yeni, itupun waktu aku sudah di Bandung. Demi melihat syarat-syarat yang harus aku kumpulkan agar mendapatkan nominasi dari asosiasi (meskipun oleh asosiasi sudah dinominasikan, belum tentu juga aku bisa diterima di tingkat komite asia), motivasiku turun drastis. Aku harus bikin satu personal statement, dan satu statement on leadership. Malaaaaassssss.....

Tapi supaya si Budi tidak kecewa, aku mengirimkan email padanya, minta contoh2 surat rekomendasi dan statement-statement itu. Dan apa yang dikasih oleh Budi? Surat rekomendasi suruh ngarang sendiri, personal statement dikasih guide, dan leadership ngarang sendiri. Huh....dasar pelit!!!

Lalu kucoba membuat personal statement. Kok kayak biografi? Kubaca guide yang dikirimkan Budi, otakku makin keruh. Kucari contoh-contoh personal statement dari Mr Google, banyaaaakkk...tapi kok gak ada yang berkenan di hati? Membuat personal statement itu ternyata susah-susah-gampang (karena susahnya dua kali gampangnya sekali, maka lebih berat di susah). Dan baru kutahu juga, bikin personal statement itu tidak boleh sembarangan. Ada trik-trik untuk membuat yang membaca terkesan. Seringkali keputusan untuk menerima atau tidak menerima seseorang tergantung pada personal statement.

Tapi contoh-contoh yang kudapatkan dari internet sungguh membuat aku mual. Tidakkah mereka terlalu mengumbar-umbar dirinya? Tapi kemudian aku mafhum, karena contoh-contoh itu berasal dari universitas-universitas di Amerika. Begitulah budaya mereka. Meskipun keahlianmu hanya sepersepuluh, usahakan mendapatkan first impression bahwa kau ahli 100% dalam suatu bidang, atau kau sangat menginginkan sesuatu. Tapi aku terlahir dengan kebiasaan menyembunyikan perasaanku :-) Meskipun aku sangat ingin mendapatkan kesempatan ini, aku malah berusaha menampakkan sikap yang cool abis (pantesan aku sama sekali tidak tertarik melanjutkan pendidikan di USA, selain karena prozac, senjata yang mudah didapat dan sebagainya yang membuat mental mereka tidak sehat). Maka kuputuskan mengarang sendiri personal statementku, dengan cerita-cerita yang entah nyambung entah tidak. Bodo ah...nanti sebelum disubmit ke asosiasi aku minta Budi review dulu deh.

Leadership statement setali tiga uang. Sampai Sabtu siang aku tidak tahu mau tulis apa, sampai aku hampir lupa sama janji dengan seseorang di ITB. Kurang dari 15 menit dari waktu yang dijanjikan, aku baru keluar dari rumah. Sampai di ITB sudah lewat jam 1. Duh, mudah-mudahan masih diterima. Untungnya Pak IA sangat ramah dan mau mengerti. Tadinya aku pikir dia seorang dosen biasa, tapi ternyata dia adalah Dekan SITH. Walah...dan aku berpakaian seadanya untuk mewawancara beliau? Kurang ajar sekali. Maafkan daku pak, aku tidak tahu kau begitu manis :-P

Tidak perlu aku berpanjang-panjang cerita tentang Pak Dekan yang bening itu karena gak ada hubungannya dengan statement-ku. Aku ingin cerita dalam perjalanan ke dan dari SITH saja. Sambil mencari Labtek XI tempat Pak Dekan bersemayam, aku tiba-tiba teringat semboyan Tut Wuri Handayani. Setelah wawancara yang berlangsung sejam lebih (meleset lebih banyak dari waktu yang sudah disepakati sebelumnya yaitu 30 menit) aku minta diri dan buru-buru keluar. Bukan apa-apa...dari tadi kepingin ke toilet!!! Tapi damn...aku tidak menemukan toilet sepanjang jalan. Tadi ada toilet pria, tapi tidak ada toilet wanitanya. Maka aku cepat-cepat melangkah ke mobil.

Tut wuri handayani terngiang-ngiang kembali saat aku melintas di depan UPT Perpustakaan yang selasarnya dipenuhi mahasiswa ngiyub (waktu itu hujan cukup deras). Terimakasih ITB...aku sudah menemukan inspirasiku di sini (di samping menemukan Pak IA yang manis itu hehehe. Ringking pasti nyesel gak bisa ikutan nih).

Sampai di rumah, setelah memenuhi panggilan alam, kuteruskan pekerjaan mengarangku. Kali ini aku mulai dengan statement on leadership, dan cerita tentang konsep leadershipnya ki hadjar dewantara. Voila...dalam waktu yang relatif singkat, statement itu sudah jadi. Lalu kulanjutkan personal statement yang tadi asal-asalan dibuatnya. Nasihat dari personal statement guide adalah, bikin dulu tulisanmu, dan jangan lupa refine-refine-refine setelah itu. Sepertinya tidak berlaku untuk aku, karena setiap kali melihat kembali statement-ku, aku malah rechange-rechange-rechange. Sampai bosan aku merubahnya. Lalu kuputuskan tidak melihat lagi tulisan itu. Biar saja Budi yang menilainya. Heehehehehe...salah sendiri mendorongku kuat-kuat untuk ikutan BABA.

Setelah semua itu selesai, sebelum disubmit ke ketua asosiasi, aku coba lihat travel guide ke Goa. Waaa....land of fertile. Tempat yang terletak di pantai barat India ini sangat cocok untuk relaksasi. Kulongok dia di Google Earth...keren banget. Boleh boleh boleh...bisa aja komite BABA mencari tempat retreat yang menyenangkan. Friends, doakan aku ya, ini kali kedua aku mencoba ke India, yang pertama gagal total. Kalau berhasil sampai sana, aku udah janji ke Budi beliin CD Kamasutra terbaru (kalau ada....:-), mungkin saja dia sudah membutuhkannya...hehehehe....sok tau....

Andrea Hirata, my new favorite

Hari ini sudah habis buku ketiga (Edensor) dari tetralogy Andrea Hirata kubaca. Kalau Sang Pemimpi mampu membuat aku ikut tersedu sedan mengikuti perjuangan hidup Ikal dan Arai untuk menggapai mimpi mereka menjadi sarjana, maka Edensor membuat aku terkekeh-kekeh sampai terbahak-bahak karena petualangan mereka yang penuh bahaya yang tak terbayangkan olehku ketika mereka menjelajahi Eropa sampai di tengah Afrika.

Andrea telah membuatku menjadi Debby yang dulu lagi, Debby yang penuh dengan mimpi dan khayalan yang akhir-akhir ini seperti terhempas karena rutinitas pekerjaan yang membosankan. Meskipun mengajar merupakan pekerjaan yang menyenangkan buatku, tetapi akhir-akhir ini mengajar membuatku lelah. Aku ingin keluar sebentar dari rutinitas ini dan menghirup udara kebebasan sebelum tenggelam kembali di dalamnya, sama seperti Ikal dan Arai menghabiskan liburannya menantang bahaya berkelana sampai ke Afrika dengan bekal kostum ikan duyungnya, sebelum kembali menekuni riset mereka. Tapi aku takkan seberani mereka....

Oh, betapa kekuatan sebuah buku mampu menggerakkan seseorang. Serendipity yang selama ini kuremehkan, dibuktikan oleh Ikal berkali-kali dalam setiap kejadian hidupnya, yang menghubungkannya dengan masa lalunya. Aku pun seringkali mengalami serendipity, tapi selalu meremehkannya. Stupid. Tahukah engkau apa yang membuat serendipity menjadi sebuah berkah? Kepekaan! Kalau kepekaan pada setiap kejadian hidupmu kau hargai dengan baik, maka kau akan dapat hikmahnya. Itulah pelajaran berharga dari si Ikal mayang itu.

Ikal juga mengajarkanku untuk terus-menerus mencari, seperti dia tak putus asa mencari A Ling sampai ke Zaire. Meskipun tak ditemukannya A Ling di sana, tapi dia telah menemukan potongan-potongan masa kecilnya, yang aku sebut serendipity itu. Jadiiii.. serendipity takkan kudapatkan dengan tinggal diam di Depok, menanti sesuatu yang sebetulnya tak kutau apa itu.

Everything's there for a reason. I agree with you, Ikal...

Tuesday, November 06, 2007

Di kantor baru

Hari ini aku resmi pindah ke tempat baru. Sebetulnya sih sudah sejak hari Jumat malam aku "diusir" dari meja lamaku di Gedung H, tapi baru hari ini aku sempat merasakan meja baruku di Gedung C lantai 2. Sabtu aku ngajar setengah hari di gedung yang lama, malas jenguk meja baru karena pastinya kalo Sabtu sepiiiii betul di sini. Jadi aku pindah-pindah duduk saja di Gedung H, lompat sana lompat sini persis antelop atau kutu loncat. Enak juga. Tapi yang bikin pusing, dimana aku naroh buku dan tasku ya? Untungnya ibu-ibu yang baik hati menyediakan tempatnya untuk dititipi bahkan diduduki jika aku bertandang ke gedung H. Baiklah...aku pasti akan membutuhkannya badly di masa depan terutama kalau sedang ngajar di sana.

Hari Senin aku belum ke kantor baru, padahal Kabagnya yang jarang2 berkunjung sedang ada di tempat. Tapi karena ada workshop dengan pak polisi di hotelnya Kak Harris (Kak Harris ternyata punya hotel lho! Hotelnya seger lagi, warnanya oranye menyala), aku menyerahkan keselamatan semua barang-barangku yang masih berantakan di Gedung C di tangan SIU.

Hari ini aku datang ke kantor sudah jam 9 lebih. Ada SIU, WD dan Mba Isye, tapi soon mereka cabut untuk ngajar. Jadi aku ditinggal sendirian. Huhuhuhu...lalu datang Tika, asdos baru. Ngobrol sebentar, eee ditinggal lagi. Lalu Bang Iim, datang sebentar juga...ngobrol sebentar...pergi lagi. Nah sekarang solo karier di di sini. Semoga aku betah....
Barang-barangku masih belum beres, karena tempatku yang sesungguhnya nasibnya belum jelas. Ini aku masih berada di meja orang lain. Sedih tidak? Nggak juga, aku tetep hepi karena masih bisa nge-net. Hehehee....Yang bikin aku sedih, tidak ada telepon di mejaku, dan tidak bisa berhubungan dengan teman2 lama di gedung H sesering mungkin.

So ladies 'n gentlemen, mulai hari ini kalau mau cari Debby jangan ke gedung h lagi ya...carilah di gedung c lantai 2. Cuman naik tangga sedikiiiittt...nyampe deh di Bagian PIO.