Debby@Home

“I asked God for strength that I might achieve; I was made weak that I might humbly learn to obey. I asked for help that I might do greater things; I was given infirmity that I might do better things. I asked for all things that I might enjoy life; I was given life that I might enjoy all things. I got nothing that I asked for, but everything I hope for; almost despite myself, my unspoken prayers were answered. I among all men am truly blessed”

My Photo
Name:
Location: Depok, West Java, Indonesia

I am an ordinary woman with extraordinary interest in everything

Tuesday, November 20, 2007

Tes Potensi Akademik

Akhir-akhir ini aku agak gusar karena permintaan aneh-aneh atas nama persyaratan untuk masuk perangkap sistem. Sebetulnya, kalo mau jujur, I'd rather be an outsider, or a watchdog, pengawas eksternal or whatever you name it, asalkan aku sejahtera. Tapi ternyata perjalanan nasib memberikanku pilihan lain, yang sepertinya bukan sebuah pilihan. Aku tidak bisa terus menerus menjadi outsider pada sebuah sistem.

Oleh karena itu, aku memutuskan untuk masuk ke sistem ini, dengan aturan game yang baru. Okie dokie...no problemo. Perjalanan itu dimulai dengan sebuah tes yang bernama tes potensi akademik, diikuti oleh sebuah FGD (focused group discussion
).

Pemberitahuan untuk mengikuti TPA diberikan dua hari sebelum pelaksanaan tes. Aku sama sekali tidak punya bekal berupa contoh2 soalnya. Dulu, 7 tahun yang lalu, waktu masuk sekolah di sini, aku memang menempuh TPA. Tapi hasil tes itu tentunya sudah tidak berlaku lagi.

TPA terdiri atas tiga bagian: verbal, matematika dan logika. Tujuh tahun yang lalu, dari ketiga bagian ini, aku "hanya" lemah pada matematika (bisa ditebaklah...aku ini sosial banget gitu lho. Jurusan di SMA boleh Fisika, guru BP boleh bilang aku berpotensi di bidang ilmu pengetahuan alam, tapi alam juga yang menentukan aku potensinya di sosial. Terbukti alam lebih pintar daripada manusia).

Secara keseluruhan, nilai TPA-ku termasuk fantastis, dibanding dengan rekan-rekan yang se-angkatan aku termasuk yang tertinggi. Aku tidak tahu jin mana yang menolongku pada waktu itu. Yang jelas, aku sama sekali tidak mempersiapkan diri dengan belajar dari buku-buku tentang TPA yang banyak dijual di toko buku. Persiapanku hanyalah tidur yang cukup dan perut kenyang karena sarapan yang bergizi. Persiapan lain adalah persiapan mental karena aku tahu posisi dudukku tidak terlalu menguntungkan. Kalau anda mantan anak UI, fobia ketinggian dan pernah duduk di bangku atas balairung, anda pasti tahu perasaan saya ketika ujian. Sambil ngerjain soal-soal, setiap kali melirik ke bawah seperti ada perasaan ingin terjun. Hiiiiiiiii....

Potensi akademik seseorang barangkali semakin menurun seiring dengan pertambahan usia. Dan pada satu titik tertentu, TPA sudah bukan alat ukur yang baik untuk menilai apakah seseorang punya potensi atau tidak, karena semua potensinya sudah tergali. Iya nggak sih? Iya aja deh...ini bisa jadi bahan penelitian lho.

Kembali ke sistem pada paragraf2 awal, TPA yang tadinya harus diselenggarakan dalam waktu singkat membuatku pasrah karena tidak bisa mempersiapkan diri bahkan secara minimal. Tapi aku sudah siap dipermalukan. Nyatanya, sehari sebelum hari H, aku mendapat telepon TPA diundur sampai 5 hari yang akan datang. Hah...kebetulan sekali! Aku langsung telepon GR minta dibawain bahan2 TPA yang pernah dimiliki olehnya. Sayangnya, bahan-bahan itu baru bisa diberikan 3 hari lagi. Ya sudah, kutelepon lagi WD minta bahan2 TPA, dan WD telepon JR untuk bantuin aku. Jadi, by Monday (sehari sebelum pelaksanaan TPA) aku sudah mendapatkan lebih dari 5 bahan TPA untuk dipelajari. Muntah-muntah deh sama TPA.

Masalahnya, on Monday...banyak sekali pekerjaan yang musti diselesaikan, membuat aku tertahan di fakultas sampai jam 9 malam! Bahan-bahan itu tersentuh praktis hanya selama kurang lebih sejam kalau ditotal-total, selebihnya perhatianku tercurah pada kerjaanku dan hal-hal gak penting lainnya (biasa kalau lagi meeting, maen2nya lebih banyak daripada kerjanya). Tapi lumayanlah...daripada tidak tersentuh sama sekali. Sambil ngelirik bahan2 itu (cuman sempet ngelirik sebentar-sebentar), aku diledek sama teman2 lain. Biarin aja, yang penting besok aku tidak bego-bego amat.

Pagi2 aku sudah merasa (sedikit) siap untuk menjalani TPA. Tapi ya ampyuuuuunnnn...sejarah terulang kembali! Masa diundur lagiiii???!!! Ini tukang tes-nya, takut sama kita atau tidak percaya kita bisa menembus angka 700 ya? Ato mereka merasa musti merubah soal2nya menjadi seperti GMAT untuk masuk Harvard Uni karena yang mau dites jenius semua (berdasarkan hasil FGD sebelumnya - btw untung aja FGD juga tidak ikut2an diundur). Ckckckckck...mereka itu musti dikasih pelatihan "how to be a professional" dalam bidang tes-mengetes potensi orang. Dia tidak tahu kali ya, secara naluriah setiap orang berpotensi sebagai pembunuh. Tidak bisa jadi pembunuh beneran, jadi pembunuh karakter juga boleh.

Jadi sekarang, aku sudah tidak bernafsu lagi untuk TPA. Mo TPA kek, TPU kek...hayo ajalah. Toh aku gak punya waktu buat belajar lagi. Monggo...mo meeting lagi....

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home