Andrea Hirata, my new favorite
Hari ini sudah habis buku ketiga (Edensor) dari tetralogy Andrea Hirata kubaca. Kalau Sang Pemimpi mampu membuat aku ikut tersedu sedan mengikuti perjuangan hidup Ikal dan Arai untuk menggapai mimpi mereka menjadi sarjana, maka Edensor membuat aku terkekeh-kekeh sampai terbahak-bahak karena petualangan mereka yang penuh bahaya yang tak terbayangkan olehku ketika mereka menjelajahi Eropa sampai di tengah Afrika.
Andrea telah membuatku menjadi Debby yang dulu lagi, Debby yang penuh dengan mimpi dan khayalan yang akhir-akhir ini seperti terhempas karena rutinitas pekerjaan yang membosankan. Meskipun mengajar merupakan pekerjaan yang menyenangkan buatku, tetapi akhir-akhir ini mengajar membuatku lelah. Aku ingin keluar sebentar dari rutinitas ini dan menghirup udara kebebasan sebelum tenggelam kembali di dalamnya, sama seperti Ikal dan Arai menghabiskan liburannya menantang bahaya berkelana sampai ke Afrika dengan bekal kostum ikan duyungnya, sebelum kembali menekuni riset mereka. Tapi aku takkan seberani mereka....
Oh, betapa kekuatan sebuah buku mampu menggerakkan seseorang. Serendipity yang selama ini kuremehkan, dibuktikan oleh Ikal berkali-kali dalam setiap kejadian hidupnya, yang menghubungkannya dengan masa lalunya. Aku pun seringkali mengalami serendipity, tapi selalu meremehkannya. Stupid. Tahukah engkau apa yang membuat serendipity menjadi sebuah berkah? Kepekaan! Kalau kepekaan pada setiap kejadian hidupmu kau hargai dengan baik, maka kau akan dapat hikmahnya. Itulah pelajaran berharga dari si Ikal mayang itu.
Ikal juga mengajarkanku untuk terus-menerus mencari, seperti dia tak putus asa mencari A Ling sampai ke Zaire. Meskipun tak ditemukannya A Ling di sana, tapi dia telah menemukan potongan-potongan masa kecilnya, yang aku sebut serendipity itu. Jadiiii.. serendipity takkan kudapatkan dengan tinggal diam di Depok, menanti sesuatu yang sebetulnya tak kutau apa itu.
Everything's there for a reason. I agree with you, Ikal...
Andrea telah membuatku menjadi Debby yang dulu lagi, Debby yang penuh dengan mimpi dan khayalan yang akhir-akhir ini seperti terhempas karena rutinitas pekerjaan yang membosankan. Meskipun mengajar merupakan pekerjaan yang menyenangkan buatku, tetapi akhir-akhir ini mengajar membuatku lelah. Aku ingin keluar sebentar dari rutinitas ini dan menghirup udara kebebasan sebelum tenggelam kembali di dalamnya, sama seperti Ikal dan Arai menghabiskan liburannya menantang bahaya berkelana sampai ke Afrika dengan bekal kostum ikan duyungnya, sebelum kembali menekuni riset mereka. Tapi aku takkan seberani mereka....
Oh, betapa kekuatan sebuah buku mampu menggerakkan seseorang. Serendipity yang selama ini kuremehkan, dibuktikan oleh Ikal berkali-kali dalam setiap kejadian hidupnya, yang menghubungkannya dengan masa lalunya. Aku pun seringkali mengalami serendipity, tapi selalu meremehkannya. Stupid. Tahukah engkau apa yang membuat serendipity menjadi sebuah berkah? Kepekaan! Kalau kepekaan pada setiap kejadian hidupmu kau hargai dengan baik, maka kau akan dapat hikmahnya. Itulah pelajaran berharga dari si Ikal mayang itu.
Ikal juga mengajarkanku untuk terus-menerus mencari, seperti dia tak putus asa mencari A Ling sampai ke Zaire. Meskipun tak ditemukannya A Ling di sana, tapi dia telah menemukan potongan-potongan masa kecilnya, yang aku sebut serendipity itu. Jadiiii.. serendipity takkan kudapatkan dengan tinggal diam di Depok, menanti sesuatu yang sebetulnya tak kutau apa itu.
Everything's there for a reason. I agree with you, Ikal...
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home