Debby@Home

“I asked God for strength that I might achieve; I was made weak that I might humbly learn to obey. I asked for help that I might do greater things; I was given infirmity that I might do better things. I asked for all things that I might enjoy life; I was given life that I might enjoy all things. I got nothing that I asked for, but everything I hope for; almost despite myself, my unspoken prayers were answered. I among all men am truly blessed”

My Photo
Name:
Location: Depok, West Java, Indonesia

I am an ordinary woman with extraordinary interest in everything

Thursday, September 27, 2007

Sustainable Anger

Pernah ngerasain yang namanya marah gak abis-abis? Makin diungkit makin marah aja? Entah kenapa sekarang ini begitu itu yang aku rasakan toward my youngest brother. Meskipun dia sudah minta maaf lewat sms, tetep aja nyanyian the Corrs "you're forgiving...not forgotten" mengiang-ngiang di telinga. Rasanya itu marah terbesar yang aku rasakan seumur hidupku mengenal adikku yang paling kecil tapi paling gedhe badannya itu.

Harusnya aku paham betul sama sifatnya yang pemarah itu. Dia sama sekali tidak bisa mengendalikan amarahnya, karena darah tingginya yang gak sembuh-sembuh. Sejak kecil gejala 'high tense'nya sudah kelihatan. Oleh karena itu, oleh ibuku diet-nya pun dikendalikan. Setiap kali sarapan pagi kami semua disuguhi segelas susu, roti bantal dari perusahaannya Oom Miskat (dulu namanya roti bantal) dan masing-masing diberikan sebutir telur ayam kampung setengah matang. Buat adikku itu, semuanya ada kecuali telur setengah matang. Alasannya, nanti darah tingginya kambuh. Dia pun tidak boleh makan duren karena darah tingginya itu, dan sampai besar segede bagong sekarang ini, dia jadi tidak suka sama duren dan telur setengah matang. Tapi....tetap saja darah tinggi nya suka kumat.

Terakhir darah tinggi itu kumat adalah dua minggu yang lalu, hanya karena sebungkus nasi padang. Aku sama sekali tidak habis pikir kenapa bisa sampai semarah itu, tapi akhirnya aku memutuskan untuk tidak berurusan lagi dengannya. Dan rasanya dunia menjadi lebih tenang tanpa gangguan dari dia selama beberapa lama. Sampai akhirnya ibuku ikut campur.

Berita tentang perang dingin itu jadi bocor juga ke telinga ibuku, sampai-sampai ibuku mengeluarkan nasihat macam-macam dan minta agar aku memaklumi adikku. Rasanya aku sudah melakukan itu, tapi kok ya...kayaknya belum cukup. Aku memang sudah memaafkan dia sejak pertama dia melakukan itu, karena aku ini pemaaf. Ceile. Tapi ternyata maaf itu bersyarat. Dia aku maafkan asal tidak berurusan denganku lagi. Maaf jenis apa ini?

Maybe someday...ketika semua orang sudah tidak mengungkit-ungkit lagi tentang hal ini, aku akan biasa-biasa lagi sama dia. Besides, he's my youngest brother bukan? Jangankan sama dia, aku belum pernah menyimpan dendam untuk siapa pun di dunia ini. Bahkan sama junta militer Myanmar yang sudah bikin kerusuhan brutal towards para biksu...aku cuman marah sebentar sambil bilang "goblok...goblok..." trus mendoakan mereka masuk neraka. Hehehe...Back to my bro, aku hanya ingin memberikan dia pelajaran supaya tidak semena-mena memperlakukan orang lain. Cuman, aku gak tau pelajaran yang kayak mana yang bisa bikin dia belajar mengendalikan dirinya. Sudah ah...

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home