Debby@Home

“I asked God for strength that I might achieve; I was made weak that I might humbly learn to obey. I asked for help that I might do greater things; I was given infirmity that I might do better things. I asked for all things that I might enjoy life; I was given life that I might enjoy all things. I got nothing that I asked for, but everything I hope for; almost despite myself, my unspoken prayers were answered. I among all men am truly blessed”

My Photo
Name:
Location: Depok, West Java, Indonesia

I am an ordinary woman with extraordinary interest in everything

Sunday, July 01, 2007

Traditional way in a modern site

Kemarin aku menemani tante dan sepupuku belanja di sebuah hipermarket di Bandung. Si tante yang asalnya dari Pakning ini punya misi mengantarkan sepupuku sekolah di Bandung. Dia cuman punya 2 anak, Mike dan Margaretha, yang dua-duanya sekarang berada di Bandung. Mike sudah terlebih dulu ada di Bandung, dan saat ini akan melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi.

Karena Etha (panggilan kecil Margaretha) pun akan melanjutkan SMA-nya di Bandung, maka untuk menghemat biaya hidup kedua anak tersebut, yang berdampak pada penghematan kiriman uang buat mereka (hehehe) maka si ibu punya rencana membelikan sebuah magic com untuk menanak nasi. Lauknya beli di luar. Cara begitu bisa bikin hemat katanya.

Kembali ke hipermarket, kami pun melihat-lihat magic com yang ada di sana. Si tante ingin membelikan magic com yang kecil saja. Kutunjukin yang paling kecil, cukup untuk makan berdua. Eeee...si tante gak mau. Katanya kekecilan. Lha yang setingkat lebih besar dari itu, menurut skala aku sudah terlalu gede untuk makan berdua. Trus si tante bilang, jaga-jaga untuk makan berempat, kalau nanti orangtuanya datang bertandang ke Bandung. Halah...tadi nyari yang cukup untuk makan berdua, sekarang yang cukup untuk makan berempat. Piyeeee....Ya sudah, akhirnya dia tertarik pada sebuah magic com yang menurutnya harganya sudah murah, dan didiskon pula. Beruntung sekali si tante.

Tanteku ini punya bakat otak dagang. Dia bilang, di Pakning dia ngasih kredit ke orang-orang, untuk sebuah magic com dihargai 350ribu rupiah. Sedangkan harga magic com di hipermarket itu kurang dari 200ribu. Bisa untung banyak kalau dibawa ke Pakning. Lalu aku sambung saja khayalan dia, kukatakan dia musti sewa kontainer untuk membawa magic com-magic com itu, dan dengan demikian dia tidak perlu naik pesawat ke Pekanbaru. Numpang di kontainer itu saja. Si tante memang tidak suka naik pesawat terbang. Setiap kali terbang kepalanya sering dihantui pikiran-pikiran buruk pesawat jatuh, hilang atau terbakar di atas.

Gimana caranya ya melakukan disensitisasi untuk orang-orang fobia terbang? Sudah kucoba menjelaskan bahwa menurut hasil penelitian transportasi, menggunakan pesawat terbang relatif lebih aman daripada moda transportasi lain seperti perjalanan darat atau kapal laut. Lagipula dari segi waktu, pesawat terbang lebih hemat. Dari segi biaya, tentu saja naik pesawat sekarang ini lebih murah dibandingkan naik transportasi lainnya. Itu semua tidak mempan buat si tante. Akhirnya, dengan putus asa tapi rada kejam, kukatakan kalaupun terjadi kecelakaan pesawat terbang, matinya lebih cepat daripada naik transportasi lain. Jawabannya apa? Kalau kecelakaan pesawat, kuburannya tidak diketahui. Tidak sempat ngasih pesan-pesan terakhir kepada keluarga tercinta. Kalau naik darat, mati lebih lambat...masih sempet ngasih pesan-pesan terakhir. Hehehe...

Balik lagi ke hipermarket, setelah memilih dan mengetes satu magic com, kuambil satu trolley dan meletakkan magic com itu ke dalam trolley. Kata tante mau beli beras seperti beras yang ada di rumah Ison. Waktu aku mencatat nama dan alamat pada kertas yang diajukan pramuniaga magic com, si tante mengeluarkan dompetnya. Sekilas aku lihat dia menghitung sejumlah uang dan menyerahkannya ke Etha. Aku lega, kupikir mau diberikan ke pramuniaga. Lalu setelah selesai menulis dan mengembalikan kertas tersebut ke pramuniaga, aku mengajak mereka untuk melanjutkan pencarian. Etha tiba-tiba menyodorkan uang tersebut ke pramuniaga. Gubraaaakkkk...Kontan aku dan sang pramuniaga ketawa terbahak-bahak (si pramuniaga mah baru ketawa setelah aku ketawa....takut menyinggung kali). Lalu kudorong Etha sambil bilang,"keep the money until we finish shopping."

Pak Tukul Arwana kalau lihat kejadian itu pasti teriak,"katro...ndesoo..." Tapi aku maklum sajalah...si tante memang belum pernah belanja di sebuah hipermarket yang tiap item-nya ada penjaganya. Dipikir metodenya tidak beda sama pasar tradisional. Padahal si tante sering jalan-jalan ke Pekanbaru dan Medan. Jadi selama ini dia tidak pernah berbelanja di supermarket!! Pantesan kaya....

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home