Debby@Home

“I asked God for strength that I might achieve; I was made weak that I might humbly learn to obey. I asked for help that I might do greater things; I was given infirmity that I might do better things. I asked for all things that I might enjoy life; I was given life that I might enjoy all things. I got nothing that I asked for, but everything I hope for; almost despite myself, my unspoken prayers were answered. I among all men am truly blessed”

My Photo
Name:
Location: Depok, West Java, Indonesia

I am an ordinary woman with extraordinary interest in everything

Thursday, May 17, 2007

Our roles in this world

Who am I? is the only question worth asking and the only one never answered. It is your destiny to play an infinity of roles, but these roles are not yourself. The spirit is non-local, but it leaves behind a fingerprint, which we call a body. A wizard does not believe himself to be a local event dreaming of a larger world. A wizard is a world dreaming of local events.

Deepak Chopra
Source: http://www.everybodygoes.com/quotations/who-am-i-quotes.htm
Bapak Chopra bilang, pertanyaan yang paling layak diajukan oleh seorang anak manusia tetapi sampai hari ini tidak pernah bisa dijawab adalah "WHO AM I" atau "NAN YAR" atau "SIAPAKAH AKU"

Jawaban filosofis (dan hipotetis) untuk pertanyaan di atas sementara ini adalah: I am who I am, I am the infinite, I am no one and everyone, nothing and everything. Nah lho! Too abstract tho? So how can we operasionalize that?

Jika kita menjawab Pak Chopra dengan mengacu pada "peran" yang kita mainkan di panggung sandiwara a.k.a. "dunia" ini (ceila...puitis sekaleee), WHO AM I pun masih sangat luas, dan analisis multi level harus dipakai karena kita milik berbagai kategori yang ada. Tetapi mau tidak mau, sadar atau tidak sadar, peduli tidak peduli...jika ditanya WHO AM I kita akan menjawab dengan peran...peran...dan peran...Betul tidak? Oleh karena itu, to make the abstract concrete, saya akan mencoba menjawab WHO AM I dengan "roles" yang berhubungan juga dengan self-identity dan self-concept. Hah...apa pula ini? Embuhlah....Yang jelas "peran" yang akan aku jelaskan akan berhubungan dengan adat yang baru saja aku pelajari dari beberapa acara adat yang pernah aku ikuti.

Kita punya peran banyak sejak lahir. That doesn't make us have this so called split personality, tapi kalau kita tidak dapat menempatkan diri dengan baik pada peran-peran tersebut, trust me...you have trouble with your personality and your social life.

Let's count my roles: a daughter, a granddaughter, a big sister, a cousin, a niece, an auntie, a friend, a subordinate, a supervisor, a teacher, a coordinator of internal relation (haha), a girlfriend (huhu, not for the time being) and many other roles I can't think of right now. Kalau sudah menikah, maka bertambah pula roles-ku, apalagi kalau sudah punya anak dan cucu. Semakin tua roles bukan malah berkurang, tetapi bertambah (syukurlah...jadi tidak ada istilah "post power syndrome" untuk roles). Tambahan peran untuk orang batak adalah: menjadi boru dan tondong. Hehehe..

Pelajaran pertamaku mengenai "boru" dan "tondong" ini adalah sejak adikku menikah. Betapa berharganya seorang "tondong" oleh pihak boru, sehingga boru harus sampai nyembah-nyembah kalau didatangi tondong. Busyeeeettt...Tapi yang menarik adalah, bagi seorang perempuan you don't have to be "boru" all the time in your life, unless you decide not to be married. Hahaha... mungkin begitu cara orang batak mewajibkan sebuah pernikahan. Jika kau belum menikah, jangan coba-coba minta "dianggap" pada acara-acara adat. Walaupun gelar akademik berderet-deret di depan dan belakang namamu, kau tetap dianggap tidak layak memberikan pidato atau nasihat pada sebuah acara adat.

Bagi seorang perempuan batak, jika berada di keluarganya sendiri, statusnya (atau perannya) adalah boru. Dengan peran ini, pada acara-acara adat, seorang perempuan memiliki job description "boru", seperti harus bekerja menyiapkan hidangan, menyambut tamu dengan baik, dan berada di belakang layar a.k.a dapur.

Jika sudah menikah (tentunya dengan orang batak), maka ia akan menjadi "tondong" di keluarga suaminya. Peran tondong "lebih enak" dibandingkan peran boru. Bayangkan, dia akan disambut oleh pihak boru dan tidak perlu ke dapur ikut menyiapkan hidangan. Yang perlu dipersiapkan adalah pidato karena perannya mengharuskan dia berpidato. Lesson learnt: don't get married if you hate to give speech, or don't marry a batak instead! Dengan kata lain, non batak atau orang yang tidak menikah bukanlah orang yang patut diperhitungkan dalam acara adat. Untunglah acara adat itu diadakan tidak sekali dalam setahun. Hehehe....

Little by little I get the notion of these roles. Waktu di Sukabumi kemarin, aku juga banyak belajar mengenai adat dan peran "boru" dan "tondong" ini. Mungkin pengetahuan ini tidak bisa digeneralisasi, karena aku belajar dari adat batak simalungun. Tapi rasanya batak toba pun punya cara-cara dan peran yang kurang lebih sama...barangkali lebih complicated dan sophisticated.

Begitulah sedikit pembelajaran mengenai peran dalam adat batak, kalau tidak terlalu tepat, ya maafkan daku...namanya juga baru belajar. Peran yang dihubungkan dengan social relationship akhirnya membuat kita dicap sebagai collectivist society, dan sehubungan dengan itu our self-identity pun tidak jauh-jauh dari our social identity. So WHO AM I? I am me, I am us, I am you, and I am them. Pusing? Sammaaaaa...

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home