Debby@Home

“I asked God for strength that I might achieve; I was made weak that I might humbly learn to obey. I asked for help that I might do greater things; I was given infirmity that I might do better things. I asked for all things that I might enjoy life; I was given life that I might enjoy all things. I got nothing that I asked for, but everything I hope for; almost despite myself, my unspoken prayers were answered. I among all men am truly blessed”

My Photo
Name:
Location: Depok, West Java, Indonesia

I am an ordinary woman with extraordinary interest in everything

Wednesday, October 31, 2007

Silaturahmi ke STSI Bandung

Dalam rangka pembuatan naskah akademik tentang ilmu dan seni (grrrhhhhhh....), aku dan Ringking merencanakan berkunjung ke Bandung hari Senin lalu. Tadinya sih aku doang yang diminta datang ke sana dengan alasan aku sudah mengenal Bandung (padahal aku cuman tahu jalan dari Pasteur ke Ciumbuleuit doang), tapi karena "berdua lebih baik" (kata-kata ini kukutip dari seorang pastor yang aku lupa namanya dalam sebuah bukunya yang aku juga lupa judulnya karena buku itu kubaca sudah lebih dari 10 tahun yang lalu), maka aku mengajak Ringking dalam ekspedisi ini.

Kami sudah membayangkan perjalanan yang menyenangkan, dengan persentase waktu untuk belanja lebih banyak daripada persentase bekerja. Hehehe...dasar perempuan. Aku sih nemenin Ringking aja, yang ngakunya baru 10 kali berkunjung ke Bandung selama hidupnya. Tapi biasanya, yang nemenin yang lebih kalap :-P

Senin malam kami sampai di Bandung, disambut hujan yang mengguyur Bandung sejak sore sampe-sampe si Ali adikku tidak bisa nemuin our uncle yang kebetulan sedang berada di Bandung, dan tiba-tiba memiliki sebuah misi suci menyatukan adiknya dan calon istrinya sesegera mungkin. People change. Dulu dia adalah orang yang paling menentang hubungan adiknya dengan Mba Titin, yang menurutnya tidak sepadan dan beda budaya. Sampai-sampai my uncle Leo malas sekali ngobrol sama abangnya yang punya adat keras itu. Tapi sekarang dia yang paling semangat supaya my uncle Leo cepat2 menikah dengan Mba Titin. Hmmmm....that's life, folks. Kalo kata ibunya Forest Gump, "life is like a box of chocolate, you'll never know what you're gonna get"

Kris, adik iparku, mengajak makan di sebuah tempat, namanya D'Cost. Ini tempat cozy abisss, kata si Ringking di Jakarta ada di Kemang tapi tempatnya selalu penuh. No wonder kenapa selalu penuh, nasi putih dihargai seribu rupiah, boleh pesen sepuasnya dan harganya tetep 1000! Lalu teh tawar hangat harganya seratus rupiah, pesen sampe muntah-muntah juga harganya tetep 100 rupiah. Ckckckck....Mungkin tempat ini akan jadi favoritku bertahun-tahun ke depan sampai aku eneq sama menu-menunya, sama seperti Kook di Ciumbuleuit yang cukup lama jadi favorit tempat makan.

Besoknya, kami pergi ke STSI pagi-pagi bener dianterin adikku. Tidak terlalu pagi sebetulnya, karena kami baru berangkat dari rumah jam 8.30, nyangkut di Bubur Ayam Mang Oyo Sulanjana sejam (hehehe...susah juga nelen bubur ayam kental Mang Oyo sampe memerlukan waktu sejam sendiri), then ke Buah Batu. Aku pikir akan makan waktu banyak karena kata adikku jauuuuuh sekali (aku ngebayangin perjalanan Depok - Cilincing minggu lalu waktu menghadiri upacara kremasinya Ibu Meithy!), tapi ternyata kurang dari setengah jam dah nyampe, tidak pake jalan tol lagi!. Huahahahaha...orang Bandung suka berlebihan kalau menggambarkan sesuatu (kepada orang Jakarta lagi!).

Sampai di STSI, itu kampus kayak kampus mati. Suram. Mendadak sedih melihat kampus ini, karena berbeda jauh dengan UI yang terang benderang dan modern. Sedang ada pembangunan untuk jurusan teater. Tapi selebihnya...kantor kelurahan Pondok Cina jauh lebih bagus dan bersih dibandingkan ruang-ruang di kampus ini. Sudah gitu, pegawai negeri yang ada di sana sok birokratis lagi. Rasanya pengen mengajari mereka cara menjadi birokrat yang baik dan benar.

Pertama kali kami menemui orang di Bagian Akademik. Orangnya cukup helpful meskipun penampilan acak-acakan khas seniman :) Dia mengabarkan kabar buruk bahwa semua pimpinan sekolah tinggi itu sedang raker di Subang. Lemaslah kami....huhuhuhuhu...terlalu pede sih. Tapi kemudian kami bertekad mendapatkan data sebanyak mungkin sehingga kedatangan kami ke sini tidak hanya untuk mengantarkan Ringking belanja saja. Hasilnya, kami mendapatkan data jumlah dosen dan pendidikan terakhir mereka dengan mudah di Bagian Kepegawaian. Setelah itu, kami cara data jumlah mahasiswa. Di sini aku dibuat jengkel sama pegawai negeri sok birokrat itu.

Aku putuskan mengikuti keinginannya, menemui Bagian Umum (ini sih kuat-kuatan mental saja). Kami dilempar-lempar sampai ke sebuah lapangan olahraga indoor yang di atasnya dipakai sebagai kantor. Rasanya tidak percaya ada kantor di situ, tapi masa sih kita diboongin. Maka kami menyusuri selasar dalam gedung. Sampai di sebuah ruangan yang terbuka (ruangan lainnya tertutup), aku dan Ringking berargumentasi apakah ruang terbuka itu Bagian Umum atau tidak. Karena menyerupai gudang, Ringking bilang mungkin itu bukan Bagian Umum. Aku bilang mungkin saja, karena Bagian Umum kan mengurusi segala hal yang ada di kantor. Maka kami bertanya dengan hati2 kepada penghuninya. Ada seorang yang aku kira mahasiswa tapi ternyata karyawan, yang very very helpful sehingga mau mengurusi kami ke tempat yang seharusnya kami tuju. Hmmmm...berarti gw sedang diinisiasi sama orang-orang di depan.

Lalu kami ke Bagian Umum sesungguhnya yang berada di gedung depan, dan beruntunglah kami dapat bertemu dengan Pak Harris dari Puslitmas. Pak Harris ini tadinya ikut raker ke Subang, tapi karena satu dan lain hal harus kembali ke STSI. Mungkin ada firasat akan ada dua cewek keren datang berkunjung (emang Ringking aja yang boleh keren? - btw nama tengah si Ringking itu "Keren?"). Kami menghabiskan waktu dua jam lebih ngobrol-ngobrol seputar penelitian dosen seni, dan dia sangat menguasai bahan (untunglah adikku sudah disogok Tempo terbaru yang tebelnya bujubune itu). Sampai akhirnya...kita mendapatkan data jumlah mahasiswa lewat Pak Harris (horeeee...tidak perlu kembali lagi ke bapak sok birokrat di lantai bawah).

Semua data-data administrasi bisa kami dapatkan by 13 hundred hours. Masalahnya, kami tidak bisa melakukan wawancara dengan pimpinan sekolah tinggi ini, kecuali mau susah payah ke Subang, itu pun belum tentu diterima dengan sukacita. Akhirnya kami memutuskan untuk pulang saja ke Depok hari ini, dan melanjutkan wawancaranya pada minggu yang akan datang. Kami berjanji ke Pak Harris untuk datang kembali minggu depan, padahal minggu depan Ringking ke Singapura. Ya sudah, tungguin Ringking kembali lah yaowww...malas juga wawancara sendirian. I'm bad at taking notes. Halah....

Kami makan siang di Tamansari, lalu memulangkan adikku ke rumahnya dan melanjutkan perjalanan ke FO. Seperti biasa, aku membuat kami nyasar. Aku excuse dong, karena baru kali ini jadi navigator jalan-jalan di Bandung. Aku dan Ringking tidak janjian beli baju yang sama karena sampai di dalam FO kami sibuk sendiri. And guess what....of the many many clothes there...aku membeli baju yang sama dengan Ringking, hanya beda ukuran saja! Kita baru sadar setelah membayar baju-baju itu. Ya ampyuuuuuuunnnn...kenapa selera kita bisa sama gitu ya? Sampai warnanya pun sama (memang baju itu cuman punya satu warna saja, hijau). Teringat dulu waktu ada bazaar di kampus, kita hampir membeli baju yang sama tapi untungnya Ringking tidak jadi ambil karena gak ada ukuran dia. Hehehe.

Pulang ke rumah, Ringking tidur dulu sebelum kami berangkat pulang, dan aku menyelesaikan Laskar Pelangi. Sampai glossariumnya habis dibaca (kurang kerjaan), Ringking tak juga bangun. Tak tega membangunkan supir pribadiku ini, aku memutuskan ke bawah dan bergabung dengan Mas Zardi dan Mba Ninik, seniornya adikku yang baru saja pulang dari Jepang dan berencana menginap di Ciumbuleuit. Kebetulan si mba bisa pakai kamar yang aku tempati karena kami mau pulang. Ngobrol-ngobrol sebentar sama mereka, tentang jeleknya regenerasi staf pengajar di jurusan geologi (ya fenomena itu sih nggak di ITB, nggak di UI...sama sajalah) sambil menunggu Ringking bangun.

Setelah Ringking bangun, kami pun beranjak dari Ciumbuleuit, meninggalkan para geologist itu berdiskusi, bahan omongannya beda pisan sama kita-kita yang low profile. Hehehe. Low profile sama bego itu masih serumpun macam Indonesia dan Malaysia (analogi yang aneh). Kami makan di Ikan Bakar Cianjur (ato Ayam Bakar Cianjur?) di Pasteur. Aku pesan ayam bakar dan satu (biji) ati. Aku membayangkan ati ayam yang cukup besar tentunya, sebesar ati ayam di bubur ayam Mang Oyo. Tapiiii...waktu makananku datang, aku pun terbengong-bengong sementara Ringking terpingkal-pingkal karena ati ayamnya persis sebesar ati burung gereja (sudah pernah makan ati burung gereja? aku belum, tapi kalau burung gereja imut sekali, apalagi atinya? sebesar itulah ati yang aku makan tadi malam). Ringking sempat mengabadikan ati itu dengan kameranya, nanti aku sertakan fotonya deh kalau ingat.

Start dari Pasteur jam 8, kami sampai depok jam 10 kurang dikit. Dasar mantan supir metromini, bisa-bisanya nyampe Depok kurang dari 2 jam, padahal di jalan tol Cikampek cukup padat sama mobil dan truk-truk. Sampai di rumah, aku disambut mati lampu. Huhuhuhu....kan aku gelapfobia kalau sedang aktif. Tapi gak berapa lama, lampunya hidup. Horeeee....akulah pembawa keberuntungan ituh. Lalu aku cepat-cepat naik ke tempat tidur, sebelum lampunya mati lagi. Hehehe...kan gelapfobia kalau lagi bangun aja, kalau lagi bobo mah aku lebih senang gelap-gelap. Lebih kusyu bobonya.

Monday, October 22, 2007

In Memoriam: Dr. Meithy L. Djiwatampu

Hari ini (akhirnya) Ibu Meithy menghadap Yang Kuasa. Setelah ditunggu-tunggu oleh keluarganya (beneran nunggu lho...dalam arti harafiah!), dan perkiraan suami yang meleset sehari karena firasatnya kemarin meninggalnya, Ibu Meithy akhirnya menyerah pada penyakit kanker pankreas yang menggerogoti kesehatannya.

Baru kemarin aku mendapatkan forward-an sms dari seorang teman mengenai kondisi kritis beliau, yang katanya sudah 2 hari dalam keadaan koma. Bunyi sms dari suaminya begini: "Keluarga sudah saya panggil. Maybe her last day now. Meithy kalau sudah saatnya akan dikremasi di Cilincing. Rumah duka, kremasi, dll diurus Gereja Katolik Paskalis. Rumah duka mungkin RS Carolus atau RSPAD di Jl Kwini".

SMS yang optimis sekali (atau pasrah sekali?). Sebetulnya kemarin rada geli melihat sms itu, karena kesannya kok mendahului Tuhan. Tapi kalau orang ngerti metode regresi, ya memang gitu prediksinya. Kalau hari Kamis yang lalu hampir koma, lalu besoknya sudah koma, maka tidak lama lagi ya jadi "titik".

Kanker pankreas memang mengerikan kelihatannya. Jika pasien kanker yang menggerogoti bagian2 tubuh lain masih bisa bertahan (malah ada yang sembuh dari penyakitnya), pasien dengan kanker pankreas cenderung tidak bertahan lama. Lihat saja almarhum Pavarotti yang juga terkena kanker pankreas, hanya selang setahun sejak ia ketahuan kanker, dia meninggal. Padahal, kurang apa Pavarotti...duit banyak...pasti pengobatannya jauh lebih canggih dibanding orang Indonesia.

All in all...Ibu Meithy meninggalkan kita semua dengan kebaikan-kebaikannya. Bener kok...orang baik kalau meninggal pasti akan meninggalkan kesan yang sangat mendalam. Seperti Pak Frans, suaminya Bu Meithy, yang tak tahan melihat beliau terbaring sendirian di ICU...minta agar beliau dipindahkan ke kamar supaya bisa dipegang tangannya. Aku juga mempunyai kenangan-kenangan yang baik semasa hidupnya. Terakhir berhubungan dengan Ibu Meithy dalam pekerjaan adalah ketika kita dipanggil oleh rektorat untuk mempresentasikan program magister terapan. Bu Meithy minta aku yang menuliskan di papan tulis tentang perbedaan tiga program yang kita punya. Lalu setelah itu, dari masukan2 rektorat kita berhimpun untuk menyusun perbaikan komposisi kurikulum, bu Meithy masih aktif.

Terakhir melihat beliau adalah ketika wisuda S1 akhir bulan Agustus. Setelah itu kita tidak melihatnya lagi, karena kondisinya yang tidak juga membaik. Selamat jalan Bu Meithy, semoga engkau bahagia di sisiNya.

Sunday, October 21, 2007

To forgive and to live in harmony

Kalimat di atas bukan slogan yang kebetulan singgah di kepalaku karena hari ini hari baik. Tapi memang itu adalah tema khotbah hari ini (untung aku ke gereja hari ini, secara tadi pagi-pagi sekali aku sempet mikir tidak usah ke gereja karena ngabisin waktu! ckckckck...manusia sok hebat).

Sering sekali khotbah-khotbah bicara tentang dua hal tersebut, tapi kali ini cukup mengena buatku. At least pikiranku jadi mengembara mencari examples. Biasanya sih, pikiranku suka mengembara ke tempat-tempat lain, terutama kalo cara khotbah tidak menarik, atau suaranya tidak kedengeran karena ketutup logat daerahnya. Males deeehhh...

Aku bukan orang yang mudah memaafkan atau mudah mengalah. Bahkan most of the time aku ingin menang, tidak ingin mengalah. Rasanya puas kalau sudah menang. Padahal mengalah ternyata lebih sulit daripada ingin menang. Jika ingin menang, ya tidak perlu mengalah. Kalau ternyata pihak yang lain juga tidak ingin mengalah, maka kejadian yang paling tidak parah adalah perang dingin. Busyet deh. Itu adalah kejadian paling tidak parah? Yang paling parah kayak apa ya?

Sampai hari ini aku masih berjuang dan belajar menjadi orang yang penuh kasih, yang mampu memaafkan orang-orang yang melakukan kesalahan kepadaku. Sifat egois yang melekat padaku sejak kecil rasanya sulit sekali dihilangkan. Susah ya ternyata jadi orang baik? But at least I acknowledge one of my weaknesses, dan aku ingin berubah.

Gimana caranya ya???...

PS. Hari ini aku mendengar Bu Meithy sudah koma dua hari di rumah sakit. Sedih banget! :-(( Meskipun tidak terlalu dekat dengan beliau, tetapi aku tidak pernah membenci beliau. Aku selalu memaafkan beliau, karena beliau bukan orang yang sulit untuk dimaafkan. Keadaan yang membuat kita sering berseberangan. Tapi di hatinya tidak pernah ada dendam, dan kalau sedang panik lucu banget...nasihatku pun didengar meskipun aku jauuuuuhhhhh lebih muda dari beliau. Aku berdoa yang terbaik untuknya, di dunia maupun akhirat. Amien.

Friday, October 19, 2007

A one day commuter

Kemarin gue terpaksa jadi komuter karena di sela-sela liburan dipaksa datang ke Depok buat meeting. Gue memutuskan menggunakan travel supaya di jalan bisa cek file di laptop, lumayan dua jam di jalan dipake buat ngisi otak. Lagipula menggunakan travel ternyata lebih murah dibandingkan bawa mobil sendiri, not to mention capeknya itu lhooooo....

Berangkat dari Bandung jam 8 pagi, gw dapat bangku no.4. Damn...kenapa tidak di samping pak supir aja ya? Naga2nya gw gak bisa konsentrasi baca2 file di laptop nih. Beneran! Di samping gw ada ibu2 dan anaknya yang juga sudah jadi ibu2, keduanya sedang menggendong dua anak yang masih balita.

Sebetulnya gw gak keberatan setengah bangku diambil sama si ibu....yang bikin gw gak tahan...itu bayi kayaknya sih abis muntah, jadi bau muntah bayi bener2 nyengat dan bikin kepala gw pusing. Singkat cerita, sepanjang perjalanan gw gak bisa ngapa2in sama laptop kesayangan gw yang beratnya bujubune itu.

Daripada bete, gw memilih bermain sama bayi yang suka banget liatin gw. Apapun yang ada di tangan gw, diaku miliknya. Lucu juga. Sampe akhirnya gw melupakan bau muntah yang cukup menyengat itu. Jam 10 tepat mobil sudah sampe di stasiun lenteng agung. Gw pilih turun di sana, menuju UI menggunakan angkot.

Di sana sudah menunggu Pak Yuhara dan Pak Wilman yang baru datang, langsung ke ruang meeting LPPsi. Sambil ngobrol2, gw baru sadar bau muntah bayi tadi kebawa badan gw. Kok bisaaaaaa???!!!! Mungkin dari tangan gw yang tadi sempet megang2 dia. Gw cuci tangan. Hmmmm...wangi sabun. Siap untuk meeting seharian.

Ih, beneran aja meeting itu jadi seharian. Kepala saya jadi sangat berat karena ngantuk (kebiasaan tidur siang selama liburan) dan cape mendengarkan para profesor berkomentar. Aku tak sangguuuuupppp....Ringking sudah dari tadi betenya, dari tadi buka laptop sendiri dan tekun menghadapi laptopnya...buat maen game! Hah...untung ada Dexon yang membantu mengatasi kebosananku.

Akhirnya, jam 5 kurang 15 menit meeting itu selesai *lega banget deh* Gue langsung call travel lagi, dan ada mobil yang jam 5 ke bandung. Gw langsung ke Lenteng Agung dianterin MEM. Kepala gw berat bukan main...dan sampe di sana jam 5 kurang 10 menit. Yang bepergian jam segitu gak banyak, cuman 4 orang. Tapi supirnya lelet banget, sampe BTC udah jam 7.15, dah ditungguin sama adik gw. Sampe di rumah gw langsung mandi, makan...manja-manjaan sama Etha dan terlelap...di depan TV! Ternyata I am not good at being commuter..

Monday, October 15, 2007

Enaknya malas-malasan....

Liburan sudah empat hari, dan aku betul-betul libur dari segala kegiatan except nonton sampe mata perih, makan sampe perut membuncit, bobo sampe muka sembab, dan melototin komputer just for nothing. Bener2 useless!!

Bagaimana caranya ya keeping my brain works so that kalau nanti masuk tidak kaget-kaget amat? Mikirin minggu depan masuk kantor aja sudah bikin ngeri...hiiiiiii....Apalagi hari Kamis besok sudah musti ke Depok, mau disandera seharian sama SWS dkk (kejamnyaaa...) buat nyelesein proyek, then balik lagi ke Bandung and lanjutkan bermalas-malasan. Hmmmmm...

Dah ah, mo nonton lagi :-P Kalau MEM tahu ini, mungkin beliau jadi malas nyariin profesor buatku. Ehehehee....

Ohya, mumpung lagi suasana Lebaran, saya mengucapkan selamat hari raya Idul Fitri 1428 H buat teman-teman semua, mohon maaf lahir dan bathin. I miss Lebaran di Sungai Pakning....

Tuesday, October 09, 2007

Genius inside me

Hari ini sedang menyibukkan diri fulfilling my curiosity on art. Then I found this remarkable website of Urgyen Sangharakshita, seorang pemeluk Buddha, tentang art. Sebelumnya sudah banyak informasi yang aku dengar dan baca tentang art, tapi itu tidak semata-mata membuatku ahli dalam bidang art…masih jauuuuhhhh. Tapi setidaknya, aku jadi tau ada 5 perguruan tinggi seni negeri di Indonesia, dan aku baru tau pula kalau IKJ itu perguruan tinggi swasta, bukan negeri (hah...kemana saja kau Debby!!! Pasti kalau Bang Rani yang bukan seorang perempuan itu tau tentang ini, kupingku sudah dijewer dan aku diuber-uber untuk di….cium!! Hiiiiiiiii……).

Kembali ke Urgyen ini, dia punya sebuah website pencerahan tentang art, yang tentu saja tidak ilmiah sehingga agak sulit untuk mengutip kata-katanya untuk sebuah laporan ilmiah. But I enjoy the read, especially this one from Nabokov:

Being aware of being aware of being (daleeeemmmm – red). In other words, if I not only know that I am, but also know that I know it, then I belong to the human species. All the rest follows, the glorious thought, poetry, a vision of the universe. In that respect, the gap between ape and man is immeasurably greater than the one between amoeba and ape. The difference between an ape's memory and a human memory is the difference between an ampersand and the British Museum Library.

Menurut si Urgyen, jenius itu adalah “guardian angel” seseorang, yang merepresentasikan kekuatan yang lebih tinggi dan melingkupi seorang manusia, memandu dan mengarahkannya dalam bertindak. Yang bertindak sebagai guardian angel sebetulnya adalah his own higher self, yang independen atau quasi-independen dari his ordinary self. Ketika kita minta perlindungan kepada yang lebih tinggi daripada kita (ini kata Urgyen ya, bukan kata aku), kita sebetulnya sedang invoking some higher power which seems outside us but which at the same time is really and trully our own highest self. Dan dari sanalah sebuah karya indah datang.

So…the genius is not out there….it’s inside us. Let’s celebrate this…I AM GENIUS!!! Moreover…Am I God? Good Lord…the more I’m involved in this project, the more ngelunjak I am as a human being *Kabur ah...*