Yang tertinggal dari Thailand
Sebetulnya aku harus menulis satu entry lagi mengenai budaya di Thailand, dan cross culture comparison-nya dengan Indonesia. Bukan bermaksud menjelek-jelekkan Indonesia dengan memuji2 Thailand. ingin Indonesia gets better and better everyday.
Beberapa hal yang patut ditiru dari Thailand adalah sebagai berikut:
1. Budaya ngantri. Ngantri is a must buat orang-orang yang merasa datangnya belakangan. Ngantri masuk bis, rapid boat, BTS, maupun ketika mereka berbondong-bondong melakukan penghormatan pada raja dengan duduk tertib di sepanjang jalan Grand Palace. Tapi ternyata budaya ngantri ini cuman sampai Suvarnabhumi Airport saja. Ketika akan memasuki pesawat, ada orang-orang (terutama ibu-ibu) yang mendesak orang di depannya untuk bisa masuk pesawat paling duluan. Mungkin dia ketakutan tidak kebagian tempat duduk. But wait....itu bukan orang Thailand! Itu orang Indonesia asli. My God...gw belum take-off dari Bangkok tapi merasa seperti sudah berada di Indonesia.
2. Moda transportasi yang nyaman dan reliable. Transportasi di Thailand itu banyak pilihannya, tetapi semua pilihan itu tidak mengecewakan. Ada bis yang rutenya panjang-panjang tapi harga tiket cuman 15 baht (sekitar Rp 4500). Lalu ada rapid boat dengan harga tiket 18 baht, pick up dengan harga tiket 6 baht, BTS (Bangkok Skytrain) dan MRT (Mass Rapid Transit) yang harga tiketnya beragam tergantung jarak tapi paling mahal kalau tidak salah 60 baht. Pengalaman pertama menggunakan BTS cukup membingungkan (dan norak tentu saja - soalnya belum ada sih sistem bayaran transportasi seperti ini di Indonesia), kali kedua dan seterusnya kami sudah sangat mahir seperti orang Bangkok saja. Heheheh. Semuanya nyaman, dan tentu saja tidak perlu berjibaku dengan penumpang lain karena budaya ngantrinya itu. Bayangkan berdesak-desakan waktu naik rapid boat! Jatuh ke sungai mungkin biasa aja, tapi tengsin bo....Yang paling nyaman adalah taksi, dengan jarak sangat jauh hanya rata-rata berbiaya 150 baht (sekitar Rp 45 ribu). Tapi sediakan bekal bahasa Thai atau peta berbahasa Thai karena banyak sopir taksi yang tidak bisa bahasa Inggris, even English for dummy!
3. Jembatan penyeberangan yang fungsional. Jembatan penyeberangan di Bangkok semuanya berfungsi dengan baik. Tidak ada orang Thailand yang menyeberang sembarangan seperti di Indonesia. Meskipun jembatan penyeberangan letaknya sangat jauh, dan ada godaan untuk menyeberangi jalanan karena batas jalan yang tidak permanen, tidak satu pun orang terlihat menyeberangi jalanan! Sepulang dari Kanchanaburi, kami mendapatkan informasi dari pemilik guesthouse di Rama IX harus menyeberangi jalanan. Karena takut ditangkap sama polisi, terpaksa kami tertatih-tatih mendekati jembatan penyeberangan yang seperti fatamorgana itu. Jembatan penyeberangan terpanjang berada di bundaran Victory Monument, pusat kota Bangkok.
Jembatan ini panjangnya setengah bundaran Victory Monument. Dari halte bis, kalau ingin naik BTS kami harus naik jembatan penyeberangan ini dan menyusuri setengah bundaran monumen untuk sampai ke stasiun BTS. Di beberapa exit jembatan langsung masuk ke mal. Enak banget gak tuh....ngadem di mal setelah pulang kerja.
4. Thailand bebas dari sampah. Tidak benar-benar bebas sampah ya...terlalu ekstrim saya ini. Mana ada manusia hidup tidak nyampah? Di Thailand, sampah punya rumahnya sendiri, dan itu bukan di jalanan, atau di angkutan umum, di mal, atau di sungai. Saking bebas sampah, kita yang biasa nyampah bungkus permen di bis (nah ya ketauaaaannn) akhirnya menahan diri dan mengantongi kembali bungkus permen di dalam tas atau kantong baju. Alhasil, setiap kali pulang ke guesthouse kegiatan pertama adalah membersihkan tas dan kantong baju dari sampah-sampah.
5. Harga tidak nggetok orang baru (apalagi yang gak bisa bahasa Thai). Harga makanan untuk kami yang berwajah Thai tapi cuman bisa bahasa Inggris sama dengan other Thais yang bisa bahasa Thai. Baek banget kan? Kalau di Indonesia. jangankan di Jakarta, di Yogyakarta aja sering terjadi tindakan penipuan terhadap orang yang gak bisa bahasa Jawa. Tipsnya: bawa orang Jawa kalau mau makan lesehan di Malioboro. Kalau soal makanan, sebetulnya makanan Indonesia dengan Thai tidak jauh berbeda, kaya rempah2. Tapi taste asam dan pedas adalah taste yang umum di Thai. Jadi buat anda yang punya maag akut, bersiap-siap bawa Magasin atau Promag yang banyak karena tak ada makanan yang tidak pedas dan asam.
Di Thailand juga ada gado-gado dengan ingredients kol, kacang panjang, toge, timun, dll. Yang gak ada di Indonesia adalah daun putri malu!!! Siapa sangka pohon putri malu yang suka jadi mainan anak-anak di Indonesia, ternyata di makan di negeri orang? Makanan lain yang serupa dengan Indonesia adalah gulai dan kari yang juga dikenal di sana. Cuman ya itu tadi, pedas dan asam adalah rasa yang harus ada. Yang agak berbeda adalah rupa-rupa makanan gorengan yang ditusuk seperti sate. Rasanya uenaaak banget. Gorengan itu banyak rasanya: rasa ayam, rasa beef, rasa seafood, dll. Yang paling enak buat aku adalah rasa seafood. Lho kok jadi ngomongin makanan? Sah-sah aja dong...namanya juga cross culture comparison.
Begitulah hal-hal yang sama dan hal-hal yang berbeda antara Indonesia dan Thailand. Yang samanya sih gak banyak. Tapi aku percaya suatu hari nanti, kita akan jadi satu bangsa yang besar (maksudnya bukan secara populasi), bangsa yang disegani dan dielu-elukan oleh negara lain. Tidak seperti saat ini, tidak ada pihak luar yang menyebut Indonesia sebagai negara yang sedang bergerak ke arah yang lebih baik di antara bangsa-bangsa Asia yang sedang bertumbuh dengan positif. Kasihaaaan deh. Ayo kita buktikan, bahwa kita bisanya bukan cuman perang mulut dengan Malaysia. Kalau sekedar perang kata-kata mah, gue yakin Indonesia number one. Komentatornya bejibun dari tingkat RT sampai pemerintah pusat. Mari mulai bergerak.
Beberapa hal yang patut ditiru dari Thailand adalah sebagai berikut:
1. Budaya ngantri. Ngantri is a must buat orang-orang yang merasa datangnya belakangan. Ngantri masuk bis, rapid boat, BTS, maupun ketika mereka berbondong-bondong melakukan penghormatan pada raja dengan duduk tertib di sepanjang jalan Grand Palace. Tapi ternyata budaya ngantri ini cuman sampai Suvarnabhumi Airport saja. Ketika akan memasuki pesawat, ada orang-orang (terutama ibu-ibu) yang mendesak orang di depannya untuk bisa masuk pesawat paling duluan. Mungkin dia ketakutan tidak kebagian tempat duduk. But wait....itu bukan orang Thailand! Itu orang Indonesia asli. My God...gw belum take-off dari Bangkok tapi merasa seperti sudah berada di Indonesia.
2. Moda transportasi yang nyaman dan reliable. Transportasi di Thailand itu banyak pilihannya, tetapi semua pilihan itu tidak mengecewakan. Ada bis yang rutenya panjang-panjang tapi harga tiket cuman 15 baht (sekitar Rp 4500). Lalu ada rapid boat dengan harga tiket 18 baht, pick up dengan harga tiket 6 baht, BTS (Bangkok Skytrain) dan MRT (Mass Rapid Transit) yang harga tiketnya beragam tergantung jarak tapi paling mahal kalau tidak salah 60 baht. Pengalaman pertama menggunakan BTS cukup membingungkan (dan norak tentu saja - soalnya belum ada sih sistem bayaran transportasi seperti ini di Indonesia), kali kedua dan seterusnya kami sudah sangat mahir seperti orang Bangkok saja. Heheheh. Semuanya nyaman, dan tentu saja tidak perlu berjibaku dengan penumpang lain karena budaya ngantrinya itu. Bayangkan berdesak-desakan waktu naik rapid boat! Jatuh ke sungai mungkin biasa aja, tapi tengsin bo....Yang paling nyaman adalah taksi, dengan jarak sangat jauh hanya rata-rata berbiaya 150 baht (sekitar Rp 45 ribu). Tapi sediakan bekal bahasa Thai atau peta berbahasa Thai karena banyak sopir taksi yang tidak bisa bahasa Inggris, even English for dummy!
3. Jembatan penyeberangan yang fungsional. Jembatan penyeberangan di Bangkok semuanya berfungsi dengan baik. Tidak ada orang Thailand yang menyeberang sembarangan seperti di Indonesia. Meskipun jembatan penyeberangan letaknya sangat jauh, dan ada godaan untuk menyeberangi jalanan karena batas jalan yang tidak permanen, tidak satu pun orang terlihat menyeberangi jalanan! Sepulang dari Kanchanaburi, kami mendapatkan informasi dari pemilik guesthouse di Rama IX harus menyeberangi jalanan. Karena takut ditangkap sama polisi, terpaksa kami tertatih-tatih mendekati jembatan penyeberangan yang seperti fatamorgana itu. Jembatan penyeberangan terpanjang berada di bundaran Victory Monument, pusat kota Bangkok.
Jembatan ini panjangnya setengah bundaran Victory Monument. Dari halte bis, kalau ingin naik BTS kami harus naik jembatan penyeberangan ini dan menyusuri setengah bundaran monumen untuk sampai ke stasiun BTS. Di beberapa exit jembatan langsung masuk ke mal. Enak banget gak tuh....ngadem di mal setelah pulang kerja.
4. Thailand bebas dari sampah. Tidak benar-benar bebas sampah ya...terlalu ekstrim saya ini. Mana ada manusia hidup tidak nyampah? Di Thailand, sampah punya rumahnya sendiri, dan itu bukan di jalanan, atau di angkutan umum, di mal, atau di sungai. Saking bebas sampah, kita yang biasa nyampah bungkus permen di bis (nah ya ketauaaaannn) akhirnya menahan diri dan mengantongi kembali bungkus permen di dalam tas atau kantong baju. Alhasil, setiap kali pulang ke guesthouse kegiatan pertama adalah membersihkan tas dan kantong baju dari sampah-sampah.
5. Harga tidak nggetok orang baru (apalagi yang gak bisa bahasa Thai). Harga makanan untuk kami yang berwajah Thai tapi cuman bisa bahasa Inggris sama dengan other Thais yang bisa bahasa Thai. Baek banget kan? Kalau di Indonesia. jangankan di Jakarta, di Yogyakarta aja sering terjadi tindakan penipuan terhadap orang yang gak bisa bahasa Jawa. Tipsnya: bawa orang Jawa kalau mau makan lesehan di Malioboro. Kalau soal makanan, sebetulnya makanan Indonesia dengan Thai tidak jauh berbeda, kaya rempah2. Tapi taste asam dan pedas adalah taste yang umum di Thai. Jadi buat anda yang punya maag akut, bersiap-siap bawa Magasin atau Promag yang banyak karena tak ada makanan yang tidak pedas dan asam.
Di Thailand juga ada gado-gado dengan ingredients kol, kacang panjang, toge, timun, dll. Yang gak ada di Indonesia adalah daun putri malu!!! Siapa sangka pohon putri malu yang suka jadi mainan anak-anak di Indonesia, ternyata di makan di negeri orang? Makanan lain yang serupa dengan Indonesia adalah gulai dan kari yang juga dikenal di sana. Cuman ya itu tadi, pedas dan asam adalah rasa yang harus ada. Yang agak berbeda adalah rupa-rupa makanan gorengan yang ditusuk seperti sate. Rasanya uenaaak banget. Gorengan itu banyak rasanya: rasa ayam, rasa beef, rasa seafood, dll. Yang paling enak buat aku adalah rasa seafood. Lho kok jadi ngomongin makanan? Sah-sah aja dong...namanya juga cross culture comparison.
Begitulah hal-hal yang sama dan hal-hal yang berbeda antara Indonesia dan Thailand. Yang samanya sih gak banyak. Tapi aku percaya suatu hari nanti, kita akan jadi satu bangsa yang besar (maksudnya bukan secara populasi), bangsa yang disegani dan dielu-elukan oleh negara lain. Tidak seperti saat ini, tidak ada pihak luar yang menyebut Indonesia sebagai negara yang sedang bergerak ke arah yang lebih baik di antara bangsa-bangsa Asia yang sedang bertumbuh dengan positif. Kasihaaaan deh. Ayo kita buktikan, bahwa kita bisanya bukan cuman perang mulut dengan Malaysia. Kalau sekedar perang kata-kata mah, gue yakin Indonesia number one. Komentatornya bejibun dari tingkat RT sampai pemerintah pusat. Mari mulai bergerak.
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home