Wisata Belanja (emak-emak banget deh...) di Chatuchak Market
Pada hari minggu yang lalu kami melakukan wisata belanja ke Chatuchak Weekend Market (also known as Jatujak Weekend Market). Chatuchak ini berada di kawasan Mo Chit, agak jauh dari guesthouse tempat kami menginap di Rama IX (bahasa Thai-nya Palam Gow). Untuk ke sana, kami harus ke Victory Monument dulu (bisa by bus dengan cost 16 baht each) atau by taxi (most convenient) dengan cost 80 baht. Karena kami adalah budget traveller (ha ha), maka kami akan menggunakan moda transportasi yang murah dulu, nanti kalau sudah tewas dan kaki-kaki sudah tidak sinkron lagi dengan otak, baru naik taksi. Pernah merasakan kaki tidak sinkron dengan otak? Aku pernah....waktu naik gunung years ago.
Dari Victory Monument we were supposed to take BTS (Bangkok Mass Transit System) Skytrain yang relnya berada di atas. Masalahnya, karena moda transportasi ini belum ada di Jakarta, kami agak norak kebingungan bagaimana caranya memperoleh tiket dengan menggunakan mesin-mesin yang ada di stasiun. Kami melihat ada ticket information di sudut stasiun, dan mengira kami bisa membeli tiket di sana instead of using the damn machine.
Kris pergi ke ticket info untuk membeli tiket. Dan apa yang didapat? A bunch of coins. Mana tiketnya??? Kami bingung karena tidak ada tiket. Dalam bingung kami menatap mesin tiket (kasihaaaan deh...). Mau bertanya sama orang-orang di sekitar, they were all in a hurry. Kalau pun ada yang bisa ditanya, kami harus bertanya in Thai language, since they didn't understand a bit of English. Untunglah ada seorang bule yang melihat kami bingung dan memberitahu cara untuk mengambil tiket dan peron yang tepat untuk ke Mo Chit. Thank God (and thank mister also lah...).
Sebetulnya petunjuk di mesin sudah sangat jelas, if only kita mau membaca dengan seksama. Untuk tiap stasiun ada charge yang berbeda-beda. Untuk ke Mo Chit misalnya, kami harus press no. 3 (zona harga untuk Mo Chit) dan memasukkan koin 5 dan 10 baht ke dalam mesin sampai jumlahnya menjadi 25 baht, lalu keluarlah tiket itu. Tiket digunakan untuk masuk ke peron. Kalau sudah di sini sama saja dengan cara masuk ke platform busway.
Akhirnya kami sampai di Chatuchak Market. Ikut arus...kami melewati Chatuchak park dan masuk ke arena belanja. Barang-barangnya cukup murah. Paling sedikit kami menghabiskan 5000 baht di sana, untuk belanja oleh-oleh dan belanja keperluan sendiri (paling banyak sih belanja untuk diri sendiri). Kami berkeliling pasar dan melakukan tawar-menawar dengan penjual barang sampai menjelang sore. Untungnya para penjual itu cukup terbiasa berbahasa Inggris, sedikitnya untuk kepentingan bargaining. Keahlian mereka yang lain adalah, mareka sangat ramah dalam melayani pembelinya. Jadi betah dan tidak stres belanja di sana.
Pulang dari Chatuchak Market sudah jam 3-an. Kami pulang dengan menggunakan BTS lagi sampai ke Victory Monument, disambung dengan taksi (kan kakinya sudah hampir tidak bisa menerima perintah dari otak). Then pinjem komputer guesthouse untuk check emails.
Banyak email dari Mr Rajaretnam dari IRC Goa, antara lain first draft agenda di Goa nanti, list of participants dan memo untuk participant. Another thrilling trip to India tapi gak harus mikirin budget karena gratisan. Di agenda kelihatannya lebih banyak site visiting-nya daripada classroom lecture. Salah seorang resource person-nya adalah Arundati Roy, seorang penulis India jempolan yang satu-satunya novel yang ia tulis "The God of Small Things" merupakan salah satu novel favoritku (sebetulnya buku itu milik adikku Alison, mau pinjem lagi aahhh...).
After checking emails....tumbang dengan sukses di tempat tidur. Zzzzzzz......
Dari Victory Monument we were supposed to take BTS (Bangkok Mass Transit System) Skytrain yang relnya berada di atas. Masalahnya, karena moda transportasi ini belum ada di Jakarta, kami agak norak kebingungan bagaimana caranya memperoleh tiket dengan menggunakan mesin-mesin yang ada di stasiun. Kami melihat ada ticket information di sudut stasiun, dan mengira kami bisa membeli tiket di sana instead of using the damn machine.
Kris pergi ke ticket info untuk membeli tiket. Dan apa yang didapat? A bunch of coins. Mana tiketnya??? Kami bingung karena tidak ada tiket. Dalam bingung kami menatap mesin tiket (kasihaaaan deh...). Mau bertanya sama orang-orang di sekitar, they were all in a hurry. Kalau pun ada yang bisa ditanya, kami harus bertanya in Thai language, since they didn't understand a bit of English. Untunglah ada seorang bule yang melihat kami bingung dan memberitahu cara untuk mengambil tiket dan peron yang tepat untuk ke Mo Chit. Thank God (and thank mister also lah...).
Sebetulnya petunjuk di mesin sudah sangat jelas, if only kita mau membaca dengan seksama. Untuk tiap stasiun ada charge yang berbeda-beda. Untuk ke Mo Chit misalnya, kami harus press no. 3 (zona harga untuk Mo Chit) dan memasukkan koin 5 dan 10 baht ke dalam mesin sampai jumlahnya menjadi 25 baht, lalu keluarlah tiket itu. Tiket digunakan untuk masuk ke peron. Kalau sudah di sini sama saja dengan cara masuk ke platform busway.
Akhirnya kami sampai di Chatuchak Market. Ikut arus...kami melewati Chatuchak park dan masuk ke arena belanja. Barang-barangnya cukup murah. Paling sedikit kami menghabiskan 5000 baht di sana, untuk belanja oleh-oleh dan belanja keperluan sendiri (paling banyak sih belanja untuk diri sendiri). Kami berkeliling pasar dan melakukan tawar-menawar dengan penjual barang sampai menjelang sore. Untungnya para penjual itu cukup terbiasa berbahasa Inggris, sedikitnya untuk kepentingan bargaining. Keahlian mereka yang lain adalah, mareka sangat ramah dalam melayani pembelinya. Jadi betah dan tidak stres belanja di sana.
Pulang dari Chatuchak Market sudah jam 3-an. Kami pulang dengan menggunakan BTS lagi sampai ke Victory Monument, disambung dengan taksi (kan kakinya sudah hampir tidak bisa menerima perintah dari otak). Then pinjem komputer guesthouse untuk check emails.
Banyak email dari Mr Rajaretnam dari IRC Goa, antara lain first draft agenda di Goa nanti, list of participants dan memo untuk participant. Another thrilling trip to India tapi gak harus mikirin budget karena gratisan. Di agenda kelihatannya lebih banyak site visiting-nya daripada classroom lecture. Salah seorang resource person-nya adalah Arundati Roy, seorang penulis India jempolan yang satu-satunya novel yang ia tulis "The God of Small Things" merupakan salah satu novel favoritku (sebetulnya buku itu milik adikku Alison, mau pinjem lagi aahhh...).
After checking emails....tumbang dengan sukses di tempat tidur. Zzzzzzz......
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home