Tugas ke Medan
Sebagai tindak lanjut dari Memorandum of Understanding antara USU dan UI, tanggal 1 Mei kemarin aku ditugaskan ke Medan oleh Pascasarjana F.Psi.UI. Aku berangkat pagi-pagi sekali. Enam tahun belakangan ini aku tidak pernah lagi bangun pagi sekali kalau tidak ada kepentingan. Kali ini aku harus bangun pagi banget, karena Mbak Irma sudah membelikan tiket pesawat jam 7.00 am. Tega beneeerrrr…
Sehari sebelumnya aku sudah memesan taksi untuk pukul 4.30 pagi. Aku berencana berangkat pagi-pagi bener karena dua alasan, yang pertama aku ingin waktu check-in, petugasnya sedang in the positive mood sehingga kesalahan nama pada tiketku tidak kelihatan (namaku di tiket beda sama namaku di KTP, di tiket hanya “Debby” saja). Yang kedua, tanggal 1 Mei adalah hari buruh internasional, dan para buruh berencana melakukan demo hari ini di sekitar bundaran HI dan DPR/MPR.
Konsekuensinya aku harus bangun pagi-pagi sekali. Untuk itu, selain memasang alarm dengan bunyi menyebalkan, aku juga telah meminta tolong seorang teman di kantor dan di kost untuk membangunkanku jam 4 pagi. Tapi ternyata tidak perlu, karena jam 3.30 seseorang dari Taksi Putra sudah membangunkanku dengan telepon. Hehehehe…waktu teman kantorku menelepon (sudah pukul 5) aku sudah di dalam taksi menuju bandara. Telaaaatttt…pak taksinya sampai ketawa geli mendengar percakapanku dengan teman yang telat mbangunin.
Sampai di bandara jam 5.30, masih sepi. Pakai nyasar lagi. Hehehe…Check-in dengan sukses di counter garuda, sekarang tinggal cari sarapan. Sampai di counter Rotiboy aku beli roti 5 biji (eh roti gak pake biji ya?), tapi tentu saja yang aku makan cuman 1. Udah gila apa makan sampai 5 roti? Karena tidak bawa oleh-oleh untuk keluarga di Medan, aku bawain aja 4 rotiboy. Hehehe....Albert, adikku yang aku kabari berita oleh-oleh ini langsung tidak nafsu menjemput oleh-oleh di bandara. Katanya bensin dan effort ke bandara jauh lebih mahal daripada oleh-oleh rotiboy.
Sampai di ruang tunggu aku ketemu sama Eko Susi, adik kelasku waktu kuliah di JIP dulu. Susi agak kurusan, dan aku agak rancu dengan seorang adik kelas lain yang sekarang sedang melanjutkan kuliah di Belanda (Lulu). Susi sedang tugas ke Banda Aceh, ke kantor cabangnya yang serius banget kayaknya, sebuah NGO yang berurusan dengan clean government dan semacamnya.
Seharusnya kami sudah boarding jam 6.30, tetapi entah kenapa waktu boarding jadi molor. Apakah garuda sudah latah mengikuti jadwal ngaret maskapai lain? Aku tidak tau masalahnya, tapi kami jadi ½ jam lebih telat daripada jadwal.
Sampai di Medan, aku sudah dijemput Lola dan Midi, dua dosen muda dari USU. Dibawa langsung ke Program Studi Psikologi, sambil menunggu Mbak Irma yang berangkat dari Jakarta jam 8.00. Baru saja melakukan pembicaraan serius dengan Midi, tiba-tiba Mbak Irma muncul di ruang rapat. Dia bercerita betapa tadi terjadi chaos di counter garuda pada jam 6.30 karena ada beberapa belas orang dengan tujuan Banda Aceh pada penerbangan jam 7 tidak terangkut. Banyak bule-bule yang kecewa, tapi kalah galak dengan orang Melayu yang juga sedang kecewa. Oh, that explained the lateness.
Tujuan akhir penerbangan jam 7 adalah Banda Aceh, sehingga mau tidak mau, mereka yang berangkat ke Banda Aceh harus ikut di penerbangan tersebut. Di pesawatku tadi ditengarai 2/3 penumpangnya adalah penumpang Banda Aceh. Aku bisa perkirakan karena waktu turun dari pesawat, bis untuk penumpang tujuan Banda Aceh beda dengan bis untuk penumpang tujuan Medan. Untung saja tadi aku cepat-cepat check-in, kalau tidak aku mungkin sudah dikorbankan untuk penumpang Banda Aceh, karena penerbangan ke Medan bisa anytime. Gimana sih sistem registrasinya garuda? Katanya paling canggih dan paling mahal. Tiket mahal ternyata tidak menjamin kenyamanan pada tahap pertama (dan terpenting) orang mau terbang: registrasi penumpang.
Sebagai tindak lanjut dari Memorandum of Understanding antara USU dan UI, tanggal 1 Mei kemarin aku ditugaskan ke Medan oleh Pascasarjana F.Psi.UI. Aku berangkat pagi-pagi sekali. Enam tahun belakangan ini aku tidak pernah lagi bangun pagi sekali kalau tidak ada kepentingan. Kali ini aku harus bangun pagi banget, karena Mbak Irma sudah membelikan tiket pesawat jam 7.00 am. Tega beneeerrrr…
Sehari sebelumnya aku sudah memesan taksi untuk pukul 4.30 pagi. Aku berencana berangkat pagi-pagi bener karena dua alasan, yang pertama aku ingin waktu check-in, petugasnya sedang in the positive mood sehingga kesalahan nama pada tiketku tidak kelihatan (namaku di tiket beda sama namaku di KTP, di tiket hanya “Debby” saja). Yang kedua, tanggal 1 Mei adalah hari buruh internasional, dan para buruh berencana melakukan demo hari ini di sekitar bundaran HI dan DPR/MPR.
Konsekuensinya aku harus bangun pagi-pagi sekali. Untuk itu, selain memasang alarm dengan bunyi menyebalkan, aku juga telah meminta tolong seorang teman di kantor dan di kost untuk membangunkanku jam 4 pagi. Tapi ternyata tidak perlu, karena jam 3.30 seseorang dari Taksi Putra sudah membangunkanku dengan telepon. Hehehehe…waktu teman kantorku menelepon (sudah pukul 5) aku sudah di dalam taksi menuju bandara. Telaaaatttt…pak taksinya sampai ketawa geli mendengar percakapanku dengan teman yang telat mbangunin.
Sampai di bandara jam 5.30, masih sepi. Pakai nyasar lagi. Hehehe…Check-in dengan sukses di counter garuda, sekarang tinggal cari sarapan. Sampai di counter Rotiboy aku beli roti 5 biji (eh roti gak pake biji ya?), tapi tentu saja yang aku makan cuman 1. Udah gila apa makan sampai 5 roti? Karena tidak bawa oleh-oleh untuk keluarga di Medan, aku bawain aja 4 rotiboy. Hehehe....Albert, adikku yang aku kabari berita oleh-oleh ini langsung tidak nafsu menjemput oleh-oleh di bandara. Katanya bensin dan effort ke bandara jauh lebih mahal daripada oleh-oleh rotiboy.
Sampai di ruang tunggu aku ketemu sama Eko Susi, adik kelasku waktu kuliah di JIP dulu. Susi agak kurusan, dan aku agak rancu dengan seorang adik kelas lain yang sekarang sedang melanjutkan kuliah di Belanda (Lulu). Susi sedang tugas ke Banda Aceh, ke kantor cabangnya yang serius banget kayaknya, sebuah NGO yang berurusan dengan clean government dan semacamnya.
Seharusnya kami sudah boarding jam 6.30, tetapi entah kenapa waktu boarding jadi molor. Apakah garuda sudah latah mengikuti jadwal ngaret maskapai lain? Aku tidak tau masalahnya, tapi kami jadi ½ jam lebih telat daripada jadwal.
Sampai di Medan, aku sudah dijemput Lola dan Midi, dua dosen muda dari USU. Dibawa langsung ke Program Studi Psikologi, sambil menunggu Mbak Irma yang berangkat dari Jakarta jam 8.00. Baru saja melakukan pembicaraan serius dengan Midi, tiba-tiba Mbak Irma muncul di ruang rapat. Dia bercerita betapa tadi terjadi chaos di counter garuda pada jam 6.30 karena ada beberapa belas orang dengan tujuan Banda Aceh pada penerbangan jam 7 tidak terangkut. Banyak bule-bule yang kecewa, tapi kalah galak dengan orang Melayu yang juga sedang kecewa. Oh, that explained the lateness.
Tujuan akhir penerbangan jam 7 adalah Banda Aceh, sehingga mau tidak mau, mereka yang berangkat ke Banda Aceh harus ikut di penerbangan tersebut. Di pesawatku tadi ditengarai 2/3 penumpangnya adalah penumpang Banda Aceh. Aku bisa perkirakan karena waktu turun dari pesawat, bis untuk penumpang tujuan Banda Aceh beda dengan bis untuk penumpang tujuan Medan. Untung saja tadi aku cepat-cepat check-in, kalau tidak aku mungkin sudah dikorbankan untuk penumpang Banda Aceh, karena penerbangan ke Medan bisa anytime. Gimana sih sistem registrasinya garuda? Katanya paling canggih dan paling mahal. Tiket mahal ternyata tidak menjamin kenyamanan pada tahap pertama (dan terpenting) orang mau terbang: registrasi penumpang.
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home