LP WIROGUNAN, YOGYAKARTA
Hari Kamis, tanggal 17 Februari 2006 kami mengunjungi LP Wirogunan. Berangkat dari Hotel Ros-In jam 8.00 pagi, kami tiba di LP Wirogunan jam 9.00, diterima oleh Kalapas Bpk. Djoko.
Yang menarik pada acara penerimaan tamu adalah acara hiburan oleh kelompok vokal group kolaborasi antara petugas Lapas dan para napi. Pada perjalanan sebelum ini kami belum pernah diterima dengan gaya santai seperti ini. Baru acara pembukaan sudah ada acara nyanyi-nyanyi dan joget! Kelihatan sekali kalau penjagaan di LP ini tidak ketat. Waktu di Nusakambangan, kami tidak diperbolehkan membawa masuk HP dan peralatan elektronik ketika mengunjungi napi. Di Wirogunan, HP boleh ditenteng masuk, bebas-bebas saja.
LP Wirogunan dengan luas 32,8 hektar dan kapasitas 760 orang saat ini hanya dihuni 371 orang (terdiri atas napi dan tahanan).
Hal menarik lainnya adalah napi dengan kasus korupsi hanya 1 orang, itupun korupsi di koperasi. Yang paling banyak adalah napi dengan kasus narkoba. Mungkin orang Yogya jujur-jujur semua.
Sejak jaman belanda andalan Lapas ini adalah industri sepatu, pernah sampai diekspor keluar negri. Tetapi sekarang sudah mati, karena tidak ada investor yang menanamkan modal di industri ini. Fenomena ini sebetulnya juga terjadi di Lapas-lapas lain (ada 6 LP) yang memiliki pusat-pusat industri di Indonesia.
Dari hasil FGD, banyak permintaan warga binaan yang disampaikan tanpa rasa takut padahal ada juga petugas yang ikut FGD. Seorang warga binaan perempuan yang punya perkara penggelapan, nyeletuk minta dibolehin berpakaian bebas kalau ada keluarga yang bertamu seperti napi laki-laki. Lalu warga binaan lain minta agar air dapat lancar sampai ke kamar-kamar. Mereka juga ingin diberi kegiatan yang menghasilkan uang, sehingga ketika mereka keluar dari Lapas tidak dengan tangan kosong. Permintaan lain adalah jika ada warga binaan dihukum karena melanggar aturan, petugasnya pun dihukum karena membantu warga binaan melanggar aturan.
FGD mengakhiri kunjungan kami ke Wirogunan. Setelah ini rencananya para mahasiswa akan ke Prambanan, but thank God tidak jadi. Panas di luar sampai 35 derajat Celsius, mereka nekat amat mau ke Prambanan yang lebih panas. Akhirnya kami jalan-jalan ke Malioboro karena setelah mengadakan polling, yang tetap ingin ke Prambanan hanya tinggal seorang. Perjalanan ke Malioboro dimulai dengan naik becak dari Gedung BI. Becak disewa selama hampir 3 jam untuk membawa kami keliling Malioboro, ke pusat batik Setaman dan tempat cikal bakal kaos Dagadu di Tamansari. Perjalanan di Malioboro diakhiri dengan jalan-jalan di Pasar Beringharjo. Belum selesai perjalanan di Beringharjo, hujan deras mengguyur Yogya. Dan satu hal lagi, aku lupa ada Iwai di kota ini!
Malam hari diadakan jamuan makan malam seadanya. Organ tunggal lengkap dengan penyanyi lokal nan seksi diundang. Unlike kakak kelasnya, angkatan kedua Psikologi Kriminal ini pada doyan menyanyi, sehingga sang penyanyi hampir tidak punya kesempatan bernyanyi. Untung aja penyanyinya cuman satu, kalau dua....mubazir! Tapi suara mereka oke-oke semua, ada satu orang mahasiswa yang punya suara paling oke, dan doyannya nyanyi sepanjang jalan. Gila, sepanjang jalan Yogya - Cirebon gak lepas dari mike!
Dasar anak kriminal, tanpa kenal ampun aku diseret untuk menyanyi di depan mereka. Padahal aku sudah minta ampun dan menolak habis-habisan, tidak bisa senekat dan sepede Ibu Buli menyanyi di depan mereka. Aku ndak tega memperdengarkan suaraku pada mereka. Tapi apa boleh buat, karena mereka memaksa, akupun bernyanyi bersama Mbak Tuti...yang pengen banget nyanyi tapi gak berani nyanyi sendirian.
Makan malam yang dijadwalkan sampai jam 10 malam molor sampai hampir 11.30. Pasalnya mereka belum puas menyanyi dan menari. Pak Ramdhan yang sangat menikmati acara itu sampai hampir melupakan anak istri…serasa masih bujangan…
Besok kami akan melanjutkan perjalanan ke Cirebon...masih ada tugas yang harus diemban. Malam ini bukan malam terakhir...hiks!
Hari Kamis, tanggal 17 Februari 2006 kami mengunjungi LP Wirogunan. Berangkat dari Hotel Ros-In jam 8.00 pagi, kami tiba di LP Wirogunan jam 9.00, diterima oleh Kalapas Bpk. Djoko.
Yang menarik pada acara penerimaan tamu adalah acara hiburan oleh kelompok vokal group kolaborasi antara petugas Lapas dan para napi. Pada perjalanan sebelum ini kami belum pernah diterima dengan gaya santai seperti ini. Baru acara pembukaan sudah ada acara nyanyi-nyanyi dan joget! Kelihatan sekali kalau penjagaan di LP ini tidak ketat. Waktu di Nusakambangan, kami tidak diperbolehkan membawa masuk HP dan peralatan elektronik ketika mengunjungi napi. Di Wirogunan, HP boleh ditenteng masuk, bebas-bebas saja.
LP Wirogunan dengan luas 32,8 hektar dan kapasitas 760 orang saat ini hanya dihuni 371 orang (terdiri atas napi dan tahanan).
Hal menarik lainnya adalah napi dengan kasus korupsi hanya 1 orang, itupun korupsi di koperasi. Yang paling banyak adalah napi dengan kasus narkoba. Mungkin orang Yogya jujur-jujur semua.
Sejak jaman belanda andalan Lapas ini adalah industri sepatu, pernah sampai diekspor keluar negri. Tetapi sekarang sudah mati, karena tidak ada investor yang menanamkan modal di industri ini. Fenomena ini sebetulnya juga terjadi di Lapas-lapas lain (ada 6 LP) yang memiliki pusat-pusat industri di Indonesia.
Dari hasil FGD, banyak permintaan warga binaan yang disampaikan tanpa rasa takut padahal ada juga petugas yang ikut FGD. Seorang warga binaan perempuan yang punya perkara penggelapan, nyeletuk minta dibolehin berpakaian bebas kalau ada keluarga yang bertamu seperti napi laki-laki. Lalu warga binaan lain minta agar air dapat lancar sampai ke kamar-kamar. Mereka juga ingin diberi kegiatan yang menghasilkan uang, sehingga ketika mereka keluar dari Lapas tidak dengan tangan kosong. Permintaan lain adalah jika ada warga binaan dihukum karena melanggar aturan, petugasnya pun dihukum karena membantu warga binaan melanggar aturan.
FGD mengakhiri kunjungan kami ke Wirogunan. Setelah ini rencananya para mahasiswa akan ke Prambanan, but thank God tidak jadi. Panas di luar sampai 35 derajat Celsius, mereka nekat amat mau ke Prambanan yang lebih panas. Akhirnya kami jalan-jalan ke Malioboro karena setelah mengadakan polling, yang tetap ingin ke Prambanan hanya tinggal seorang. Perjalanan ke Malioboro dimulai dengan naik becak dari Gedung BI. Becak disewa selama hampir 3 jam untuk membawa kami keliling Malioboro, ke pusat batik Setaman dan tempat cikal bakal kaos Dagadu di Tamansari. Perjalanan di Malioboro diakhiri dengan jalan-jalan di Pasar Beringharjo. Belum selesai perjalanan di Beringharjo, hujan deras mengguyur Yogya. Dan satu hal lagi, aku lupa ada Iwai di kota ini!
Malam hari diadakan jamuan makan malam seadanya. Organ tunggal lengkap dengan penyanyi lokal nan seksi diundang. Unlike kakak kelasnya, angkatan kedua Psikologi Kriminal ini pada doyan menyanyi, sehingga sang penyanyi hampir tidak punya kesempatan bernyanyi. Untung aja penyanyinya cuman satu, kalau dua....mubazir! Tapi suara mereka oke-oke semua, ada satu orang mahasiswa yang punya suara paling oke, dan doyannya nyanyi sepanjang jalan. Gila, sepanjang jalan Yogya - Cirebon gak lepas dari mike!
Dasar anak kriminal, tanpa kenal ampun aku diseret untuk menyanyi di depan mereka. Padahal aku sudah minta ampun dan menolak habis-habisan, tidak bisa senekat dan sepede Ibu Buli menyanyi di depan mereka. Aku ndak tega memperdengarkan suaraku pada mereka. Tapi apa boleh buat, karena mereka memaksa, akupun bernyanyi bersama Mbak Tuti...yang pengen banget nyanyi tapi gak berani nyanyi sendirian.
Makan malam yang dijadwalkan sampai jam 10 malam molor sampai hampir 11.30. Pasalnya mereka belum puas menyanyi dan menari. Pak Ramdhan yang sangat menikmati acara itu sampai hampir melupakan anak istri…serasa masih bujangan…
Besok kami akan melanjutkan perjalanan ke Cirebon...masih ada tugas yang harus diemban. Malam ini bukan malam terakhir...hiks!
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home