Debby@Home

“I asked God for strength that I might achieve; I was made weak that I might humbly learn to obey. I asked for help that I might do greater things; I was given infirmity that I might do better things. I asked for all things that I might enjoy life; I was given life that I might enjoy all things. I got nothing that I asked for, but everything I hope for; almost despite myself, my unspoken prayers were answered. I among all men am truly blessed”

My Photo
Name:
Location: Depok, West Java, Indonesia

I am an ordinary woman with extraordinary interest in everything

Wednesday, November 30, 2005

CRASH (the must see movie)

Beberapa waktu yang lalu aku beli keping DVD berjudul CRASH yang dibintangi oleh Sandra Bullock, Brandon Fraser dan Matt Dillon. Film psikologis yang mengambil inspirasi dari peristiwa 9/11 itu berkisah tentang kehidupan beberapa orang di Los Angeles yang diwarnai oleh konflik dan prasangka buruk, dimana good men turn to be bad men. A very good movie, membuat kita bercermin pada tindakan sehari-hari kita yang selalu berprasangka buruk pada orang lain. Betapa rapuhnya hubungan kita dengan orang lain, jika kita hanya mengandalkan persepsi kita yang sangat terbatas untuk menilai orang. Lewat film ini kita diajak untuk berpikir bahwa sejahat-jahatnya orang, deep inside they are as good as you. All you have to do is just show some empathy, and the world would be a better place to live. Ceile…

Pada sebuah adegan dalam film digambarkan sebuah keluarga berdarah Pakistan (seorang bapak dan anak perempuannya) yang tinggal di Amerika Serikat mendapat perlakuan buruk dari penjual senjata berkulit putih, karena tidak yakin mereka dapat membeli senjata api yang menurut penjual toko itu mahal dan unaffordable oleh keluarga sekelas mereka. Dengan susah payah dan high tension akhirnya senjata api itu berpindah tangan.

Pada adegan lain, dikisahkan pintu toko keluarga Pakistan itu rusak (mereka memiliki sebuah toko kelontong), sehingga harus memanggil seorang tukang kunci untuk memperbaiki pintu itu. Sang tukang kunci yang berdarah Latin memberi nasihat kepada si bapak lebih baik mengganti pintunya saja, karena yang rusak bukan kunci tetapi pintunya. Karena si tukang kunci dianggap mengada-ada, sambil berteriak Bapak itu bilang,”aku memanggilmu untuk kau perbaiki kuncinya, bukan untuk ngasih nasihat macam-macam”. Dengan gemas si tukang kunci meremas-remas bon dan melemparkannya kepada si bapak sambil berkata,”tidak usah bayar, jangan salahkan aku jika terjadi apa-apa pada tokomu”.

Malam sebelumnya, tukang kunci itu telah mendapatkan perlakuan buruk dari Sandra Bullock yang dalam film ini berpasangan sebagai istri Brandon Fraser. Dikisahkan pada suatu malam mobil mereka dirampok paksa sepulang dari sebuah acara. Perampokan yang dilakukan oleh dua preman berkulit hitam itu membuat sang istri paranoid, dan meminta suaminya untuk mengganti kunci pintu-pintu di rumahnya. Maka tukang kunci yang berdarah Latin itupun dipanggil. Melihat si tukang kunci bukan seorang berkulit putih, sang istri merasa ketakutan. Dia lalu meminta suaminya untuk mengganti kembali kunci pintunya first time in the morning. Permintaannya didengar oleh tukang kunci itu yang dengan tersinggung meninggalkan rumah itu.

Pada adegan lain, dikisahkan sepasang polisi (yang perempuan berdarah putih, yang lelaki berkulit hitam) sedang “em-el”. Karena bangga berpacaran dengan perempuan berkulit putih, ketika ibu lelaki itu menelepon dijawab demikian,”Ma, I’m making love with a white girl” (barangkali buat lelaki itu, dapat bercinta dengan perempuan kulit putih adalah sebuah prestasi). Karena merasa tidak seperti kulit putih lainnya, perempuan itu tersinggung dan berkata,”I am from Brazil, I bet you don’t know where the hell Brazil is!”

Pada scene lain, sepasang suami istri entertainer berkulit hitam yang baru pulang dari sebuah pesta diberhentikan mobilnya oleh 2 orang polisi berkulit putih yang mungkin sedang kebosanan karena tidak ada tindak kejahatan ditemuinya sepanjang hari itu. Melihat istri yang seksi (tapi sayang suka sekali mengomel) sang polisi melakukan pelecehan seksual disaksikan rekan polisi dan sang suami. Sang suami yang super sabar meminta sang istri untuk diam instead of menghajar polisi kurang ajar itu. Sang istri menangis diam-diam sambil memandangi suaminya dengan tatapan memohon agar sang suami melakukan sesuatu ketika tubuhnya diraba-raba oleh polisi kurang ajar itu, sedangkan rekannya yang muak melihat adegan itu besoknya memutuskan untuk tidak berpasangan dengan polisi cabul itu lagi.

Pada scene lain, ada perampokan besar-besaran yang memorak-porandakan toko keluarga Pakistan yang bersahaja itu. Dalam kesedihannya, sang bapak menemukan bon yang dilempar oleh si tukang kunci sehari sebelumnya. Pada bon tersebut tertera sebuah nama lengkap dengan alamatnya. Dengan amarah yang memuncak, bapak itu mengambil senjata api yang baru dibelinya, dan mencari rumah tukang kunci tersebut. Ketika bertemu dengan tukang kunci yang tidak bersalah itu, sang bapak berteriak-teriak sambil menodongkan senjata apinya pada jarak dekat.

Sementara itu, anak perempuan si tukang kunci yang mendengar ribut-ribut di luar rumah, keluar untuk menyambut ayahnya. Saat berada di pelukan ayahnya, si bapak Pakistan yang sedang marah menembakkan senjatanya, yang ndilalah mengenai anak perempuan itu. Sejenak si tukang kunci menangis tersedu mengira anaknya telah tertembak, sementara bapak Pakistan tertegun, terlalu kaget pada kemampuannya menarik pelatuk dengan mudahnya tapi nyasar. Dan tiba-tiba anak itu berkata kepada ayahnya,’tidak apa-apa, daddy…everything’s okay…” Si tukang kunci dan istrinya bersuka cita karena anaknya tidak apa-apa, dan bapak Pakistan pun bersuka cita karena telah menemukan ‘malaikatnya’. Sambil tersenyum ia pulang ke rumah, membuat heran istri dan anaknya, dan hanya dijawab,”I met an angel” sambil memandangi tangannya.

Kembali ke keluarga entertainer berkulit hitam, keesokan harinya suami yang digambarkan super sabar tersebut mendapatkan perlakuan buruk di tempat kerjanya. Barangkali ini bukan pertama kalinya ia mendapatkan perlakuan buruk, tetapi ditambah dengan kejadian buruk malam sebelumnya dimana istrinya telah mengalami pelecehan seksual, habislah kesabarannya. Dengan amarah yang terpendam ia mengendarai mobilnya sekencang mungkin sambil mengantungi sebuah senjata api. Entah siapa yang ingin ditembaknya.

Sementara pada waktu yang sama istrinya mengalami kecelakaan jalan raya yang hampir merenggut nyawanya. Polisi yang menolongnya justru adalah polisi yang melakukan pelecehan padanya malam sebelumnya. Pada mulanya ia menolak untuk ditolong, tetapi akhirnya menyerah karena tidak ada jalan lain. Polisi itu betul-betul menolong dengan tulus hati, sampai hampir merenggut nyawanya sendiri. Pada adegan lain juga digambarkan kehidupan pribadi polisi itu, dimana ia dengan penuh kasih menjaga ayahnya yang sedang sakit.

Kembali ke sang suami yang sedang marah, pada sebuah sudut kota kedua preman berkulit hitam yang malam sebelumnya merampok suami istri Bullock dan Fraser memaksa masuk ke mobilnya. Karena masih diliputi amarah, ia memarahi preman-preman yang dianggap telah memperburuk citra orang kulit hitam. Sementara salah seorang preman yang sebelumnya berprinsip tidak akan merampok sesama kulit hitam terkejut ketika menyadari orang yang hampir saja mereka rampok berkulit hitam! Pada akhirnya sang suami menyelamatkan kedua preman tersebut dari polisi yang mencurigai mereka, dan berpesan agar mereka tidak melakukan lagi tindakan kriminal tersebut.

Sementara itu, ada adegan Sandra Bullock yang paranoid jatuh dari tangga rumahnya. Dalam kesakitannya ia mencari teman-teman kulit putihnya, yang ternyata tidak terlalu ‘care’ padanya. Pada masa-masa sulit itu, hanya Rosa “asisten rumah tangga”nya yang berasal dari Amerika Selatan menemaninya dengan setia, sehingga pada suatu titik Sandra sadar bahwa teman sejatinya selama ini adalah Rosa, bukan “teman-teman” dari ras kulit putih yang sebelumnya diagung-agungkannya.

Sementara itu, polisi berkulit hitam yang berpacaran dengan polisi wanita berdarah Brazil memiliki masalahnya sendiri. Ibunya kehilangan seorang anak laki-lakinya yang lain (adik si polisi) dan berkali-kali meminta sang kakak untuk mencari adiknya. Karena alasan kesibukannya sebagai polisi, amanat sang ibu tidak digubris sama sekali. Sampai suatu ketika ia menemukan sendiri mayat adiknya di pinggir jalan. Yang membunuh sang adik adalah mantan rekan si polisi cabul yang melakukan pelecehan seksual malam sebelumnya.

Mantan rekan si polisi cabul itu sedang dalam perjalanan pulang dari tempat kerjanya. Di perjalanan ia bertemu dengan seorang ‘hitchhiker” yang adalah adik polisi yang berpacaran dengan polwan berdarah Brazil. Pembicaraan di dalam mobil yang tadinya berjalan hangat kemudian menjadi memanas karena polisi itu salah mengartikan kata-kata yang dilontarkan oleh pemuda berkulit hitam yang sedang merindukan ibunya itu. Tanpa peringatan sebelumnya sang polisi menembak mati penumpangnya yang sebetulnya tidak bersalah. Menyesal dengan perbuatannya (atau takut?) polisi itu membakar mobilnya.

Dengan perasaan menyesal sang kakak menghibur ibunya yang sedih luar biasa karena anak kesayangannya meninggal sia-sia. Sang kakak berjanji pada ibunya untuk mencari orang yang membunuh adiknya, dan membalaskan dendam adiknya. Dengan marah sang ibu berkata,”I already knew who did it”. Terkejut sang kakak bertanya,”WHO?” dijawab arif oleh ibunya,”YOU did it! I asked you thousand times to go find your brother but you ignored me. You killed him!”

Sedangkan kedua preman berkulit hitam yang mendapatkan pencerahan dan ingin memulai lembaran baru hidupnya menolong membebaskan orang-orang Asia hasil jual-beli seorang Cina yang kebetulan tertabrak oleh mereka malam sebelumnya.

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home