Days Without Mbak Ami
Mbak Ami Sudah Pulang!!! Akhirnya, setelah tiga bulan meninggalkan kami, tadi malam Mbak Ami pulang juga. Rada gemukan. Baguslah…selama tiga bulan ini mbak Ami menjalani perawatan di Bandung, untuk kakinya yang tak kunjung sembuh. Sampai sekarang pun masih sulit berjalan, tetapi dokternya sudah membolehkan mbak Ami pulang, dan kontrol setiap 2 minggu.
Selama ditinggal mbak Ami, aku tidak juga belajar mandiri. Harusnya aku jadi bisa masak, atau mengerjakan pekerjaan rumah yang tidak habis-habisnya. Aku memang mencoba belajar masak masakan-masakan ringan semacam menggoreng telur atau ayam beku. Tapi dasar tidak bakat masak, semuanya jadi “too well-done” (bahasa halus untuk hangus). Aku menyerah, dan akhirnya membeli makanan dari luar. Biasanya, waktu mbak Ami masih ada aku makan di luar hanya siang hari. Ditinggal mbak Ami, makan di luar jadi pagi, siang dan malam. Very healthy, huh?!
Bulan puasa kemarin, stamina anak-anak kos merosot. Banyak yang jatuh sakit, ada yang tifus atau demam berdarah. Kejadian seperti ini belum pernah terjadi tahun-tahun sebelumnya. Mbak Ami betul-betul dibutuhkan! Untung saja aku bisa menjaga diri, dengan bantuan makanan suplemen tentunya. Sampai hari ini aku tidak terkena penyakit-penyakit menakutkan itu. Tapi beberapa hari yang lalu, perutku perih bukan main. Perih itu sampai ke punggung. Setiap kali makan, rasanya mual. Ada apa gerangan? Aku takut perutku luka, karena rasanya seperti ada luka di usus. Jangan-jangan tifus, oh my God…jangan tifus. Aku sih curiga aku kena maag (semoga hanya maag…)
Hari Selasa yang lalu aku pulang dari kampus dengan perut nyeri. Rasanya kampus – kos jauuuuh sekali. Keringat dingin menetes di tengkukku, rasanya mau pingsan. Wuih, tidak enak sama sekali!
Sampai di kamarku yang berantakan, langsung membaringkan diri di tempat tidur. Untuk mengurangi nyeri tadi aku sudah kunyah milanta sampai 4 tablet. Milantanya belum memberikan efek, sehingga aku memutuskan untuk tidur saja. Mana bisa tidur nyenyak sambil tersiksa beginiiiii….kalau lagi begini jadi ingat ibuku, hiks! Biasanya kalau aku lagi sakit banyak tawaran menarik dari beliau untuk meringankan sakitku, antara lain menyediakan susu hangat, atau pijat. Oh, rumahku istanaku…
Sementara di sini, aku harus menghadapi sakitku sendiri. Tidak ada mbak Ami yang juga suka menjagaku kalau sedang tidak enak badan. Sambil menunggu rasa kantuk datang, aku coba membaca bahan-bahan untuk artikelku. Aduh, makin eneg. Kapan selesainya itu artikel ya? Tidak mampu baca yang berat2, kuambil PDA. Mencoba menulis? Tidak…ada yang lebih menarik dari itu, games. Hehehe…
Sekarang aku tidak perlu kuatir lagi dengan perutku, karena Mbak Ami sudah pulang.
Mbak Ami Sudah Pulang!!! Akhirnya, setelah tiga bulan meninggalkan kami, tadi malam Mbak Ami pulang juga. Rada gemukan. Baguslah…selama tiga bulan ini mbak Ami menjalani perawatan di Bandung, untuk kakinya yang tak kunjung sembuh. Sampai sekarang pun masih sulit berjalan, tetapi dokternya sudah membolehkan mbak Ami pulang, dan kontrol setiap 2 minggu.
Selama ditinggal mbak Ami, aku tidak juga belajar mandiri. Harusnya aku jadi bisa masak, atau mengerjakan pekerjaan rumah yang tidak habis-habisnya. Aku memang mencoba belajar masak masakan-masakan ringan semacam menggoreng telur atau ayam beku. Tapi dasar tidak bakat masak, semuanya jadi “too well-done” (bahasa halus untuk hangus). Aku menyerah, dan akhirnya membeli makanan dari luar. Biasanya, waktu mbak Ami masih ada aku makan di luar hanya siang hari. Ditinggal mbak Ami, makan di luar jadi pagi, siang dan malam. Very healthy, huh?!
Bulan puasa kemarin, stamina anak-anak kos merosot. Banyak yang jatuh sakit, ada yang tifus atau demam berdarah. Kejadian seperti ini belum pernah terjadi tahun-tahun sebelumnya. Mbak Ami betul-betul dibutuhkan! Untung saja aku bisa menjaga diri, dengan bantuan makanan suplemen tentunya. Sampai hari ini aku tidak terkena penyakit-penyakit menakutkan itu. Tapi beberapa hari yang lalu, perutku perih bukan main. Perih itu sampai ke punggung. Setiap kali makan, rasanya mual. Ada apa gerangan? Aku takut perutku luka, karena rasanya seperti ada luka di usus. Jangan-jangan tifus, oh my God…jangan tifus. Aku sih curiga aku kena maag (semoga hanya maag…)
Hari Selasa yang lalu aku pulang dari kampus dengan perut nyeri. Rasanya kampus – kos jauuuuh sekali. Keringat dingin menetes di tengkukku, rasanya mau pingsan. Wuih, tidak enak sama sekali!
Sampai di kamarku yang berantakan, langsung membaringkan diri di tempat tidur. Untuk mengurangi nyeri tadi aku sudah kunyah milanta sampai 4 tablet. Milantanya belum memberikan efek, sehingga aku memutuskan untuk tidur saja. Mana bisa tidur nyenyak sambil tersiksa beginiiiii….kalau lagi begini jadi ingat ibuku, hiks! Biasanya kalau aku lagi sakit banyak tawaran menarik dari beliau untuk meringankan sakitku, antara lain menyediakan susu hangat, atau pijat. Oh, rumahku istanaku…
Sementara di sini, aku harus menghadapi sakitku sendiri. Tidak ada mbak Ami yang juga suka menjagaku kalau sedang tidak enak badan. Sambil menunggu rasa kantuk datang, aku coba membaca bahan-bahan untuk artikelku. Aduh, makin eneg. Kapan selesainya itu artikel ya? Tidak mampu baca yang berat2, kuambil PDA. Mencoba menulis? Tidak…ada yang lebih menarik dari itu, games. Hehehe…
Sekarang aku tidak perlu kuatir lagi dengan perutku, karena Mbak Ami sudah pulang.
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home