Debby@Home

“I asked God for strength that I might achieve; I was made weak that I might humbly learn to obey. I asked for help that I might do greater things; I was given infirmity that I might do better things. I asked for all things that I might enjoy life; I was given life that I might enjoy all things. I got nothing that I asked for, but everything I hope for; almost despite myself, my unspoken prayers were answered. I among all men am truly blessed”

My Photo
Name:
Location: Depok, West Java, Indonesia

I am an ordinary woman with extraordinary interest in everything

Monday, February 20, 2006

Lapassustik Cirebon, 18 Februari 2006

Berencana berangkat ke Cirebon jam 7 pagi, aku dan Bu Bulie sudah siap-siap sarapan jam 6 pagi. Pengalaman bangun kesiangan sehari sebelumnya membuat kami belajar. Aku set weker di HP-ku jam 4.30 pagi untuk mandi dll, karena Bu Bulie ternyata punya ritual yang panjang untuk semua hal.

Jam 6 sudah berada di ruang makan, we are all alone. Belum ada orang lain selain kita berdua. Aku curiga pesta tadi malam berlanjut sampai dini hari. Kami bisa makan sepuasnya pelan-pelan, karena waktu masih banyak.

Jam 7 pagi baru semua orang berkumpul dan sarapan. Aku sudah puas sarapan, jalan-jalan keluar hotel. Di luar sudah berkumpul mbok-mbok yang jualan batik dan kaos Dagadu palsu, berharap ada yang keluar dan membeli dagangan mereka. Aku beli 2 t-shirt Dagadu palsu seharga Rp 22 ribu, lumayan juga buat kaos di rumah.

Sebelum berangkat jam 8 something (molor banget ya?) kami berfoto di luar hotel. Pak Ramdhan memakai baju napi oleh-oleh dari LP Cirebon setahun yang lalu. Weleh, kalau di jalan ketemu polisi bisa-bisa disangka napi lepas tuh.

Kami akan melanjutkan perjalanan panjang Yogya-Cirebon, udah kebayang pegelnya kayak apa. Tapi hebatnya, mahasiswa itu seakan tidak habis energi. Sepanjang perjalanan karaoke tak kunjung dimatikan. Aku tak punya kesempatan mendengarkan lagu-lagu kesayanganku yang sudah aku persiapkan di MP3 Player karena musik karaoke sudah serasa memekakkan telinga. Ya sudahlah….

Perjalanan berakhir di Lapassustik (Lembaga Pemasyarakatan untuk Kasus Narkotika) Cirebon pukul 5 sore diiringi hujan yang cukup deras. Tadinya dijadwalkan tiba pukul 2 siang. Kami terlambat 3 jam! Gara-garanya adalah berangkat kesiangan, lalu perjalanan diselingi sholat Jumat dan makan siang di perjalanan yang rada molor karena menunggu sop kambing terhidang di meja. Mending yang ditungguin itu enak, hehehehe…untung aku tidak pesan sop kambing.

Mungkin karena kesal atau karena ada acara lain, kedatangan kami tidak disambut Kalapas. Ah, masih untung diterima. Untung juga, ada seorang mahasiswa Kriminal yang bekerja di Lapas ini, jadi keterlambatan tidak terlalu dipersoalkan. Sebetulnya jam 5 sore adalah saatnya para warga binaan masuk ke sel masing-masing. Tapi demi kelancaran studi pendalaman kami, para petugas bersedia bersusah payah menunggu kami. Mungkin pada hari-hari normal lainnya mereka sudah pulang dan bertemu keluarga sejak jam 3, kalau jam kerja mereka sama dengan jam kerja Fakultas Psikologi.

Kami digiring menuju aula Lapassustik. Di sana sudah menunggu para petugas dan warga binaan. Berbeda dengan Lapas Wirogunan, para warga binaan di Lapassustik ini seperti tertekan. Kami disambut paduan suara warga binaan, yang menyanyikan lagu kebangsaan Lapassustik dengan wajah tanpa ekspresi. Takuuuuuttttt…..

Di sini juga ada band yang pemainnya semua warga binaan. Pak Eko, bintang AFI Psikologi Kriminal yang sudah menyanyi sepanjang jalan Yogya-Cirebon, langsung maju nyanyi diiringi band warga binaan. Lagu pertama (aku lupa judulnya) dengan sukses dinyanyikannya. Bu Dani berinisiatif mengajak para warga binaan dibantu para mahasiswa untuk joget dan menari mengiringi lagu. Suasana tegang akhirnya mencair. Ketika menyanyikan lagu kedua “Jujur” hanya sempat setengah lagu, keburu dihentikan petugas dengan alasan lagu tersebut adalah lagu kesayangan Kalapas dan hanya boleh dinyanyikan Kalapas. Larangan menyanyikan lagu ini disambut teriakan,”Huuuuuu..” dengan nada riang dari mahasiswa dan warga binaan (kayaknya yang nyanyi sudah diberi bocoran tentang lagu itu dari rekan kuliahnya yang karyawan di Lapas ini, tapi tetap menyanyikannya untuk menguji sampai dimana keberanian petugas menghentikan lagu tersebut).

Setelah acara hiburan selesai, kami pun berpencar untuk mewawancari para warga binaan. Jumlah mereka banyak sekali, tidak seperti di Lapas-lapas lain yang kami kunjungi, kami hanya diberikan beberapa warga binaan untuk diwawancara. Aku sempat bicara dengan dua orang warga binaan, keduanya mantan pengedar yang dijatuhi hukuman di atas 8 tahun. Ketika aku bertanya tentang perasaan mereka pada Kalapas, mereka menjawab positif. Mereka bilang dibanding Lapas Narkotika di Jakarta atau tempat lain (mereka sendiri berasal dari Jakarta), Lapas ini sangat disiplin (kelihatan dari sikap mereka ketika menyanyi di paduan suara tadi). Disiplin yang diterapkan di Lapas ini banyak mempengaruhi mereka secara positif. Good…

Dalam FGD yang dihadiri oleh beberapa warga binaan dan petugas Lapas juga memperlihatkan betapa Lapas ini memperhatikan warga binaannya. Mereka diberikan pelatihan Criminon yang berisi life-skill training. Mulanya yang menjadi instruktur adalah orang luar (Criminon sendiri berasal dari luar negeri). Lama-lama yang menjadi instruktur adalah warga binaan sendiri. Tidak jarang mereka diundang keluar untuk berbicara mengenai program pengembangan napi ini. Keterampilan komunikasi yang diajarkan di Criminon juga terasa pada saat FGD. Ah, mudah-mudahan mereka dapat menjadi contoh Lapas Narkotika yang baik. Lapas Narkotika Cipinang yang ada di Jakarta juga punya nafsu untuk menjadi Lapas terbaik di Indonesia, tapi apa daya…jumlah warga binaan jauh melebihi kapasitas Lapas itu sendiri. Bagaimana cara membina sekian banyak warga binaan? Hanya superman yang mampu melakukannya…and the superman is dead J

Kami menyelesaikan kunjungan di Lapassustik Cirebon sekitar pukul 8 malam. Setelah itu kami mencari tempat makan malam. Di perjalanan aku telepon Mbak Ami yang sedang berada di Cirebon. Mbak Ami sudah rada baikan, tapi dia merasa kakinya panjang sebelah setelah jatuh di depan rumah bulan Desember yang lalu. Aku katakan bahwa aku, Mbak Esthi dan Rini berencana mengunjungi Mbak Ami, tapi belum tahu waktunya kapan. Poor Mbak Ami….

Makan malam yang telat (lebih tepat disebut “supper”) akhirnya tiba pukul 22-an, di sebuah restoran Padang di Indramayu. Setelah makan malam, kami langsung menuju Depok, dan sampai di Depok pukul 2 dinihari. Cukup banyak mahasiswa yang turun di kampus. Mereka akan tidur di kampus, dan pulang jam 6 pagi. Aku minta diantar ke rumahku yang tidak jauh dari kampus, karena nanti jam 8 aku sudah harus di kampus lagi. Perasaanku bagaimana? Well, instead of sleepy, I felt like I’m going to fly all day. Aku akan balas dendam besok!!

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home