One day trip before leaving Bali
Tanggal 21 Agt adalah hari terakhir kami di Bali. Some would call the day “shopping day”, but I preferred to call it “traveling day”. Sejak pagi aku sudah ngebayangin akan menjelajahi Bali sebelum take off jam 10 malam. Sarapan pagi di mess seperti biasa, makan besar ala Bali. Rasanya beberapa hari lagi di sini, aku akan jadi orang Bali, sarapan pakai nasi lengkap dengan lauk pauknya. Luckily Pak Wilman memberikan voucher breakfast milik Pak Enoch di hotel Kuta Paradiso. Thank God aku tidak perlu makan nasi pagi hari lagi.
Berangkat ke hotel sendirian sekitar jam 8.30, tadinya mau ngajak Siti M, tapi kayaknya semua orang masih pada tidur. Capek banget kali ya. Sampai di hotel, langsung ke tempat breakfast. Di sana masih ada Pak Enoch dan Bu Bulie. Sarapan dengan bubur ayam, wafel, dan segelas fresh milk cukup membuat perutku nyaman. Bang Hamdi ternyata sudah kelar sarapan dan siap berangkat jalan-jalan. Kami pun pamit ke Steven dan Pak Tian yang sedang ngobrol. Tadinya Pak Enoch berencana mengajak Pak Tian ikut jalan-jalan, tapi karena Pak Tian capek dan pengalaman buruk sebelumnya waktu diajak jalan-jalan Pak Luluk sampai mabok di tengah jalan, beliau memilih istirahat di hotel. Jadilah hanya aku, Bang Hamdi dan Pak Enoch yang jalan-jalan.
Di perjalanan aku mengajak Aan adikku yang sedang giat bekerja ngebor bumi di jalan raya. Maksudku supaya dia bisa jadi tour guide kami. Tapi ternyata Aan pun sama bloonnya dengan kami. Dia cuman tau Denpasar, Kuta dan Sanur doang, padahal sudah 2 tahun tinggal di Bali. Tapi lumayan juga dia bisa ikut, jadi aku tidak perlu jadi supir sepanjang perjalanan.
Perjalanan pertama kami adalah ke Sukawati untuk membeli suvenir. Setelah itu mampir ke Celuk untuk membeli oleh-oleh perak. Di Celuk kami bertemu dengan Bu Meity, Bu Isti dll yang juga mau beli perak. Perasaan beberapa hari sebelumnya mereka sudah ke Celuk deh. Dari Celuk kami ke Ubud, mampir di Monkey Forrest. Monkey di sana lucu-lucu sekali, terutama kalau ada pengunjung bawa pisang. Tidak boleh menyembunyikan makanan dari para monyet karena pasti akan ketahuan. Kalau kita bawa makanan, mereka akan sangat ramah, mau saja nemplok ke badan kita. Hiiiiii….
Pulang dari Monkey Forrest, kami berencana ke Bird Park, tapi sayang sekali sudah tutup jam 4. Maka kami pun pulang ke arah Kuta. Aan yang sedari tadi sudah ditelpon oleh kantornya bilang tidak bisa ikut lebih lama lagi, karena ada meeting jam 6 sore. Kami pun mampir ke kantor Aan supaya Pak Enoch dan Bang Hamdi bisa sholat.
Dari kantor Aan, Bang Hamdi bersedia menjadi supir. Kami pun berangkat ke Tanah Lot jam 5 sore. Ternyata jauuuuuuuhhhhhh banget. Di tengah jalan ada insiden lalu lintas pula. Pak polisi yang sedang berjaga di perapatan menyetop mobil kami. Waktu itu kesalahan Bang Hamdi adalah melanggar batas mobil berhenti di lampu merah. Bang Hamdi berkelit tidak melihat batas tersebut. Tetapi Pak Polisi tetap bersikeras Bang Hamdi salah. Supaya tidak kehilangan uang untuk membayar tilang, Bang Hamdi mengeluarkan jurus Barcelonanya. Dia bilang, belum lama ini dia ke Barcelona dan melakukan kesalahan di lalu lintas, tetapi polisinya maklum karena turis. Pak polisi diam saja, jelas sangat kecewa karena tidak jadi dapat duit dari Bang Hamdi. Sekembalinya ke mobil, Bang Hamdi menceritakan pengalamannya. Katanya kalau tadi Pak Polisi tetap bersikeras menilangnya, Bang Hamdi akan merelakan saja SIM-nya diambil oleh si polisi dan minta Pak Drajat mengirimkannya ke Jakarta. Hehehe…dasar si abang, asal gak bayar apa pun dia lakukan, termasuk memanfaatkan koneksi dengan pejabat.
Sampai di Tanah Lot sekitar jam 6.30. Saatnya menyaksikan matahari tenggelam sih. Selama beberapa hari di Bali aku tidak pernah sempat menyaksikan matahari tenggelam, padahal Kuta terkenal indah pada saat matahari tenggelam. Waktu melancong ke Uluwatu sebetulnya sudah magrib, tapi sayang ketika itu cuaca mendung. Eh, sampai di Tanah Lot dengan harapan bisa melihat matahari tenggelam sami mawon, cuaca mendung juga. Hwaaaaaa….
Karena waktu kami tidak banyak, aku sampai tergopoh-gopoh ngikutin jalannya Bang Hamdi. Untung Pak Enoch tidak ikut masuk lokasi Tanah Lot. Mana sanggup beliau mengimbangi kecepatan jalan Bang Hamdi? Sampai di Tanah Lot sudah cukup gelap, beruntunglah aku sempat mengambil beberapa gambar di sana. Aku tidak sampai masuk ke pura, hanya memandang dari kejauhan. Nafasku belum teratur, Bang Hamdi sudah mengajak pulang. Kejam. Tapi karena kita sudah harus sampai di mess Auri jam 8 malam, memang kudu buru-buru. Untunglah waktu di Tanah Lot Pak Enoch mengajak makan karena kuatir tidak sempat makan malam, karena memang kami tidak sempat makan malam sepulang dari sana.
Perjalanan dari Tanah Lot ke Legian lancar banget, tidak pake tersesat segala. Anehnya, kok di Legian pake nyasar ya? Jangan-jangan dikerjain sama arwah-arwah di ground zero nih! Muter-muter di Legian kami tidak menemukan jalan yang aku kenal. Bang Hamdi dengan sikap sok taunya yang sangat terkenal sangat tidak membantu pencarian jalan pulang. Sampai akhirnya aku menemukan jalan yang sudah sangat aku kenal di Kuta Square, kami bisa menemukan jalan pulang dengan mudah. Sampai di mess sudah jam 8.30 WIT, semua orang beserta koper-kopernya sudah berada di luar rumah. Siap untuk berangkat ke bandara. Untunglah aku sudah minta Eko membongkar pintu kamarku sebelumnya, karena aku kehilangan kunci kamarku. Secepat kilat aku membereskan barang-barang, tidak sempat mandi lagi.
Sampai di bandara, Masya Allah….itu bandara atau terminal bis ya? Isinya orang dan koper tumpah ruah, sampai bingung mau berdiri di mana. Lama banget ngurusi bagasi, akhirnya kami bisa masuk ke ruang tunggu. Banyak pesawat delayed kayaknya, termasuk pesawat kami. Sampai jam 11 tidak ada tanda-tanda akan berangkat. Tiba-tiba di kejauhan aku lihat Pak Putu sedang ngobrol sama Bang Hamdi. Rada kaget juga bisa menemukan Pak Putu di sini, lupa kalau kampung halamannya adalah Bali. Hehehe…Ternyata kami sepesawat. Pak Putu mengemukakan rencananya membuat seminar dengan MMUI, dan berencana mengundang Fakultas Psikologi.
Setelah delayed sampai 1,5 jam, akhirnya kami bisa boarding jam 11.30 WIT. Pak pilot tidak pakai tunda-tunda waktu lagi, langsung take off, dan sampai di Cengkareng sekitar pukul 00 am. Setelah menunggu bagasi cukup lama, pulang bareng Bang Hamdi dan Siti M naik taksi entah apa. Aku sudah tidak peduli sama sekitarku karena ngantuk yang amat sangat. Tapi karena tidak mandi sebelumnya, aku pun mandi biar tidur nyenyak seharian. Bener saja, aku bangun jam 10 pagi, mandi dan sarapan, lalu tidur lagi. Zzzzzz….mimpi ketemu cemceman di Bali. Huahahahaha…..
Tanggal 21 Agt adalah hari terakhir kami di Bali. Some would call the day “shopping day”, but I preferred to call it “traveling day”. Sejak pagi aku sudah ngebayangin akan menjelajahi Bali sebelum take off jam 10 malam. Sarapan pagi di mess seperti biasa, makan besar ala Bali. Rasanya beberapa hari lagi di sini, aku akan jadi orang Bali, sarapan pakai nasi lengkap dengan lauk pauknya. Luckily Pak Wilman memberikan voucher breakfast milik Pak Enoch di hotel Kuta Paradiso. Thank God aku tidak perlu makan nasi pagi hari lagi.
Berangkat ke hotel sendirian sekitar jam 8.30, tadinya mau ngajak Siti M, tapi kayaknya semua orang masih pada tidur. Capek banget kali ya. Sampai di hotel, langsung ke tempat breakfast. Di sana masih ada Pak Enoch dan Bu Bulie. Sarapan dengan bubur ayam, wafel, dan segelas fresh milk cukup membuat perutku nyaman. Bang Hamdi ternyata sudah kelar sarapan dan siap berangkat jalan-jalan. Kami pun pamit ke Steven dan Pak Tian yang sedang ngobrol. Tadinya Pak Enoch berencana mengajak Pak Tian ikut jalan-jalan, tapi karena Pak Tian capek dan pengalaman buruk sebelumnya waktu diajak jalan-jalan Pak Luluk sampai mabok di tengah jalan, beliau memilih istirahat di hotel. Jadilah hanya aku, Bang Hamdi dan Pak Enoch yang jalan-jalan.
Di perjalanan aku mengajak Aan adikku yang sedang giat bekerja ngebor bumi di jalan raya. Maksudku supaya dia bisa jadi tour guide kami. Tapi ternyata Aan pun sama bloonnya dengan kami. Dia cuman tau Denpasar, Kuta dan Sanur doang, padahal sudah 2 tahun tinggal di Bali. Tapi lumayan juga dia bisa ikut, jadi aku tidak perlu jadi supir sepanjang perjalanan.
Perjalanan pertama kami adalah ke Sukawati untuk membeli suvenir. Setelah itu mampir ke Celuk untuk membeli oleh-oleh perak. Di Celuk kami bertemu dengan Bu Meity, Bu Isti dll yang juga mau beli perak. Perasaan beberapa hari sebelumnya mereka sudah ke Celuk deh. Dari Celuk kami ke Ubud, mampir di Monkey Forrest. Monkey di sana lucu-lucu sekali, terutama kalau ada pengunjung bawa pisang. Tidak boleh menyembunyikan makanan dari para monyet karena pasti akan ketahuan. Kalau kita bawa makanan, mereka akan sangat ramah, mau saja nemplok ke badan kita. Hiiiiii….
Pulang dari Monkey Forrest, kami berencana ke Bird Park, tapi sayang sekali sudah tutup jam 4. Maka kami pun pulang ke arah Kuta. Aan yang sedari tadi sudah ditelpon oleh kantornya bilang tidak bisa ikut lebih lama lagi, karena ada meeting jam 6 sore. Kami pun mampir ke kantor Aan supaya Pak Enoch dan Bang Hamdi bisa sholat.
Dari kantor Aan, Bang Hamdi bersedia menjadi supir. Kami pun berangkat ke Tanah Lot jam 5 sore. Ternyata jauuuuuuuhhhhhh banget. Di tengah jalan ada insiden lalu lintas pula. Pak polisi yang sedang berjaga di perapatan menyetop mobil kami. Waktu itu kesalahan Bang Hamdi adalah melanggar batas mobil berhenti di lampu merah. Bang Hamdi berkelit tidak melihat batas tersebut. Tetapi Pak Polisi tetap bersikeras Bang Hamdi salah. Supaya tidak kehilangan uang untuk membayar tilang, Bang Hamdi mengeluarkan jurus Barcelonanya. Dia bilang, belum lama ini dia ke Barcelona dan melakukan kesalahan di lalu lintas, tetapi polisinya maklum karena turis. Pak polisi diam saja, jelas sangat kecewa karena tidak jadi dapat duit dari Bang Hamdi. Sekembalinya ke mobil, Bang Hamdi menceritakan pengalamannya. Katanya kalau tadi Pak Polisi tetap bersikeras menilangnya, Bang Hamdi akan merelakan saja SIM-nya diambil oleh si polisi dan minta Pak Drajat mengirimkannya ke Jakarta. Hehehe…dasar si abang, asal gak bayar apa pun dia lakukan, termasuk memanfaatkan koneksi dengan pejabat.
Sampai di Tanah Lot sekitar jam 6.30. Saatnya menyaksikan matahari tenggelam sih. Selama beberapa hari di Bali aku tidak pernah sempat menyaksikan matahari tenggelam, padahal Kuta terkenal indah pada saat matahari tenggelam. Waktu melancong ke Uluwatu sebetulnya sudah magrib, tapi sayang ketika itu cuaca mendung. Eh, sampai di Tanah Lot dengan harapan bisa melihat matahari tenggelam sami mawon, cuaca mendung juga. Hwaaaaaa….
Karena waktu kami tidak banyak, aku sampai tergopoh-gopoh ngikutin jalannya Bang Hamdi. Untung Pak Enoch tidak ikut masuk lokasi Tanah Lot. Mana sanggup beliau mengimbangi kecepatan jalan Bang Hamdi? Sampai di Tanah Lot sudah cukup gelap, beruntunglah aku sempat mengambil beberapa gambar di sana. Aku tidak sampai masuk ke pura, hanya memandang dari kejauhan. Nafasku belum teratur, Bang Hamdi sudah mengajak pulang. Kejam. Tapi karena kita sudah harus sampai di mess Auri jam 8 malam, memang kudu buru-buru. Untunglah waktu di Tanah Lot Pak Enoch mengajak makan karena kuatir tidak sempat makan malam, karena memang kami tidak sempat makan malam sepulang dari sana.
Perjalanan dari Tanah Lot ke Legian lancar banget, tidak pake tersesat segala. Anehnya, kok di Legian pake nyasar ya? Jangan-jangan dikerjain sama arwah-arwah di ground zero nih! Muter-muter di Legian kami tidak menemukan jalan yang aku kenal. Bang Hamdi dengan sikap sok taunya yang sangat terkenal sangat tidak membantu pencarian jalan pulang. Sampai akhirnya aku menemukan jalan yang sudah sangat aku kenal di Kuta Square, kami bisa menemukan jalan pulang dengan mudah. Sampai di mess sudah jam 8.30 WIT, semua orang beserta koper-kopernya sudah berada di luar rumah. Siap untuk berangkat ke bandara. Untunglah aku sudah minta Eko membongkar pintu kamarku sebelumnya, karena aku kehilangan kunci kamarku. Secepat kilat aku membereskan barang-barang, tidak sempat mandi lagi.
Sampai di bandara, Masya Allah….itu bandara atau terminal bis ya? Isinya orang dan koper tumpah ruah, sampai bingung mau berdiri di mana. Lama banget ngurusi bagasi, akhirnya kami bisa masuk ke ruang tunggu. Banyak pesawat delayed kayaknya, termasuk pesawat kami. Sampai jam 11 tidak ada tanda-tanda akan berangkat. Tiba-tiba di kejauhan aku lihat Pak Putu sedang ngobrol sama Bang Hamdi. Rada kaget juga bisa menemukan Pak Putu di sini, lupa kalau kampung halamannya adalah Bali. Hehehe…Ternyata kami sepesawat. Pak Putu mengemukakan rencananya membuat seminar dengan MMUI, dan berencana mengundang Fakultas Psikologi.
Setelah delayed sampai 1,5 jam, akhirnya kami bisa boarding jam 11.30 WIT. Pak pilot tidak pakai tunda-tunda waktu lagi, langsung take off, dan sampai di Cengkareng sekitar pukul 00 am. Setelah menunggu bagasi cukup lama, pulang bareng Bang Hamdi dan Siti M naik taksi entah apa. Aku sudah tidak peduli sama sekitarku karena ngantuk yang amat sangat. Tapi karena tidak mandi sebelumnya, aku pun mandi biar tidur nyenyak seharian. Bener saja, aku bangun jam 10 pagi, mandi dan sarapan, lalu tidur lagi. Zzzzzz….mimpi ketemu cemceman di Bali. Huahahahaha…..
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home