Gempa lagi??!!
Pukul 17.57 pm tadi, ketika sedang asyik bergosip dengan Ibu Mimi, tiba-tiba aku merasakan gempa. Saat itu sambil ngobrol aku lihat kepala Ibu Mimi bergoyang ke kiri dan ke kanan, tetapi yang bersangkutan tidak nyadar apa yang menyebabkan kepala bergoyang. Beberapa detik kemudian, serempak kami berteriak,"Gempaa..." Perasaan takjub seketika melanda penghuni lantai 2, tapi tak satupun dari kami berlari keluar. Kami hanya saling memandang dan "menikmati" getaran yang cukup kuat itu (yang ternyata "hanya" 6,2 SR tapi pusat gempa cukup dekat, di Selat Sunda).
Gempa tersebut cukup lama, tapi aku dengan santai menuju dispenser untuk mengambil air minum. Dispenser bergoyang cukup kuat, tetapi tidak ada perasaan takut. Entah mengapa. Mungkin kepasrahan yang membuat aku tidak takut, karena aku tahu Tuhan ada di dekatku, sehingga kalaupun harus terjadi sesuatu aku harus siap. Halah, kok aku mendadak jadi religius gini?
Aku bahkan sempat memberikan pelajaran singkat "segitiga kehidupan" kepada teman2 yang masih tinggal di lantai 2, ketika salah seorang rekan mengatakan kalau bangunan ini rubuh sebaiknya berlindung di bawah meja. Aku bilang, sebaiknya malah berlindung di samping meja, karena kalau atap bangunan rubuh, akan menimpa meja, dan ada ruang di samping meja yang tidak tertimpa reruntuhan. Pelajaran ini aku dapatkan dari milis2 seusai gempa Yogyakarta beberapa waktu yang lalu.
Akhir-akhir ini memang Indonesia sedang langganan gempa. Setelah gempa Yogya, tanggal 17 Juli kemarin terjadi gempa dan tsunami di Pangandaran, yang cukup banyak menelan korban jiwa, bahkan sampai ke pantai di Jawa Timur. Setelah itu selalu ada gempa susulan, dan yang terjadi hampir pukul 18.00 tadi adalah yang terbesar aku rasakan di Depok. Bagaimana rasanya berada di gedung tinggi di Jakarta ya?
Pukul 17.57 pm tadi, ketika sedang asyik bergosip dengan Ibu Mimi, tiba-tiba aku merasakan gempa. Saat itu sambil ngobrol aku lihat kepala Ibu Mimi bergoyang ke kiri dan ke kanan, tetapi yang bersangkutan tidak nyadar apa yang menyebabkan kepala bergoyang. Beberapa detik kemudian, serempak kami berteriak,"Gempaa..." Perasaan takjub seketika melanda penghuni lantai 2, tapi tak satupun dari kami berlari keluar. Kami hanya saling memandang dan "menikmati" getaran yang cukup kuat itu (yang ternyata "hanya" 6,2 SR tapi pusat gempa cukup dekat, di Selat Sunda).
Gempa tersebut cukup lama, tapi aku dengan santai menuju dispenser untuk mengambil air minum. Dispenser bergoyang cukup kuat, tetapi tidak ada perasaan takut. Entah mengapa. Mungkin kepasrahan yang membuat aku tidak takut, karena aku tahu Tuhan ada di dekatku, sehingga kalaupun harus terjadi sesuatu aku harus siap. Halah, kok aku mendadak jadi religius gini?
Aku bahkan sempat memberikan pelajaran singkat "segitiga kehidupan" kepada teman2 yang masih tinggal di lantai 2, ketika salah seorang rekan mengatakan kalau bangunan ini rubuh sebaiknya berlindung di bawah meja. Aku bilang, sebaiknya malah berlindung di samping meja, karena kalau atap bangunan rubuh, akan menimpa meja, dan ada ruang di samping meja yang tidak tertimpa reruntuhan. Pelajaran ini aku dapatkan dari milis2 seusai gempa Yogyakarta beberapa waktu yang lalu.
Akhir-akhir ini memang Indonesia sedang langganan gempa. Setelah gempa Yogya, tanggal 17 Juli kemarin terjadi gempa dan tsunami di Pangandaran, yang cukup banyak menelan korban jiwa, bahkan sampai ke pantai di Jawa Timur. Setelah itu selalu ada gempa susulan, dan yang terjadi hampir pukul 18.00 tadi adalah yang terbesar aku rasakan di Depok. Bagaimana rasanya berada di gedung tinggi di Jakarta ya?
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home