1st Convention of Asian Psychological Association
Konvensi APsyA pertama yang berlangsung dari tanggal 18 s/d 20 Agustus 2006 di Hotel Kuta Paradiso Bali, berjalan cukup sukses despite of minor mistakes. Biasalah, pada pengalaman pertama pasti ada sedikit kesalahan di sana sini. Kalau boleh memberikan sedikit penilaian, koordinasi antara panitia agak sedikit kurang. Ada panitia yang sibuk sekali, ada yang tidak sibuk sama sekali.
Hari pertama diisi dengan workshop-workshop dan welcome ceremony berupa cocktail party. Ada tiga workshop tersaji: Resiliency (Chok Hiew), Exposure Technique (Tian Oei), dan Hypnotherapy (dr. Arya). Ketiga workshop tersebut under-promotion, sehingga yang hadir tidak banyak, dan kabarnya membuat Pak Tian Oei rada kecewa. Banyak partisipan yang check-in or re-register pada hari pertama dan baru tahu ada workshop setelah workshop berjalan beberapa lama, sehingga mereka tidak boleh masuk karena sudah ketinggalan. Too bad…
Aku ikut membantu di meja registrasi ulang sejak sehari sebelum konferensi dimulai. Sebetulnya it’s a very fun experience, karena aku berhadapan dengan peserta dari berbagai negara. Tapi aku gak tahan sama anginnya! Meja registrasi berada di lobi hotel dimana angin datang dari mana-mana. Jadilah aku sibuk mencari pertahanan diri, semua persediaan obat aku periksa ketersediaannya. Gak lucu juga kalau sudah tewas baru 2 hari di sana, dan event belum mulai pula.
Beberapa peserta asing membuat aku terkesan, terutama KC dari England (ehem!) yang mengingatkanku pada seorang teman (kalau dipikir-pikir beberapa kali KC itu ternyata mirip pacarnya Leona…hwaaaaaaa kok bisaaaa!!!). Sejak pertama he caught my attention, dan ternyata selama 2 hari berikutnya dia cukup mampu menjaga semangatku. Bagaimana tidak? Seakan Tuhan sudah mengaturnya, di ruangan mana pun aku ada (ruangan untuk temu ilmiah ada tiga: Arjuna, Nakula dan Sadewa) dia selalu ada di sana. Sayangnya ketika giliran dia presentasi aku tidak bisa menemani. Halah, kayak dia notice aja.
Sepulang dari Bali, pada satu kesempatan aku ngobrol-ngobrol sama Mba Liche. Dan yang gak penting banget, aku cerita tentang KC. Aku sempat bertanya-tanya ke Mba Liche, kenapa aku bisa tertarik sama Chinese people, satu hal yang tidak pernah terpikir sejak dulu. Aku ingat dulu ketika masih SMP sempat marah besar ke mamaku karena beliau menggodaku. Kata mama suatu saat nanti jodohku kemungkinan besar orang Cina, hanya gara-gara aku membuat seorang teman sekolahku yang kebetulan keturunan Cina sakit hati karena aku menolak mengajarinya pelajaran matematika. That scared me a lot so I even hated this person more. Dan sekarang, kok bisa ya aku jadi suka sama tampang Taiwan? Mirip pacarnya Leona lagi! Hwaaaaa!!! (bahkan aku pernah bertanya ke Leona kok bisa dia suka sama si Chongki) Mba Liche sempat menganalisis dan mengatakan ‘chemistry’ Cina dan Batak itu sama. Hehehe maksa deh si Mbak…
Lalu peserta lainnya yang mengesankan adalah the one from Saudi Arabia, Ibrahim Alnaim. Dia orang ini luar biasa genitnya! Dari sejak pertama kali registrasi bawaanya menggoda terus, but he’s really not my type. Hari terakhir dia sempat bertanya apakah aku local people, dan aku jawab bukan, tapi dari Jakarta. Dengan semangat dia bilang akan ke Jakarta, dan berharap bisa bertemu denganku di Jakarta. Then dia bilang he’s not a very religious man (what’s that supposed to mean?) Aku bilang, dia harus membawa mahar yang banyak supaya bisa bertemu dengan aku. Dia bilang no problem. Lalu aku ingatkan lagi, untuk membayar biaya konvensi USD 290 saja dia minta diskon jadi USD 261, padahal mahar untukku jauh lebih besar dari itu. Hehehe…akhirnya dia bilang,”You’re not allowing me to meet you in Jakarta” and I replied,”Of course not, I am a religious woman”.
Sandy yang berada di sampingku bilang, malam sebelumnya waktu Sandy jalan-jalan keluar kamar sekitar jam 11 malam, dan melihat orang itu membawa perempuan cantik masuk ke kamar hotelnya (kebetulan mereka sama-sama menginap di hotel Kuta Paradiso). Lalu aku bilang, ya dia tadi memang mengakui he’s not a religious man, dan dengan itu dia membenarkan tindakannya.
Satu lagi dari Malaysia, seorang ibu bernama unik yang ternyata duduk di BOD APsyA sebagai wakilnya Pak Ito. Ibu ini sejak pertama datang sudah menyusahkan, karena tidak membawa cash untuk membayar biaya pendaftaran. Dia hanya membawa RM500, yang kata Bu Bulie diterima saja. Akhirnya aku harus membuat surat perjanjian dengannya supaya ia membayar kekurangannya dalam RM setelah konvensi usai. Kabarnya, setelah beberapa waktu si Ibu berubah pikiran, dan meminta kembali RM500 tetapi minta receipt. Dia berjanji akan membayar sepulang dari Bali. Wah…nyusahin juga si Ibu, plin-plan banget!. Kabarnya Pak Ito pun rada kuatir sama si Ibu karena kongres berikutnya (tahun 2008) akan dilangsungkan di Malaysia.
Lalu ada Kate Moore dari Melbourne yang sangat modis. Dia ini favoritku karena orangnya easy going, cheerful, dan very considerate. Si Kate ini sangat bernafsu jadi anggota BOD, sampai-sampai minta reference dari aku. Emangnya siapa gue bisa jadi referensi dia? Akhirnya memang si Kate ini bisa masuk ke BOD, tetapi untuk meeting tahun 2010 yang akan diadakan di Melbourne, person in charge-nya justru Kate Burrell dari Canberra. Nah lho….Kate Burrell bilang Canberra-Melbourne takes 10 hours drive. Kemudian ada Sherry McCarthy dari Arizona, USA yang keibuan. Semua presentasi dari yang Englishnya bagus sampai yang Englishnya belepotan dibilang bagus sama dia, persis alm. Pak Tino Sidin kalau lagi menilai gambar anak-anak di televisi.
Selain sesi ilmiah, ada juga sesi-sesi Asian Terrorism yang berlangsung di ballroom pada saat yang bersamaan. Aku sudah berjanji pada Mark, detektif dari Aussie Embassy untuk ikut sesi Asian Terrorism, tapi ternyata aku tidak bisa sama sekali mengikutinya karena harus berada pada sidang ilmiah. Padahal ada video dokumenter dari Mas Rudi tentang kejadian bom Bali yang sempat terekam, dan wawancaranya dengan Amrozi dan beberapa pelaku bom (oya aku belum sempat ngobrol sama this energetic man tentang ijin copy CD filmnya). Lalu ada lagi Nasir Abbas yang mengaku gurunya Amrozi tapi sudah insyaf. Pokoknya sayang sekali deh aku gak bisa ikutan sesi-sesi itu. Nanti deh aku pinjam CD-nya si Rudi yang diberikan ke Pak Ito.
Setelah acara farewell, ada acara General Tour ke Garuda Wisnu Kencana, Uluwatu dan diakhiri dengan makan malam di Jimbaran. Aku ikutan general tour tersebut, tapi sayang banget KC gak bisa ikut karena sudah harus pulang ke UK. So soon?! Hiks!
Tour Guide di GWK bilang, nantinya patung Dewa Wisnu naik Garuda Kencana akan lebih tinggi dari Patung Liberty di New York. Wah, huebat bener. Beberapa peserta asing tidak percaya, karena pasti menelan biaya sangat besar. Apalagi pada grand plan-nya, proyek GWK akan selesai pada tahun 2010. Impossible rasanya. Tapi mereka tidak tahu sih, kalau Indonesia punya Bandung Bondowoso yang bisa bikin 1000 candi dalam semalam dan Gatot Kaca yang punya otot baja.
Di Uluwatu, monyet-monyetnya pinter-pinter bener. Kegemarannya mencuri barang pengunjung, jadi harus awas bener sama barang bawaan. Steven dari Aus Embassy sempat melihat ada monyet sedang making love di tengah kerumunan orang dan dengan bahasa Indonesianya yang baik dan benar Steven bilang ke aku,”ada dua monyet bercinta dilihat oleh orang banyak, dan monyet-monyet itu tidak peduli”. Waktu aku tanya dimana monyet-monyet itu, Steven bilang,”sudah selesai bercintanya, itu tadi mengapa orang ramai bertepuk tangan.” Hehehe…dasar monyet, gak pilih-pilih tempat melakukan kegiatan pribadi. Dan dasar orang, ngeliat monyet bercinta kok ditepukin.
Walaupun sudah diperingati sejak awal untuk menjaga barang-barang bawaan, termasuk kacamata, ada saja yang kecolongan. Kacamata peserta dari Malaysia dan Chok Hiew dari Kanada diambil oleh monyet-monyet itu. Untungnya dua kacamata itu kembali ke pemiliknya, meskipun kacamata si Malaysia tidak bisa dipakai lagi. Anehnya kacamata Chok Hiew yang baliknya lebih lama tidak mengalami kerusakan. Mungkin karena kacamatanya buatan Kanada, lebih mahal dan proses pengembaliannya juga memakan biaya cukup besar (EO kita harus bayar Rp 50rb kepada orang yang membantu mengambilnya dari sang monyet). Lumayan, Chok Hiew jadi punya pengalaman untuk diceritakan ke rekan-rekannya. Karena EO-nya tidak mau dibayar balik oleh Chok Hiew, sambil bercanda si Chok bertanya,”is this part of the program?” dan si EO jawab,”no, it’s pure accident.”
Acara General Tour diakhiri dengan makan malam di Jimbaran, di sebelah kafe Manega tempat bom bali kedua terjadi beberapa waktu yang lalu. Untunglah tidak terjadi apa-apa ketika kami di sana, baik tsunami maupun bom bali ketiga. Kami pulang dengan perut sangat kenyang (bayangkan, harus makan ikan, udang, cumi, kerang dalam sekali makan, untung perutku elastis). Sampai jumpa di Malaysia….atau Melbourne aja kali ya?
Konvensi APsyA pertama yang berlangsung dari tanggal 18 s/d 20 Agustus 2006 di Hotel Kuta Paradiso Bali, berjalan cukup sukses despite of minor mistakes. Biasalah, pada pengalaman pertama pasti ada sedikit kesalahan di sana sini. Kalau boleh memberikan sedikit penilaian, koordinasi antara panitia agak sedikit kurang. Ada panitia yang sibuk sekali, ada yang tidak sibuk sama sekali.
Hari pertama diisi dengan workshop-workshop dan welcome ceremony berupa cocktail party. Ada tiga workshop tersaji: Resiliency (Chok Hiew), Exposure Technique (Tian Oei), dan Hypnotherapy (dr. Arya). Ketiga workshop tersebut under-promotion, sehingga yang hadir tidak banyak, dan kabarnya membuat Pak Tian Oei rada kecewa. Banyak partisipan yang check-in or re-register pada hari pertama dan baru tahu ada workshop setelah workshop berjalan beberapa lama, sehingga mereka tidak boleh masuk karena sudah ketinggalan. Too bad…
Aku ikut membantu di meja registrasi ulang sejak sehari sebelum konferensi dimulai. Sebetulnya it’s a very fun experience, karena aku berhadapan dengan peserta dari berbagai negara. Tapi aku gak tahan sama anginnya! Meja registrasi berada di lobi hotel dimana angin datang dari mana-mana. Jadilah aku sibuk mencari pertahanan diri, semua persediaan obat aku periksa ketersediaannya. Gak lucu juga kalau sudah tewas baru 2 hari di sana, dan event belum mulai pula.
Beberapa peserta asing membuat aku terkesan, terutama KC dari England (ehem!) yang mengingatkanku pada seorang teman (kalau dipikir-pikir beberapa kali KC itu ternyata mirip pacarnya Leona…hwaaaaaaa kok bisaaaa!!!). Sejak pertama he caught my attention, dan ternyata selama 2 hari berikutnya dia cukup mampu menjaga semangatku. Bagaimana tidak? Seakan Tuhan sudah mengaturnya, di ruangan mana pun aku ada (ruangan untuk temu ilmiah ada tiga: Arjuna, Nakula dan Sadewa) dia selalu ada di sana. Sayangnya ketika giliran dia presentasi aku tidak bisa menemani. Halah, kayak dia notice aja.
Sepulang dari Bali, pada satu kesempatan aku ngobrol-ngobrol sama Mba Liche. Dan yang gak penting banget, aku cerita tentang KC. Aku sempat bertanya-tanya ke Mba Liche, kenapa aku bisa tertarik sama Chinese people, satu hal yang tidak pernah terpikir sejak dulu. Aku ingat dulu ketika masih SMP sempat marah besar ke mamaku karena beliau menggodaku. Kata mama suatu saat nanti jodohku kemungkinan besar orang Cina, hanya gara-gara aku membuat seorang teman sekolahku yang kebetulan keturunan Cina sakit hati karena aku menolak mengajarinya pelajaran matematika. That scared me a lot so I even hated this person more. Dan sekarang, kok bisa ya aku jadi suka sama tampang Taiwan? Mirip pacarnya Leona lagi! Hwaaaaa!!! (bahkan aku pernah bertanya ke Leona kok bisa dia suka sama si Chongki) Mba Liche sempat menganalisis dan mengatakan ‘chemistry’ Cina dan Batak itu sama. Hehehe maksa deh si Mbak…
Lalu peserta lainnya yang mengesankan adalah the one from Saudi Arabia, Ibrahim Alnaim. Dia orang ini luar biasa genitnya! Dari sejak pertama kali registrasi bawaanya menggoda terus, but he’s really not my type. Hari terakhir dia sempat bertanya apakah aku local people, dan aku jawab bukan, tapi dari Jakarta. Dengan semangat dia bilang akan ke Jakarta, dan berharap bisa bertemu denganku di Jakarta. Then dia bilang he’s not a very religious man (what’s that supposed to mean?) Aku bilang, dia harus membawa mahar yang banyak supaya bisa bertemu dengan aku. Dia bilang no problem. Lalu aku ingatkan lagi, untuk membayar biaya konvensi USD 290 saja dia minta diskon jadi USD 261, padahal mahar untukku jauh lebih besar dari itu. Hehehe…akhirnya dia bilang,”You’re not allowing me to meet you in Jakarta” and I replied,”Of course not, I am a religious woman”.
Sandy yang berada di sampingku bilang, malam sebelumnya waktu Sandy jalan-jalan keluar kamar sekitar jam 11 malam, dan melihat orang itu membawa perempuan cantik masuk ke kamar hotelnya (kebetulan mereka sama-sama menginap di hotel Kuta Paradiso). Lalu aku bilang, ya dia tadi memang mengakui he’s not a religious man, dan dengan itu dia membenarkan tindakannya.
Satu lagi dari Malaysia, seorang ibu bernama unik yang ternyata duduk di BOD APsyA sebagai wakilnya Pak Ito. Ibu ini sejak pertama datang sudah menyusahkan, karena tidak membawa cash untuk membayar biaya pendaftaran. Dia hanya membawa RM500, yang kata Bu Bulie diterima saja. Akhirnya aku harus membuat surat perjanjian dengannya supaya ia membayar kekurangannya dalam RM setelah konvensi usai. Kabarnya, setelah beberapa waktu si Ibu berubah pikiran, dan meminta kembali RM500 tetapi minta receipt. Dia berjanji akan membayar sepulang dari Bali. Wah…nyusahin juga si Ibu, plin-plan banget!. Kabarnya Pak Ito pun rada kuatir sama si Ibu karena kongres berikutnya (tahun 2008) akan dilangsungkan di Malaysia.
Lalu ada Kate Moore dari Melbourne yang sangat modis. Dia ini favoritku karena orangnya easy going, cheerful, dan very considerate. Si Kate ini sangat bernafsu jadi anggota BOD, sampai-sampai minta reference dari aku. Emangnya siapa gue bisa jadi referensi dia? Akhirnya memang si Kate ini bisa masuk ke BOD, tetapi untuk meeting tahun 2010 yang akan diadakan di Melbourne, person in charge-nya justru Kate Burrell dari Canberra. Nah lho….Kate Burrell bilang Canberra-Melbourne takes 10 hours drive. Kemudian ada Sherry McCarthy dari Arizona, USA yang keibuan. Semua presentasi dari yang Englishnya bagus sampai yang Englishnya belepotan dibilang bagus sama dia, persis alm. Pak Tino Sidin kalau lagi menilai gambar anak-anak di televisi.
Selain sesi ilmiah, ada juga sesi-sesi Asian Terrorism yang berlangsung di ballroom pada saat yang bersamaan. Aku sudah berjanji pada Mark, detektif dari Aussie Embassy untuk ikut sesi Asian Terrorism, tapi ternyata aku tidak bisa sama sekali mengikutinya karena harus berada pada sidang ilmiah. Padahal ada video dokumenter dari Mas Rudi tentang kejadian bom Bali yang sempat terekam, dan wawancaranya dengan Amrozi dan beberapa pelaku bom (oya aku belum sempat ngobrol sama this energetic man tentang ijin copy CD filmnya). Lalu ada lagi Nasir Abbas yang mengaku gurunya Amrozi tapi sudah insyaf. Pokoknya sayang sekali deh aku gak bisa ikutan sesi-sesi itu. Nanti deh aku pinjam CD-nya si Rudi yang diberikan ke Pak Ito.
Setelah acara farewell, ada acara General Tour ke Garuda Wisnu Kencana, Uluwatu dan diakhiri dengan makan malam di Jimbaran. Aku ikutan general tour tersebut, tapi sayang banget KC gak bisa ikut karena sudah harus pulang ke UK. So soon?! Hiks!
Tour Guide di GWK bilang, nantinya patung Dewa Wisnu naik Garuda Kencana akan lebih tinggi dari Patung Liberty di New York. Wah, huebat bener. Beberapa peserta asing tidak percaya, karena pasti menelan biaya sangat besar. Apalagi pada grand plan-nya, proyek GWK akan selesai pada tahun 2010. Impossible rasanya. Tapi mereka tidak tahu sih, kalau Indonesia punya Bandung Bondowoso yang bisa bikin 1000 candi dalam semalam dan Gatot Kaca yang punya otot baja.
Di Uluwatu, monyet-monyetnya pinter-pinter bener. Kegemarannya mencuri barang pengunjung, jadi harus awas bener sama barang bawaan. Steven dari Aus Embassy sempat melihat ada monyet sedang making love di tengah kerumunan orang dan dengan bahasa Indonesianya yang baik dan benar Steven bilang ke aku,”ada dua monyet bercinta dilihat oleh orang banyak, dan monyet-monyet itu tidak peduli”. Waktu aku tanya dimana monyet-monyet itu, Steven bilang,”sudah selesai bercintanya, itu tadi mengapa orang ramai bertepuk tangan.” Hehehe…dasar monyet, gak pilih-pilih tempat melakukan kegiatan pribadi. Dan dasar orang, ngeliat monyet bercinta kok ditepukin.
Walaupun sudah diperingati sejak awal untuk menjaga barang-barang bawaan, termasuk kacamata, ada saja yang kecolongan. Kacamata peserta dari Malaysia dan Chok Hiew dari Kanada diambil oleh monyet-monyet itu. Untungnya dua kacamata itu kembali ke pemiliknya, meskipun kacamata si Malaysia tidak bisa dipakai lagi. Anehnya kacamata Chok Hiew yang baliknya lebih lama tidak mengalami kerusakan. Mungkin karena kacamatanya buatan Kanada, lebih mahal dan proses pengembaliannya juga memakan biaya cukup besar (EO kita harus bayar Rp 50rb kepada orang yang membantu mengambilnya dari sang monyet). Lumayan, Chok Hiew jadi punya pengalaman untuk diceritakan ke rekan-rekannya. Karena EO-nya tidak mau dibayar balik oleh Chok Hiew, sambil bercanda si Chok bertanya,”is this part of the program?” dan si EO jawab,”no, it’s pure accident.”
Acara General Tour diakhiri dengan makan malam di Jimbaran, di sebelah kafe Manega tempat bom bali kedua terjadi beberapa waktu yang lalu. Untunglah tidak terjadi apa-apa ketika kami di sana, baik tsunami maupun bom bali ketiga. Kami pulang dengan perut sangat kenyang (bayangkan, harus makan ikan, udang, cumi, kerang dalam sekali makan, untung perutku elastis). Sampai jumpa di Malaysia….atau Melbourne aja kali ya?
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home