Aku tak sanggup berkata-kata
Sudah sejak beberapa hari yang lalu aku merasa sedih untuk seorang teman. Dia seorang mahasiswa yang sedang berjuang supaya tidak di-DO (drop out). Aku pikir dalam hal ini semua pihak salah. Dia salah, pembimbingnya salah, pengelola pasca juga salah, rektor-pun salah juga...Hhhhhh....
Persoalannya adalah, ketika rektor memutuskan untuk men-DO-kan seluruh angkatan 1999 yang masih tersisa di semua program pascasarjana di UI bulan Februari yang lalu, ketua program pascapsi langsung memperjuangkan agar sebagian mahasiswa yang telah mencapai bab IV dimaafkan dan diberi tambahan waktu selama satu semester. Setelah proses negosiasi yang alot berlangsung, akhirnya rektor menyetujui permintaan tersebut. Alhasil, mereka yang belum mencapai bab IV langsung divonis "DO".
Pengelola langsung memanggil seluruh angkatan 99 (baik yang sudah divonis DO maupun yang diberi waktu tambahan) pada bulan Februari yang lalu. Entah kenapa si mbak yang malang ini yang mestinya datang, gak datang ke pertemuan (akhirnya aku tau kalau dia baru saja keguguran ketika itu). Pembimbingnya yang tidak ter-inform tentang ke-DO-an anak bimbingannya, terus-menerus meng-encourage si mbak untuk maju dengan tesisnya. By the end of April, progress-nya sama dengan progress mereka2 yang diberi tambahan waktu.
Awal Mei, si mbak mendapat surat DO dari pasca. Dia pun terkaget2 karena merasa tidak diberitahu sejak sebelumnya mengenai hal ini. Dia juga mengaku pembimbingnya gak kurang kagetnya, karena merasa tidak pernah diberitahu oleh pasca mengenai hal itu. Maka mulailah ia berjuang untuk mendapatkan hak yang sama dengan mahasiswa angkatan 99 lainnya. Saking berjuangnya, dia rela menunggu ketua program seharian di kampus hanya untuk dapat bicara dengan beliau, dan dia gagal...
Aku tidak tahu apa yang bisa aku perbuat untuk si mbak, dia menangis! Ya ampuuunnn...aku pernah mengalami kejadian yang sama dengan seorang teman angkatan 98, dimana secara personal aku pernah terlibat membantunya menyelesaikan tesis tapi akhirnya tak tertolong. Untunglah dengan lapang dada dia dapat menerima kenyataan harus mengundurkan diri. Tapi bagaimana dengan mbak yang satu ini? Keduanya punya alasan kuat mengapa mereka terlambat menyelesaikan tesis mereka. Yang satu karena keguguran, yang satu lagi karena rumahnya kebanjiran sampai atap sehingga berkas2 tesisnya hilang.
Dari dua kejadian ini, aku mengambil hikmah bahwa sebagai pengelola, kita harus memperlakukan setiap mahasiswa dengan cara yang berbeda-beda. Masing-masing punya isu sendiri, dan semua perlu perhatian. Pengalaman membuktikan pembimbing tidak cukup memperhatikan sampai ke masalah-masalah pribadi. Well, aku masih punya 3 orang teman angkatan 2000 yang batas studinya hanya sampai agustus tahun ini. Aku bertekat membantu mereka sebisaku, supaya tidak mengalami seperti yang dialami oleh si mbak2 di atasku itu.
Sudah sejak beberapa hari yang lalu aku merasa sedih untuk seorang teman. Dia seorang mahasiswa yang sedang berjuang supaya tidak di-DO (drop out). Aku pikir dalam hal ini semua pihak salah. Dia salah, pembimbingnya salah, pengelola pasca juga salah, rektor-pun salah juga...Hhhhhh....
Persoalannya adalah, ketika rektor memutuskan untuk men-DO-kan seluruh angkatan 1999 yang masih tersisa di semua program pascasarjana di UI bulan Februari yang lalu, ketua program pascapsi langsung memperjuangkan agar sebagian mahasiswa yang telah mencapai bab IV dimaafkan dan diberi tambahan waktu selama satu semester. Setelah proses negosiasi yang alot berlangsung, akhirnya rektor menyetujui permintaan tersebut. Alhasil, mereka yang belum mencapai bab IV langsung divonis "DO".
Pengelola langsung memanggil seluruh angkatan 99 (baik yang sudah divonis DO maupun yang diberi waktu tambahan) pada bulan Februari yang lalu. Entah kenapa si mbak yang malang ini yang mestinya datang, gak datang ke pertemuan (akhirnya aku tau kalau dia baru saja keguguran ketika itu). Pembimbingnya yang tidak ter-inform tentang ke-DO-an anak bimbingannya, terus-menerus meng-encourage si mbak untuk maju dengan tesisnya. By the end of April, progress-nya sama dengan progress mereka2 yang diberi tambahan waktu.
Awal Mei, si mbak mendapat surat DO dari pasca. Dia pun terkaget2 karena merasa tidak diberitahu sejak sebelumnya mengenai hal ini. Dia juga mengaku pembimbingnya gak kurang kagetnya, karena merasa tidak pernah diberitahu oleh pasca mengenai hal itu. Maka mulailah ia berjuang untuk mendapatkan hak yang sama dengan mahasiswa angkatan 99 lainnya. Saking berjuangnya, dia rela menunggu ketua program seharian di kampus hanya untuk dapat bicara dengan beliau, dan dia gagal...
Aku tidak tahu apa yang bisa aku perbuat untuk si mbak, dia menangis! Ya ampuuunnn...aku pernah mengalami kejadian yang sama dengan seorang teman angkatan 98, dimana secara personal aku pernah terlibat membantunya menyelesaikan tesis tapi akhirnya tak tertolong. Untunglah dengan lapang dada dia dapat menerima kenyataan harus mengundurkan diri. Tapi bagaimana dengan mbak yang satu ini? Keduanya punya alasan kuat mengapa mereka terlambat menyelesaikan tesis mereka. Yang satu karena keguguran, yang satu lagi karena rumahnya kebanjiran sampai atap sehingga berkas2 tesisnya hilang.
Dari dua kejadian ini, aku mengambil hikmah bahwa sebagai pengelola, kita harus memperlakukan setiap mahasiswa dengan cara yang berbeda-beda. Masing-masing punya isu sendiri, dan semua perlu perhatian. Pengalaman membuktikan pembimbing tidak cukup memperhatikan sampai ke masalah-masalah pribadi. Well, aku masih punya 3 orang teman angkatan 2000 yang batas studinya hanya sampai agustus tahun ini. Aku bertekat membantu mereka sebisaku, supaya tidak mengalami seperti yang dialami oleh si mbak2 di atasku itu.
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home