Sudah empat hari ini Jakarta dan sekitarnya dilanda banjir. Hujan yang turun tak henti-henti selama 4 hari terakhir adalah penyebab utama banjir. Itu kata pengamat bencana alam. Musim hujan memang datang lagi setelah selama beberapa minggu tidak datang hujan. Desember yang lalu musim hujan sudah dimulai, tetapi tiba-tiba awal Januari tidak pernah turun hujan sampai beberapa minggu. Akhir Januari tiba-tiba hujan datang bertubi-tubi menghantam Jabodetabek.
Jakarta banjir, sudah biasa. Tiap tahun selalu ada cerita Jakarta kebanjiran, meskipun curah hujan tidak terlalu besar. Tapi kali ini Depok pun tidak luput dari banjir. Letak Depok sebetulnya lebih tinggi dari Jakarta, sampai-sampai ada istilah ”kalau Depok banjir, Monas tenggelam.” Tetapi kontur tanah Depok memang tidak rata. Ada lembah, bukit, dan tanah rata. Di beberapa daerah Depok terutama yang berada di bantaran kali Ciliwung, pasti kena juga musibah ini. Apalagi lembah, contohnya Griya Lembah Depok yang sudah jadi langganan banjir karena luapan air dari kali di atasnya.
Tempat tinggalku memang dekat kali Ciliwung. Kalau tidak salah sih cuman 300 meter. Tapi kali Ciliwung berada jauh di bawah tempat tinggalku, sehingga meskipun ada isu Ciliwung meluap sampai 6 meter, pasti tidak nyampe ke rumah. Kalau meluap sampai 20 meter, kelelep juga kali. Untuk menjawab kekuatiran sodara-sodara yang sejak kemarin rajin sms untuk menanyakan kabarku, aku nyatakan aku baik-baik saja, banjir belum nyampe ke rumahku. Mungkin kalau hujan terus sampai 2 bulan lagi baru rumah kebanjiran. Hehehee...Banco sudah pesan siap-siap beli perahu karet dan pelampung, tapi kayaknya beli kapal pesiar lebih seru tuh.
Banjir kali ini termasuk banjir terdahsyat dalam 5 tahun terakhir. Banjir besar terakhir adalah bulan februari tahun 2002, yang katanya kurang parah dibandingkan banjir sekarang ini. Buktinya, tahun 2002 tinggi air di pintu air Manggarai mencapai 10,50 m, dan tahun ini tinggi air di tempat yang sama mencapai 10,90 m. Di beberapa tempat, termasuk kompleks perumahan mewah, yang tampak hanya atap rumah. Ciledug, Kampung Melayu, Kepala Gading, Sunter, Green Ville, Kembangan, termasuk daerah banjir terparah. Tinggi air di jalan Sudirman pun sudah sampai 50 cm. Sebetulnya salah siapa sih ini?
Dalam setiap peristiwa pasti ada penyebabnya. Di saat-saat sulit seperti ini, memang rasanya sadis kalau kita bertanya ”siapa yang salah”? Kita masih sibuk sama konsekuensi banjir dan cara penanggulangannya. Tapi kalau tidak mempermasalahkan penyebabnya, ya pasti akan terjadi lagi bencana seperti ini. Masyarakat akan belajar pasrah, tidak berbuat apa-apa hanya menunggu banjir datang dan banjir pergi. Kalau dalam ilmu psikologi, ini yang dinamakan learned helplesness. Masyarakat tahu apa yang harus dilakukan untuk mencegahnya, tapi karena sudah terbiasa dengan kejadian itu akhirnya menerima saja, toh banjir akan surut suatu saat nanti.
Sementara Pemda (yup...betul...ini salah Pemda!), apa sih yang sudah dilakukan untuk mencegah banjir? Sudah terbukti tiap tahun Jakarta dilanda banjir tetap saja tidak melakukan apa-apa. Katanya ada proyek Banjir Kanal Timur (hampir tidak pernah dengar proyek ini, kalah terkenal sama proyek Busway, monorail dan subwaynya gubernur DKI) tapi sampai saat ini belum terwujud. Jakarta yang hiper padat itu tidak punya gorong-gorong besar dimana Batman bisa lewat (malu ih sama Denpasar yang sudah punya gorong-gorong untuk limbah cairnya). Air mau lewat dimana kalau tidak diberi tempat? Ya di atasnya lah ya...
Tadi lihat di tayangan televisi dimana gubernur DKI (Pakde Sutiyoso) secara demonstratif menelepon Sudi Silalahi (sekretaris presiden?) untuk minta ijin membuka pintu air Manggarai. Lha kenapa musti minta ijin presiden sih? Berlebihan sekali! Karena luapan air dari Manggarai bisa membuat banjir istana presiden? Sok atuh...biarin presidennya ngerasain enaknya maen air di waktu banjir. Dan ternyata dijawab oleh Pak Presiden bahwa wewenang membuka pintu air adalah wewenang petugas lapangan dengan mempertimbangkan segala kemungkinan, tidak perlu minta ijin presiden. Nah lho....kalau gitu tidak perlu minta ijin gubernur juga dong? Kenapa pak gubernur yang repoooootttt???!! Pak...saya bilangin ni ye...kalau mau repot, ya repotlah sebelum banjir datang. Bak kata pepatah, sedia payung sebelum hujan, buat pak gubernur...sedia kanal sebelum banjir.
Foto-foto dari www.kompas.com
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home