The new PhD degree for a strong woman
Hari ini Mba Irma resmi menyandang gelar "amat terpelajar" alias doktor di depan namanya. Gelar tersebut direbut dari tim penguji setelah ia menjawab semua pertanyaan penguji dengan lugas, singkat dan kena banget! Untuk pertanyaan yang membutuhkan jawaban hipotetis, ditangkis dengan jawaban implisit "gak boleh mengajukan pertanyaan hipotetis karena saya hanya akan menyediakan jawaban yang pasti-pasti saja sesuai dengan apa yang saya teliti" Nah lho...lebih batak dia daripada gue!!
Mba Irma ini orang Jawa tulen yang sejak tahun 1979 merantau ke Medan, setelah menyelesaikan S1-nya di FPsi-UI. Sejak itulah ia menjadi seorang Indonesia yang sebenar-benarnya, karena bergaul dengan banyak etnis yang bermukim di Medan. Pergaulan dengan etnis Batak dan Melayu Medan membuahkan ketertarikan untuk meneliti kedua etnis ini, yang kemudian menjadi tesis S2-nya. Ketika membuat disertasi, ketertarikan pada psikologi indigenous yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi psikologi ulayat masih tetap menggebu-gebu, tetapi kali ini hanya meneliti etnis Batak Toba, dalam kaitan kesuksesan orang Batak Toba dengan need for affiliation, need for achievement and need for power yang terkandung dalam Dalihan Na Tolu-nya orang Batak. Disertasi Mba Irma ini yang membuat aku akhirnya memahami beberapa aspek positif dan negatif dari my original tribe from my mother side ini. Kasihan deh gw, taunya dari disertasi orang.
My point here is not the content of her dissertation, but her achievement as a single parent for her 4 children! She's very strong, like a Bataknese mother raising her children alone while the father is gone for good or lazily playing around with his friends. Her children's achievements at school were very amazing, making their mother even stronger to face reality.
Kisah sedih pernikahannya tidak membuat semangat berjuang Mba Irma turun. Pernikahan pertama dengan seorang pilot berakhir tragis bak pesawat Adam Air, karena sampai kini pesawat Cessna yang dipiloti oleh suaminya hilang. Pernikahan kedua pun tidak bernasib baik, karena harus bercerai karena satu dan lain hal.
Tidak nyangka sama sekali kalau ternyata Mba Irma sudah punya cucu! Alamaaak....kudunya sih aku manggil Mba Irma dengan sebutan "Ibu" kali ye. Tapi ya sudah, aku sudah terlanjur mengenal this strong woman dengan sebutan "Mbak" saja, yang sekarang barangkali sudah punya eligibility untuk menduduki jabatan Ketua Program Studi karena sudah bergelar Doktor. Despite the negative story about her, I always see her as a positive influence. Nice to have a good relationship with her, in friendship as well as at work. Already miss her, since she would be back to USU and continue her struggle there. Good luck for you, Mbak...
Hari ini Mba Irma resmi menyandang gelar "amat terpelajar" alias doktor di depan namanya. Gelar tersebut direbut dari tim penguji setelah ia menjawab semua pertanyaan penguji dengan lugas, singkat dan kena banget! Untuk pertanyaan yang membutuhkan jawaban hipotetis, ditangkis dengan jawaban implisit "gak boleh mengajukan pertanyaan hipotetis karena saya hanya akan menyediakan jawaban yang pasti-pasti saja sesuai dengan apa yang saya teliti" Nah lho...lebih batak dia daripada gue!!
Mba Irma ini orang Jawa tulen yang sejak tahun 1979 merantau ke Medan, setelah menyelesaikan S1-nya di FPsi-UI. Sejak itulah ia menjadi seorang Indonesia yang sebenar-benarnya, karena bergaul dengan banyak etnis yang bermukim di Medan. Pergaulan dengan etnis Batak dan Melayu Medan membuahkan ketertarikan untuk meneliti kedua etnis ini, yang kemudian menjadi tesis S2-nya. Ketika membuat disertasi, ketertarikan pada psikologi indigenous yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi psikologi ulayat masih tetap menggebu-gebu, tetapi kali ini hanya meneliti etnis Batak Toba, dalam kaitan kesuksesan orang Batak Toba dengan need for affiliation, need for achievement and need for power yang terkandung dalam Dalihan Na Tolu-nya orang Batak. Disertasi Mba Irma ini yang membuat aku akhirnya memahami beberapa aspek positif dan negatif dari my original tribe from my mother side ini. Kasihan deh gw, taunya dari disertasi orang.
My point here is not the content of her dissertation, but her achievement as a single parent for her 4 children! She's very strong, like a Bataknese mother raising her children alone while the father is gone for good or lazily playing around with his friends. Her children's achievements at school were very amazing, making their mother even stronger to face reality.
Kisah sedih pernikahannya tidak membuat semangat berjuang Mba Irma turun. Pernikahan pertama dengan seorang pilot berakhir tragis bak pesawat Adam Air, karena sampai kini pesawat Cessna yang dipiloti oleh suaminya hilang. Pernikahan kedua pun tidak bernasib baik, karena harus bercerai karena satu dan lain hal.
Tidak nyangka sama sekali kalau ternyata Mba Irma sudah punya cucu! Alamaaak....kudunya sih aku manggil Mba Irma dengan sebutan "Ibu" kali ye. Tapi ya sudah, aku sudah terlanjur mengenal this strong woman dengan sebutan "Mbak" saja, yang sekarang barangkali sudah punya eligibility untuk menduduki jabatan Ketua Program Studi karena sudah bergelar Doktor. Despite the negative story about her, I always see her as a positive influence. Nice to have a good relationship with her, in friendship as well as at work. Already miss her, since she would be back to USU and continue her struggle there. Good luck for you, Mbak...
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home