Anni Iwasaki Foundation
Sudah cukup lama aku ikut bergabung pada organisasi ini, yaitu sejak Oktober 2002. Sudah cukup lama juga aku kenal dengan Mbak Anni Iwasaki, pemrakarsa berdirinya organisasi ini. Tetapi sampai sekarang rasanya belum ada kontribusi nyataku untuk perjuangan ini. Sebelum ngobrol panjang lebar tentang tujuan didirikannya lembaga ini dan ketiadaan kontribusi dariku, baiklah kita mengenal Mbak Anni lebih jauh lagi.
Mbak Anni Iwasaki adalah orang Indonesia tulen yang menikah dengan Yasuhiro Iwasaki, seorang Jepang yang kemudian menikah dan memboyong mbak Anni ke Jepang. 29 tahun lamanya mbak Anni hidup bersama suami dan tiga putranya di Jepang. Walau demikian ia selalu mengikuti perkembangan dan jatuh bangunnya kemudian jatuh lagi (dan tidak bangun-bangun lagi) Indonesia tercinta. Mbak Anni sangat sedih dan merasa terbeban dengan keadaan di negerinya tersebut, sehingga membuat beliau tidak bisa tinggal diam menikmati hidup yang enak di negeri seberang, sementara saudara-saudara sebangsanya di sini menderita.
Dalam berbagai ceramah dan tulisan yang dikeluarkan oleh Mbak Anni sejak tahun 1985, satu hal yang selalu terucap dari dirinya adalah: Jepang bisa maju relatif sangat cepat karena pemerintahnya memperhatikan keluarga muda sebagai golongan menengah yang perlu dilindungi. Sebagai istri orang Jepang, mbak Anni cukup mendapat akses ke dalam kebijakan-kebijakan dalam negeri Jepang, yang berisi resep-resep cara menjadi negara industrialis terbesar. Bahkan seorang Indonesia yang kuliah di Jepang sampai jenjang S3 sekalipun tidak akan mendapat kuliah ini di universitas-universitas Jepang.
Pada sebuah kesempatan aku ikut rapat bersama mbak Anni dengan Bappenas, yang isinya sebagian besar lulusan dari Jepang. Guess what! Banyak di antara mereka tidak tahu ada rancangan khusus dari pemerintah bahwa pasangan baru menikah mendapat prioritas utama dalam mendapatkan apartemen khusus untuk keluarga baru. Bahwa mereka ditempatkan bersama-sama dengan keluarga baru lainnya dengan gaya hidup tertentu sehingga pendapatan mereka dapat mencukupi kebutuhan keluarga. Bahwa mereka memiliki pusat perbelanjaan sendiri, rumah sakit sendiri, sekolah sendiri, di lingkungan yang dekat dengan kediaman mereka, sehingga anak-anak dapat pergi ke sekolah hanya dengan berjalan kaki. Bahwa pada sebuah daerah hanya ada satu komoditas yang menjadi unggulan dan keunikan daerah tersebut. Lalu apa sih yang mereka pelajari di Jepang ketika mendapat tugas belajar? *sebel aku*
Maka mbak Anni tanpa kenal lelah terus memperjuangkan agar kita jangan jauh-jauh berkaca ke negeri-negeri barat untuk membangun, tetapi ambillah filosofi kesuksesan negara Jepang (tentunya bukan dengan meniru habis-habis budaya mereka) dan bangunlah negeri kita dengan kekuatan sendiri (a.k.a transformational development – konsep inipun aku belum paham benar, masih harus mencari referensi), dengan kecintaan dan kebanggaan menggunakan produk dalam negeri sehingga uang tidak jauh-jauh larinya.
Perjuangan mbak Anni mulai diperhatikan oleh Dirjen Perkim (Bpk Aca Sugandhi) yang mengambil inisiatif untuk meneruskan perjuangan mbak Anni di tingkat nasional. Usaha pertama adalah dengan mengadakan sebuah seminar sehari yang mengumpulkan pakar-pakar dari Depkimpraswil, REI, dan didukung juga oleh Faisal Basri dan Bpk Bob Widihartono. Mengenai perjuangan mbak Anni agar pemerintah memperhatikan keluarga muda dari golongan menengah ini, aku tidak berani berkata banyak karena harus konsultasi terlebih dahulu dengan beliau.
to be continued
Sudah cukup lama aku ikut bergabung pada organisasi ini, yaitu sejak Oktober 2002. Sudah cukup lama juga aku kenal dengan Mbak Anni Iwasaki, pemrakarsa berdirinya organisasi ini. Tetapi sampai sekarang rasanya belum ada kontribusi nyataku untuk perjuangan ini. Sebelum ngobrol panjang lebar tentang tujuan didirikannya lembaga ini dan ketiadaan kontribusi dariku, baiklah kita mengenal Mbak Anni lebih jauh lagi.
Mbak Anni Iwasaki adalah orang Indonesia tulen yang menikah dengan Yasuhiro Iwasaki, seorang Jepang yang kemudian menikah dan memboyong mbak Anni ke Jepang. 29 tahun lamanya mbak Anni hidup bersama suami dan tiga putranya di Jepang. Walau demikian ia selalu mengikuti perkembangan dan jatuh bangunnya kemudian jatuh lagi (dan tidak bangun-bangun lagi) Indonesia tercinta. Mbak Anni sangat sedih dan merasa terbeban dengan keadaan di negerinya tersebut, sehingga membuat beliau tidak bisa tinggal diam menikmati hidup yang enak di negeri seberang, sementara saudara-saudara sebangsanya di sini menderita.
Dalam berbagai ceramah dan tulisan yang dikeluarkan oleh Mbak Anni sejak tahun 1985, satu hal yang selalu terucap dari dirinya adalah: Jepang bisa maju relatif sangat cepat karena pemerintahnya memperhatikan keluarga muda sebagai golongan menengah yang perlu dilindungi. Sebagai istri orang Jepang, mbak Anni cukup mendapat akses ke dalam kebijakan-kebijakan dalam negeri Jepang, yang berisi resep-resep cara menjadi negara industrialis terbesar. Bahkan seorang Indonesia yang kuliah di Jepang sampai jenjang S3 sekalipun tidak akan mendapat kuliah ini di universitas-universitas Jepang.
Pada sebuah kesempatan aku ikut rapat bersama mbak Anni dengan Bappenas, yang isinya sebagian besar lulusan dari Jepang. Guess what! Banyak di antara mereka tidak tahu ada rancangan khusus dari pemerintah bahwa pasangan baru menikah mendapat prioritas utama dalam mendapatkan apartemen khusus untuk keluarga baru. Bahwa mereka ditempatkan bersama-sama dengan keluarga baru lainnya dengan gaya hidup tertentu sehingga pendapatan mereka dapat mencukupi kebutuhan keluarga. Bahwa mereka memiliki pusat perbelanjaan sendiri, rumah sakit sendiri, sekolah sendiri, di lingkungan yang dekat dengan kediaman mereka, sehingga anak-anak dapat pergi ke sekolah hanya dengan berjalan kaki. Bahwa pada sebuah daerah hanya ada satu komoditas yang menjadi unggulan dan keunikan daerah tersebut. Lalu apa sih yang mereka pelajari di Jepang ketika mendapat tugas belajar? *sebel aku*
Maka mbak Anni tanpa kenal lelah terus memperjuangkan agar kita jangan jauh-jauh berkaca ke negeri-negeri barat untuk membangun, tetapi ambillah filosofi kesuksesan negara Jepang (tentunya bukan dengan meniru habis-habis budaya mereka) dan bangunlah negeri kita dengan kekuatan sendiri (a.k.a transformational development – konsep inipun aku belum paham benar, masih harus mencari referensi), dengan kecintaan dan kebanggaan menggunakan produk dalam negeri sehingga uang tidak jauh-jauh larinya.
Perjuangan mbak Anni mulai diperhatikan oleh Dirjen Perkim (Bpk Aca Sugandhi) yang mengambil inisiatif untuk meneruskan perjuangan mbak Anni di tingkat nasional. Usaha pertama adalah dengan mengadakan sebuah seminar sehari yang mengumpulkan pakar-pakar dari Depkimpraswil, REI, dan didukung juga oleh Faisal Basri dan Bpk Bob Widihartono. Mengenai perjuangan mbak Anni agar pemerintah memperhatikan keluarga muda dari golongan menengah ini, aku tidak berani berkata banyak karena harus konsultasi terlebih dahulu dengan beliau.
to be continued
2 Comments:
luar biasa akhirnya mengenal ini great semoga semakin sinergis dengan program kita
bagaimana bu debby, perkembangan tulisan dan gerakan ini selanjutnya, kami siap sinergis dengan desa kota purwosari pasuruan jawa timur, dan semua jejaring kegiatan kita, sinergis berkat dan keberhasilan berkat sinergis
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home