Debby@Home

“I asked God for strength that I might achieve; I was made weak that I might humbly learn to obey. I asked for help that I might do greater things; I was given infirmity that I might do better things. I asked for all things that I might enjoy life; I was given life that I might enjoy all things. I got nothing that I asked for, but everything I hope for; almost despite myself, my unspoken prayers were answered. I among all men am truly blessed”

My Photo
Name:
Location: Depok, West Java, Indonesia

I am an ordinary woman with extraordinary interest in everything

Saturday, September 13, 2008

Psychological Capital

Psychological Capital (PsyCap) adalah keadaan perkembangan psikologi individu yang positif, yang dicirikan oleh: (1) adanya kepercayaan diri (self-efficacy) melakukan tindakan yang perlu untuk mencapai sukses dalam tugas-tugas yang menantang; (2) atribusi yang positif (optimism) tentang sukses masa sekarang dan yang akan datang; (3) persistensi dalam mencapai tujuan, dengan kemampuan mendefinisikan kembali jalur untuk mencapai tujuan jika diperlukan (hope) untuk mencapai kesuksesan; dan (4) ketika menghadapi masalah dan kesulitan, mampu bertahan dan terus maju (resiliency) untuk mencapai sukses (Luthans, Youssef & Avolio, 2007).

Dari definisi di atas, ada empat faset yang penting untuk dipelajari baik secara terpisah maupun secara bersama-sama: self-efficacy, optimism, hope dan resiliency.  Para ahli PsyCap berpendapat bahwa keempat faset ini tidak hanya bersifat additively (sum of its parts) tetapi juga synergistically (greater than sum of its parts). Misalnya, a hopeful person yang memiliki cara dan jalur untuk mencapai tujuannya akan lebih termotivasi dan mampu mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapinya, yang pada gilirannya akan meningkatkan resiliency-nya. Confident person mampu mentransfer dan mengaplikasikan hope, optimism, dan resiliency-nya pada tugas-tugas spesifik yang mampu dilakukannya. Resilient person akan mahir memanfaatkan mekanisme adaptasinya untuk menyesuaikan optimismenya.

Sederhananya, PsyCap anda mendefinisikan “siapa anda”, “apa yang anda yakini dapat anda lakukan”, “apa yang anda sudah lakukan”, dan “anda dapat menjadi siapa”.    

Tulisan ini akan melihat masing-masing faset. Tetapi karena proses mental di dalam individu saling terkait satu sama lain dengan cara yang almost impossible dihitung secara statistik, amazingly keempatnya akan selalu bersinggungan meskipun kita hanya membicarakan salah satu di antaranya.

PsyCap Efficacy (Confidence to Succeed)

Apakah anda percaya pada diri anda sendiri? Apakah anda tahu bahwa anda diperlengkapi dengan segala hal yang dibutuhkan untuk sukses? Apakah anda yakin “segala hal” itu ada di dalam diri anda? Pertanyaan-pertanyaan ini mengacu pada faset self-efficacy dari PsyCap, meskipun nantinya bisa saja dipakai pada faset hope dan optimisme.

Albert Bandura mendefinisikan self-efficacy sebagai tingkat perkiraan individu pada kemampuannya menyelesaikan tugas tertentu. Self-efficacy yang tadinya domain spesific dapat meluas menjadi domain general seiring dengan meningkatnya level of confidence individu. Artinya, ketika individu yang memiliki self-efficacy pada tugas tertentu eventually sukses melakukan tugasnya, tingkat kepercayaan dirinya meningkat yang membuatnya percaya bahwa ia juga akan mampu melakukan tugas yang lain.

Maka jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan di atas adalah tingkat self-efficacy anda, yang mendorong anda untuk memilih tugas-tugas yang menantang dan menggunakan kekuatan dan kemampuan anda untuk menghadapi tantangan tersebut. Tingkat self-efficacy juga menyemangati anda untuk mengejar tujuan anda, menginvestasikan waktu anda, dan bersedia bekerja keras untuk mencapai tujuan tersebut. Jika menghadapi kesulitan-kesulitan dalam usaha anda, self-efficacy juga yang membantu anda tetap tegar, yang pada gilirannya akan meningkatkan harapan, optimisme dan resiliensi anda.

Untuk dapat mengukur tingkat self-efficacy anda, penting untuk menganalisis hal-hal yang anda yakini dapat anda lakukan. Setiap orang memiliki comfort zone-nya, yaitu area yang dikuasai olehnya yang membuatnya merasa sangat percaya diri.  Sebagian orang juga memiliki area-area baru yang belum dikuasai benar, tetapi diminati untuk dikuasai di kemudian hari.  Bagaimana caranya menguasai sesuatu hal yang baru? Dengan cara mengalahkan rasa takut dan keengganan untuk berubah, dan keberanian mengambil langkah pertama. There is first thing for everything. Keberanian Andy F. Noya keluar dari     comfort zone-nya adalah sebuah contoh yang brilian dari tingkat self-efficacy yang tinggi. Ketika ia memutuskan untuk keluar dari Metro TV, posisinya sebetulnya sudah di puncak. Terdorong oleh keinginannya merambah dunia baru (kalau tidak salah cita-cita luhurnya adalah membangun televisi lokal di Papua), ditambah motivator-motivator lainnya (di antaranya adalah buku “Who moved my cheese” Spencer Johnson), ia mengalahkan rasa takutnya dan keluar dari Metro TV yang sudah memberikannya rasa nyaman dan tingkat self-efficacy luar biasa.

PsyCap self-efficacy terbentuk dari lima proses kognitif: symbolizing, forethought, observasi, self-regulatory dan self-reflection. Dalam symbolizing, individu menciptakan mental image/model tentang hal-hal yang terkait dengan task at hand. Dengan melakukan symbolizing, individu dapat memperkirakan tindakan harus dilakukan sehubungan dengan tugasnya. Pada proses forethought,  individu merencanakan tindakannya berdasarkan pengetahuan sebelumnya tentang suatu hal. Sebelum bertindak, individu cenderung mencari tahu apa yang menjadi persyaratan agar tindakan tersebut sukses sehingga ia akan menyesuaikannya dengan persyaratan-persyaratan tersebut.  Dalam proses observasi, individu belajar dari orang lain yang dianggap significant others (misalnya atasan, rekan kerja yang lebih berpengalaman, dll). Proses self-regulatory memampukan individu bertindak sebagai agen, menetapkan tujuan yang spesifik dan standar performance diri sendiri. Proses ini membuat individu mampu berfokus pada energi untuk mengembangkan, memperbaiki dan meraih tujuannya. Perubahan pada pikiran dan tingkahlaku individu terjadi di bagian ini. Terakhir, proses self-reflection membuat individu merefleksikan pengalaman masa lalunya (kesuksesan dan kegagalan masa lalu) untuk disesuaikan dengan tindakan masa kini.

Self-efficacy adalah state-like variable instead of trait-like variable, karena self-efficacy dapat dikembangkan. Tentu saja, karena individuals are unique, perkembangannya pada tiap individu pun berbeda. Self-efficacy individu dapat dikembangkan dengan memberikan kesempatan kepada individu untuk menguasai tugas tertentu, vicarious learning/modeling, social persuasion dan feedback yang positif.  

“Practice makes perfect” dan “success builds confidence”. Meskipun sukses tidak sama dengan efficacy, tetapi sukses dapat membuat kepercayaan diri individu bertambah.  Seorang manajer yang baik akan membagi-bagi tugas yang kompleks menjadi sub-sub tugas dan memberikan kesempatan bawahannya menguasai setiap sub tugas one at a time. Kesempatan menguasai sub-sub tugas akan membuat individu merasakan “small successes” semakin sering, yang pada gilirannya akan membangun self-efficacy-nya. Cara lain adalah dengan menempatkan karyawan pada situasi yang probability of success-nya relatif tinggi. Prinsip ‘the right man in the right place’ berperan penting di sini. Fungsi-fungsi HRM yang berperan adalah: seleksi, orientasi, penempatan dan perencanaan karir.

Kesempatan untuk mendapatkan vicarious learning juga penting untuk diperhatikan. Pengalaman mengamati seorang ahli dalam bekerja memberikan kesempatan kepada individu untuk mempelajari sukses dan kesalahan orang lain, dan meniru tindakan yang mengarahkan pada kesuksesan. Agar pengalaman modeling ini berhasil meningkatkan PsyCap efficacy individu, perlu diperhatikan faktor kemiripan model dan situasi, dan juga waktu untuk si pembelajar melakukan self-reflection.

Social persuasion dan feedback yang positif seringkali dianjurkan pada bacaan-bacaan populer untuk meningkatkan kepercayaan diri individu. Misalnya, simply by saying “you can do it” akan merubah belief individu dari perspektif “I’m not sure I can do it” menjadi “I can do it”. Organisasi jaman sekarang invest sangat banyak pada pelatihan-pelatihan teknikal sehingga mengabaikan reinforcement at no cost seperti recognition, acknowledging, appreciating dan positive feedback. Pada sebuah perusahaan Indonesia di industri minyak misalnya, mengaku menghabiskan dana pelatihan sebesar 95% untuk pelatihan teknikal, dan hanya 5% untuk pelatihan soft-skills.  No wonder why Indonesian firms suffer severely from this people ignorance.

2 Comments:

Anonymous April said...

hey nice post, btw kamu referensi penulisan ini darimana? aku tertarik untuk tau lebih lanjut deh tentang hal ini ;D

05 September, 2010 21:47  
Blogger Unknown said...

Kereen Kereen tulisannya trimakasih

02 January, 2016 13:50  

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home